Site logo

Tips Membuat Kerangka (Framing) Pertanyaan Penelitian untuk Wawancara dalam Penelitian Kualitatif

Sumber: Simon Fraser University

Dalam rangka membuat kerangka pertanyaan penelitian yang pantas untuk sebuah penelitian kualitatif, ada beberapa isu yang harus kamu pertimbangkan terlebih dahulu:

  1. Jenis pertanyaan yang sebaiknya kamu gunakan. Atau dengan kata lain, jenis pengetahuan seperti apa yang peneliti ingin hasilkan dari analisis data wawancara?
  2. Cakupan (scope) dari pertanyaan yang diajukan: Seberapa luas atau sempitnya rentang pengalaman yang akan diteliti dalam riset?
  3. Kebutuhan untuk menghindari prasangka/perkiraan (presupposition) dalam pertanyaan yang mungkin akan mendistorsi proses riset.
  4. Sejauh apa pertanyaan penelitian itu sendiri (mungkin) dapat mengubah proses dalam menjalankan studi kualititif ini.

Mari kita bahas 4 hal tersebut satu per satu.

Jenis Pertanyaan Penelitian

Salah satu kesalahan yang paling umum dan berpotensi mendatangkan masalah yang kerap diperbuat oleh peneliti kualitatif pemula adalah membingkai pertanyaan dengan cara yang justru jenis jawabannya tak dapat diberikan oleh riset kualitatif. Ini termasuk pertanyaan- pertanyaan yang menanyakan tentang hubungan sebab akibat yang sederhana (simple causal relationships). Contohnya: seorang murid pernah berkonsultasi kepada penulis dan menyatakan bahwa ia ingin menggunakan wawancara kualitatif untuk menemukan “Apa yang menyebabkan wanita muda mengalami gangguan makan? (What causes young women to develop eating disorders?)”. Pertanyaan seperti ini tidak cocok ditanyakan dengan metode kualitatif, alih-alih, kamu perlu menajawabnya dengan metode kuantitatif sesuai dengan tradisi hypothetico- deductive. Pertanyaan tersebut mungkin dapat dijawab dengan melakukan analisis data epidemiologi, atau juga melaksanakan survei menggunakan kuesioner. Wawancara kualitatif tak akan pernah mampu menjawab pertanyaan semacam ini.

Kesalahan lain yang dapat dibuat dalam menyusun pertanyaan penelitian semacam ini adalah mencoba untuk menetapkan tren-tren umum (establish general trends) terhadap fenomena yang sedang diteliti. Masih terkait dengan contoh sebelumnya, kamu mungkin dapat mengajukan pertanyaan “Apakah wanita lebih kuat dipengaruhi oleh media terkait isu citra tubuh (body image) dibandingkan pria?”. Bisa dilihat bahwa pertanyaan ini tak bermaksud untuk mencari tahu penyebab-penyebab dasar dari perilaku eating disorder, akan tetapi pertanyaan ini bertujuan untuk menghasilkan pemahaman umum (generalized understanding) dari dua kategori manusia yang sangat berbeda (wanita muda dan pria muda). Di sini lah letak perbedaan antara penelitian kualitatif yang tak mengizinkan adanya upaya untuk menggeneralisasi atau mentransfer pemahaman dari sebuah studi yang sangat spesifik kepada konteks yang lebih luas.

Sebagai kesimpulan dua poin di atas, pertanyaan penelitian untuk wawancara kualitatif tak mengizinkan menetapkan hubungan sebab-akibat (establishing causal relationship) atau menggeneralisasikan pola-pola perilaku.

Pertanyaan wawancara kualitatif justru harus fokus pada “arti” (meaning) dan pengalaman (experience) dengan menjadikan kelompok partisipan-partisipan tertentu sebagai referensi. Jika kita mengambil topik di atas, maka pertanyaan pertama yang dapat diajukan dapat berupa “Bagaimana pandangan wanita muda terhadap penggambaran citra tubuh ideal yang diangkat oleh majalah-majalah dan koran-koran pada umumnya?”. Walaupun dalam penelitian kualitatif tak diperbolehkan untuk menetapkan hubungan sebab akibat, peneliti diberi kebebasan untuk mencari tahu persepsi peserta penelitian terhadap hubungan sebab akibat yang ada pada topik tertentu dengan pertanyaan seperti “Bagaimana pemahaman orang-orang yang didiagnosis menderita anorexia terhadap fenomena eating disorder yang mereka alami?”.



Cakupan Pertanyaan Penelitian (Scope of The Research Question)

Bahkan jika pertanyaan penelitian kualitatif sudah memeiliki fokus yang tepat, mungkin saja pertanyaan-pertanyaan tersebut masih belum tepat dari segi cakupannya. Pertanyaan penelitian dengan cakupan yang sangat luas itu problematik karena penelitian kualitatif justru menaruh penekanan pada memahami kehidupan suatu kelompok dalam konteks tertentu. Jika sebuah studi kualitatif mencoba untuk mencakup pengalaman-pengalaman dari konteks- konteks sosial yang terlalu luas, temuan dari studi justru menyajikan potret-potret informasi yang saling tidak terkait, sehingga hampir tidak mungkin untuk menarik kesimpulan. Pertanyaan penelitian tentang citra tubuh yang telah diperbaiki pada paragraf sebelum ini mempunyai kelemahan dari segi cakupannya sebab “wanita muda” merupakan kategori yang masih terlalu luas. Sangat dianjurkan bagi peneliti untuk mempersempit cakupan kelompok dengan ditentukannya rentang usia, kelas sosial, pekerjaan dan lain sebagainya.

Cakupan pertanyaan yang terlalu sempit juga dapat menghasilkan temuan yang kurang begitu berguna dan menarik. Penelitian kualitatif itu bermanfaat karena ia dapat membantu peneliti menemukan perbedaan yang dirasakan tiap individu dalam menghadapi sebuah fenomena, serta kemiripan-kemiripan yang juga mereka rasakan. Selain itu, pertanyaan penelitian yang terlalu sempit berujung pada sample penelitian yang begitu homogen, sehingga tidak memungkinkan untuk mengungkap pengalaman dan makna yang dirasakan tiap individu yang pada kenyataannya cukup beragam. Cakupan yang terlalu sempit juga dapat menghasilkan tenemuan yang begitu telokalisasi dari segi relevansinya sehingga pengetahuan tersebut tak dapat banyak berkontribusi pada debat intelektual seputar topik yang sedang diteliti.

Ketika memutuskan besarnya cakupan pertanyaan penelitian, sebuah faktor kunci yang perlu diperhatikan adalah tingkat sumber daya yang tersedia digenggamanmu. Secara keseluruhan, pertanyaan-pertanyaan dengan cakupan lebih luas akan membutuhkan studi dengan skala yang lebih luas juga agar pertanyaan-pertanyaan dapat terjawab dengan lebih efektif. Peneliti yang baru saja menggunakan pendekatan kualitatif sangat rawan untuk melampaui batas dari segi cakupan, dan merasa tidak yakin dengan manfaat yang diperoleh dengan mempersempit cakupan. Jika penjabaran ini mendeskripsikan situasimu, ingatkan pada diri bahwa pada dasarnya penelitian kulitatif lebih memperhatikan hal-hal yang cukup spesifik dari pada hal-hal yang umum (fundamentally concerned with the particular rather than the general). Maka dari itu, penulis menyarankan untuk condong mempersempit cakupan dari pertanyaan penelitian saat kamu mengalami keraguan.



Menghindari Prasangka atau Anggapan (Avoiding Presuppositions)

Misalkan saja kita ingin mengetahui bagaimana pengalaman seseorang saat mengunjungi self- help website yang membahas tentang cara untuk melindungi diri atau menyembuhkan diri dari kejahatan yang terjadi di jalan raya. Kemudian kita melemparkan pertanyaan yang berbunyi, “Apa saja manfaat yang dirasakan oleh korban kejahatan jalanan saat mengunjungi self-help website?”. Pertanyaan tersebut sudah cukup fokus untuk menggali pengalaman yang dirasakan korban, dan dari segi cakupan juga realistis. Akan tetapi dalam pertanyaan tersebut terdapat kata “manfaat” yang dapat menggiring narasumber untuk hanya memikirkan hal positif yang dimiliki website. Pertanyaan semacam ini akan membuatmu mengabaikan pengalaman negatif yang mungkin saja berkaitan dengan penggunaan website.

Mungkin kamu berpikiran, bagaimana jika pertanyaan diubah menjadi “Apa saja manfaat dan kerugian yang dirasakan oleh korban kejahatan jalanan saat mengunjungi self-help website?”. Namun menurut penulis, pertanyaan seperti ini juga akan mendorongmu untuk mencari dikotomi yang jelas antara mana pengalaman yang ‘baik dan buruk’, yang mungkin tidak sesuai dengan pandangan narasumber. Maka dari itu, pertanyaan terbaik yang dapat diajukan adalah “Pengalaman-pengalaman apa saja yang para pengguna alami saat mengunjungi self-help website yang membahas tentang korban kejahatan jalanan?”.



Pertanyaan Penelitian yang Bergeser dari Satu Topik ke Topik Lain (The Shifting Research Question)

Dalam penelitian kualitatif, tak jarang bagi para peneliti merasa bahwa pertanyaan penelitiannya mulai bergeser seiring dengan berjalannya studi. Walaupun ini akan menjadi isu besar dalam studi kuantitatif positivistic, hal ini tidak begitu menjadi masalah pada studi kualitatif. Penelitian kualitatif selalu mempunyai karakter exploratory (penyelidikan) dalam tingkatan tertentu, dan terkadang tak bisa dihindari bahwa sebuah penelitian akan bergerak ke arah yang masih relevan dengan topik yang telah ditetapkan, akan tetapi berada di luar cakupan dari pertanyaan-pertanyaan penelitian awal/orisinal. Jika kita ambil contoh dari kasus korban kejahatan jalanan sebelumnya, peneliti mungkin menemukan bahwa para peserta wawancara secara konsisten ingin menceritakan pengalaman mereka terkait helpline (layanan bantuan) yang ada pada website dari pada website itu sendiri. Dalam memutuskan apakah redefinisi pertanyaan penelitian semacam ini diizinkan, peneliti manapun harus mempertimbangkan beberapa isu konseptual dan praktikal yang ada pada proyek tersebut, dengan menjawab pertanyaan berikut:

  • Apakah perubahan pada pertanyaan penelitian akan merusak/mengurangi koherensi dari studi secara keseluruhan? Dalam contoh yang diberikan, meneliti layanan bantuan (helpline) disamping website itu sendiri tak akan mengubah secara substansial hal yang menjadi isu utama dalam penelitian, yakni tentang pengalaman menggunakan sumber informasi bantuan diri (self-help resources) bagi para korban kejahatan jalanan. Sebaliknya, akan menjadi masalah jika peneliti memperluas cakupan studinya untuk melihat secara detil pengalaman psikoterapi dari tiap-tiap korban di luar jasa yang disediakan oleh website beserta dengan helpline nya.
  • Apakah perubahan pertanyaan penelitian akan memberikan beban di luar batas dari sumber daya yang dimiliki saat ini? Dalam kasus ini, menambahkan pertanyaan untuk menggali lebih detil respons terhadap penggunaan helpline website mungkin akan memperpanjang waktu wawancara sekitar 20 menit. Efek lanjutan yang ditimbulkan adalah waktu tambahan yang diperlukan untuk proses transkripsi dan analisis hasil wawancara terhadap beberapa orang. Ini patut menjadi pertimbangan jika kamu memiliki waktu dan sumber daya yang terbatas.
  • Apakah pemangku kepentingan dalam proyek ini senang dengan perubahan tersebut? Perubahan signifikan terhadap proyek penelitian tak hanya menjadi perhatian dari penelitinya saja. Dalam tesis untuk gelar master atau doctoral, supervisor dari peneliti akan memastikan bahwa perubahan-perubahan tersebut tidak akan merusak kualitas intelektual dari penelitian, dan perubahan tak akan menyebabkan penundaan yang berlarut-larut terhadap waktu penyelesaian penelitian. Para pendana penelitian juga akan memperhatikan tentang waktu penyelesaian mengingat bertambahnya waktu akan memakan lebih banyak biaya. Terkadang ada juga pertimbangan politis dan etis yang perlu diperhatikan.

Demikian yang bisa kami sampaikan. Mohon maaf apabila masih ada hal yang dirasa keliru dalam penerjemahan ini. Untuk lebih detilnya, silahkan klik tautan ini.

Comments

  • No comments yet.
  • Add a comment