Ketika kamu menikmati sebuah karya seni, pernahkah kamu bergumam “Rasa-rasanya aku sudah pernah merasakan pengalaman yang sama, tapi di mana ya?”. Ini adalah sesuatu yang wajar. Penulis berpendapat bahwa di balik setiap karya seni yang hebat terdapat karya seni hebat lainnya. Proses kreatif tak dapat terjadi di ruang vakum; atau lebih tepatnya kreativitas muncul sebagai hasil kerja keras para artis dari generasi ke generasi. Artis yang mengetahui prinsip ini akan terus menambang ilmu yang ditinggalkan oleh pendahulunya; atau lebih tepatnya, ia tak ragu untuk “mencuri” ide dari orang lain.
Tidak Ada Karya Seni yang Benar-Benar Asli (Orisinal)
Apa yang membuat sebuah karya seni mengesankan? Banyak orang berasumsi bahwa orisinalitas karya (sesuatu yang baru yang tak pernah dilihat sebelumnya) adalah hal yang utama. Namun jika seorang artis benar-benar mencoba untuk membuat sesuatu yang sepenuhnya orisinal, mereka akan selalu gagal. Bahkan artis sekelas Picasso, Salvador Dali, atau W.B. Yeats pun “menjiplak” ide dari generasi-genarsi sebelumnya; namun mereka “membawa ide tersebut beberapa langkah lebih jauh”. Mereka tak sekedar mencuri, tetapi mereka juga memodifikasi.
Sebagai contoh, grup band “The Beatles” mengawali perjalanannya sebagai cover band. Mereka memainkan lagu-lagu dari idola mereka. Setelah mereka berhasil menguasai karya seni dari pendahulunya, mereka mulai percaya diri untuk menuliskan lagu mereka sendiri. Pengaruh-pengaruh artistik ini bekerja layaknya genetik; setiap anak adalah hasil dari perpaduan gen yang dibawa oleh orang tuanya. DNA dari sang anak tidaklah orisinal, namun DNA tersebut tetaplah unik dengan adanya kombinasi dan modifikasi baru terhadap susunan gen yang dibawa. Maka dari itu, munculnya karya seni “inovatif” dimulai ketika kamu mampu menemukan karya seni yang tepat untuk “dicuri” atau dikembangkan.
Penulis menyarankan agar kamu dapat membuat artistic family tree (pohon keluarga artistik) mu sendiri dengan cara menemukan orang-orang kreatif yang karyanya kamu kagumi secara mendalam. Benamkan dirimu ke dalam dunia mereka entah itu dengan menempelkan gambar mereka di dinding kamarmu, mencari tahu tentang apa yang mendorong mereka untuk terus berkarya, dan mempelajari strategi yang mereka terapkan untuk menciptakan karya yang kamu sukai.
Setelah itu, coba temukan dan pelajari tiga tokoh idola yang memengaruhi karya seni dari seniman yang kamu idolakan. Proses ini dapat kamu ulang sesering mungkin, tentukan batasanmu sendiri. Semakin pohon keluarga ini bercabang, semakin banyak ide yang kamu akan temukan untuk diaplikasikan ke dalam karyamu. Anggap dirimu sebagai cabang yang baru muncul di pohon keluarga; ketika kamu merasa terhubung dengan legasi para artis hebat, semakin kamu terinspirasi untuk berbuat lebih.
Mulai Dengan Mengimitasi Hasil Karya Idolamu dan Sempurnakan Hasil Karyamu Seiring dengan Berjalannya Waktu
Tentunya kamu tak diizinkan untuk menjiplak karya seseorang dan mengakuinya sebagai karyamu sendiri. Namun kamu dapat mengimitasi karya seni dari idolamu sebagai titik awal dari perjalanan jika kamu merasa kebingungan. Tirukan karya mereka dan coba untuk selami diri mereka dengan mempelajari gaya hidup dan cari tahu apa saja yang memotivasi mereka.
Sembari kamu mengimitasi, perlahan kamu akan menyadari bahwa terdapat titik-titik yang membedakan kamu dengan sang idola. Di beberapa aspek, kamu tak akan mampu untuk menirukan dengan persis apa yang dia lakukan. Saat kamu menemukan “kelemahan- kelemahan” ini, itu adalah pertanda bahwa kamu telah berhasil menemukan ruangmu sendiri, atau lebih tepatnya caramu sendiri untuk menciptakan seni; manfaatkan momen ini untuk mengeksploitasi “kelemahan” itu. Penulis menyebut keseluruhan dari proses meniru dan menemukan ini sebagai emulasi.
Conan O’Brien, seorang komedian dan host acara talk show, memulai tahapan karirnya sesuai dengan penjelasan penulis. Pada awalnya Conan mengimitasi gaya berkomedi dari David Letterman, namun Conan tak bisa menirukan pembawaan David seakurat mungkin. Perbedaan-perbedaan kecil inilah yang membuat David menonjol dan memiliki ciri khas nya tersendiri. Begitupun dengan David, pada awalnya, ia ingin menjadi seperti Johnny Carson; tiap orang memulai langkah hidupnya dengan mengimitasi karya seni dari pendahulu mereka dan menemukan “kelemahan-kelemahan” yang justru mendefinisikan karir mereka masing-masing.
Jangan Abaikan Hobi dan Proyek Sampinganmu Saat Kamu Sedang Fokus Untuk Menciptakan Sebuah Karya Seni
Saat kamu mulai memantapkan diri untuk menjadi seorang artis, kamu mungkin akan tergoda untuk mengabaikan hobi atau proyek sampinganmu agar kamu dapat benar-benar memfokuskan seluruh perhatian kepada karyamu. Ide ini mungkin terdengar bagus, namun membatasi dirimu seperti ini justru dapat menghalangimu untuk mencapai produktivitas dan “kebahagiaan” yang kamu inginkan. Apa alasannya? Pertama, hobi dan proyek sampingan akan memberimu “ruang baru” untuk berekspresi ketika creative block melanda.
Bayangkan jika kamu hanya berkonsentrasi pada satu proyek utama saja, apa yang akan kamu lakukan saat kamu kehilangan kreativitas? Mungkin kamu akan memaksakan diri untuk mengerjakannya, dan jujur saja, semakin kreativitas dicari, semakin ia menjauh. Jikalau kamu menemukan sebuah ide, hasilnyapun belum tentu maksimal. Akibatnya, kamu akan frustasi dengan diri dan hasil karyamu.
Menurut penulis, kreativitas dan inspirasi datang ketika kamu membiarkan pikiranmu “berkelana”. Proyek-proyek sampingan dapat memberimu hal selingan untuk dipikirkan yang mengalihkan perhatianmu untuk sementara dari proyek utama. “They can create the necessary mental space for innovation”, begitu kata penulis. Perlu kamu ketahui bahwa proyek sampingan ini tak harus berupa sesuatu yang membutuhkan kreativitas. Jika kamu dapat meluangkan waktu sekedar untuk melakukan pekerjaan rumah atau jalan santai mengelilingi kompleks rumah atau hanya sekedar bersantai saja, kamu akan merasakan efek yang sama.
Satu hal lagi, jangan sampai kamu mengabaikan hobimu demi sebuah karya seni. Saat kamu mengabaikan hobi, kamu akan merasakan ruang hampa. Bagaimana bisa kamu menjadi manusia yang kreatif jika kamu tak diizinkan untuk beristirahat dan menikmati dirimu sendiri? Penulis merasakan hal yang sama saat ia berhenti bermain gitar untuk mengerjakan karya seninya. Dia merasa hampa. Namun setelah ia mengizinkan dirinya untuk bercengkerama dengan gitar di sela-sela waktu, ia merasa lebih bahagia dan kreativitas pun mengalir saat ia fokus dengan karyanya.
Bagikan Karyamu Dengan Orang Lain Agar Kamu Dikenal, Namun Coba Nikmati Saat-Saat di mana Karyamu Belum Dikenal
Banyak dari kita yang ingin merasakan ketenaran melalui karya yang kita hasilkan. Beberapa artis juga ingin merasakan ketenaran sesegara mungkin; namun penulis menyarankan agar kamu menghindari jalur ini. Menjadikan ketenaran sebagai target untuk jangka panjang itu baik, namun saat kamu memulai, menjadi tak dikenal justru akan membantumu untuk mengembangkan diri.
Ketika kamu tak dikenal, kamu mempunyai ruang untuk “berbuat kesalahan” terhadap karyamu. Sebaliknya, saat kamu terkenal, mata semua orang akan tertuju pada karyamu; kamu merasa bahwa kamu berada di bawah tekanan besar untuk menghasilkan sebuah karya fenomenal yang terkadang dapat menekan munculnya kreativitas. Ber-eksperimen dengan karya akan menjadi sesuatu yang sulit mengingat orang-orang telah memiliki ekspektasinya tersendiri terhadapmu. Saat kamu mencoba sesuatu yang baru dan kamu gagal, mereka mungkin akan mengkritik atau bahkan mencaci hasil kerja kerasmu.
Jadi manfaatkanlah momen saat kamu tak dikenal. Buatlah sebanyak mungkin “kesalahan” yang akan membantumu untuk berkembang. Saat kamu merasa sudah siap untuk dikenal, bagikan karyamu dengan orang-orang di sekitarmu secara konsisten. Membagikan hasil karya tak pernah semudah di era digital ini. Kamu bisa membagikan hasil akhir dari karyamu, atau bahkan proses dari pembuatan karya itu sendiri; bagikanlah semuanya selama itu menunjukkan kepada orang lain akan passion mu. Ketika kamu membagikan karyamu, mereka akan lebih merasa terhubung denganmu dan mungkin menginginkanmu untuk berkarya lagi dan lagi.
Ciptakan Ruang Kerja yang Menginspirasi, Tetapi Jangan Lupa Juga Untuk Keluar Dari Ruangan
Di abad ke-18, ketika seseorang menginginkan untuk mendapatkan inspirasi dari sebuah karya seni legendaris, ia harus bepergian ke Mediterania agar dapat menyaksikan patung- patung peninggalan dari jaman Renaisans atau Fresko. Namun digitalisasi mengubah semuanya, kamu dapat mempelajari karya seni tersebut melalui telepon pintar atau laptopmu saja. Untuk memanfaatkan situasi ini dengan lebih baik, kamu dapat mendesain ruangan pribadimu dengan lebih cermat untuk memaksimalkan kreativitas yang muncul dari dalam; coba rias ruangan dengan hal-hal yang menginspirasimu, seperti karya seni dari artis- artis favorit. Selain itu, jika hasil dari karyamu dikemas dalam bentuk digital, tak ada salahnya jika kamu menggunakan alat-alat non-digital untuk menciptakan ide-ide baru, entah itu dengan membuat sketsa atau menuliskan ide di selembar kertas.
Salah satu buku dari penulis yang berjudul “Newspaper Blackout” ditulis dengan cara yang tak biasa. Pertama-tama, ia mencetak tulisan-tulisannya di masa lampau, lalu memotong tulisan-tulisan tersebut ke dalam sekumpulan potongan kata yang lebih kecil, kemudian menyusun potongan-potongan tersebut menjadi sebuah buku baru yang bermakna. Cara-cara tak lazim seperti ini memberinya kebebasan untuk ber-eksperimen, dan ini bahkan lebih efektif dari pada memindahkan kata-kata di Microsoft Word. Berdasarkan pengalaman ini, penulis menyarankan kita untuk membagi ruang kerja menjadi dua bagian: bagian dengan alat-alat digital, dan bagian dengan alat-alat non-digital. Walaupun nampak cukup sederhana, perubahan kecil seperti ini dapat memberimu sudut pandang baru mengenai karya-karyamu.
Meskipun seorang artis dapat bekerja dari dalam rumahnya, tetap saja menyempatkan diri keluar ruangan juga disarankan penulis. Mengganti suasana kerja dengan berpindah ke kota atau negara lain dapat memberimu perspektif baru. Penulis sendiri, yang berasal dari Texas, pernah memutuskan untuk tinggal di Inggris dan Itali yang memberi perubahan signifikan terhadap jalan hidup dan karirnya.
Hargai Pujian yang Kamu Terima, dan Jangan Biarkan Kritik Meruntuhkanmu
Saat kamu mengunggah hasil karyamu di dunia maya, bersiaplah untuk menerima cacian dan kritikan dari orang-orang yang membenci dirimu atau senimu. Namun jangan biarkan perkataan mereka menyurutkan semangatmu untuk terus berkarya. Abaikan mereka dan justru gunakan amarahmu untuk menginspirasimu. Sibuk melayani orang yang mengkritikmu dengan membalas komentar mereka satu per satu hanya akan menghabiskan waktumu saja. Lebih baik gunakan waktu itu untuk mencari inspirasi. Satu kebiasaan unik yang dilakukan penulis dengan hate comment adalah ia kadang menyempatkan diri untuk membacanya di pagi hari karena ia merasa mendapatkan energi untuk berkarya dari sana.
Tapi internet juga penuh dengan orang-orang baik yang mau menghargai hasil kerja keras seseorang. Perhatikan pujian-pujian tersebut, dan jangan lupa untuk memuji orang lain yang sedang berjuang untuk menciptakan karya terbaiknya. Get creative with it! Sebagai contoh, kamu bisa memuji penulis favoritmu dengan menuliskan sebuah blog atau mengunggah hasil karya dari mereka di halaman media sosialmu dengan mencantumkan nama mereka. Kleon percaya bahwa semakin banyak pujian yang kamu berikan, semakin banyak juga pujian yang akan kamu terima.
Lagi-lagi Kleon memiliki cara uniknya untuk mengenang semua pujian yang ia pernah terima. Dalam komputernya, ia membuat sebuah folder yang berisi komentar, email dan tweet positif. Ketika ia sedang merasa tak bersemangat, ia akan membuka folder tersebut dan mengingatkan dirinya bahwa banyak juga orang-orang yang mengapresiasi apa yang ia lakukan. Pengakuan itu pasti dapat mengangkat semangatnya kembali.
Tirukan, modifikasi, cari caramu sendiri, dan bagikan karyamu kawan!
Add a comment