Ketika orang-orang berbicara tentang “merokok”, selalu tidak luput dari pembahasan yang buruk terhadap merokok itu sendiri. Memang benar bahwa kandungan di dalam rokok mungkin memengaruhi kesehatan. Tapi pertanyaannya, apakah hanya orang ‘‘bodoh’’ yang merokok? Faktanya, orang ‘‘pintar’’ juga merokok. Lalu, kenapa orang-orang ini tetap merokok?
Ade Rai menjawab rasa penasarannya itu pada Podcast Vasco Ruseimi, bahwa ternyata merokok ada ‘‘manfaatnya’’. Proses merokok melibatkan nuansa yang bernama pranayama, yang artinya teknik pernapasan yang digunakan untuk mengontrol, mengolah, dan memodifikasi energi dalam tubuh.
Misalnya, kita sedang pusing dan tidak bisa berpikir jernih saat akan membuat keputusan dalam rapat, kemudian kita keluar ruangan dan merokok. Setelah merokok, pikiran kita rasanya kembali segar dan mudah menyerap ide. Bagaimana ini bisa terjadi?
Karena yang terjadi saat kita tidak merokok adalah napas kita pendek dan cepat (pernapasan dada). Maka, mode yang teraktifasi adalah fight or flight, yang mana itu adalah sympathetic nervous system, atau respon stres. Dengan merokok, napas menjadi panjang dan pelan (pernapasan perut). Sehingga yang terjadi adalah dari sympathetic nervous system ke parasympathetic nervous system, atau dari respon stres ke respon rileks.
Menurut Ade Rai, gerakan pikiran kita adalah gerakan napas kita. Maksudnya yakni kemampuan menciptakan sebuah sistem yang dapat mengubah respon stres menjadi respon rileks, dapat kita peroleh melalui merokok. Jadi saat merokok, “persepsi” yang otomatis akan menjadi komando pusat.
Badan tubuh manusia adalah kumpulan kuman yang dibalut oleh kulit. Bedanya kuman di badan kita dengan kuman di luar badan kita adalah bahwa di luar itu, kuman tidak ada komandonya, sedangkan di dalam badan, kuman ada komandonya yaitu “persepsi” kita.
Ketika kita mengadopsi ketakutan dan kecemasan sebagai lifestyle, otomatis yang terjadi adalah sel akan berproteksi dan napas kita menjadi pendek dan cepat. Tapi ketika kita merokok, napas kita menjadi panjang dan pelan, mendadak persepsinya berubah menjadi lebih tenang. Itulah mengapa orang merokok merasa nyaman, karena rokok sudah mengajarkan kita bernapas secara natural.
‘‘Inhale from the belly instead of the chest area.’’
Pernapasan Diafragma vs Pernapasan Dada
Louisa Richards menuliskan melalui How to breathe properly for better health, bahwa bernapas biasanya merupakan proses yang tidak disadari. Pernapasan, atau respirasi, adalah proses pertukaran udara yang kompleks yang melibatkan bagian-bagian tubuh berikut:
Paru-paru: Ini adalah sepasang organ spons yang berada di kedua sisi dada. Paru-paru mengembang saat seseorang menarik napas dan berkontraksi saat menghembuskan napas. Setiap paru-paru dikelilingi oleh selaput tipis yang disebut pleura, yang melindungi paru-paru dan memungkinkannya meluncur maju mundur selama bernapas.
Diafragma: Ini adalah otot tipis yang berada di bawah paru-paru dan di atas rongga perut. Gerakan naik-turunnya membantu paru-paru berkontraksi dan mengembang.
Otot interkostal: Ini adalah otot yang berjalan di antara tulang rusuk. Mereka memiliki kontribusi saat pernapasan dengan membantu rongga dada mengembang dan berkontraksi.
Cara paling efisien untuk bernapas adalah dengan membawa udara ke bawah menuju perut, atau dikenal sebagai pernapasan perut, pernapasan dalam, atau pernapasan diafragma. Saat diafragma berkontraksi, perut mengembang untuk mengisi paru-paru dengan udara. Pernapasan ini efisien karena menarik paru-paru ke bawah, menciptakan tekanan negatif di dalam dada. Hal ini membawa udara ke paru-paru.
Menurut Swami Rama, yang ditulis melalui Diaphragmatic Breathing: Foundation for Pranayama, menyebutkan bahwa aspek terpenting dari kontrol pernapasan adalah pernapasan diafragma. Rata-rata orang menggunakan otot dada daripada diafragma saat bernapas (pernapasan dada), dan pernapasan seperti itu biasanya dangkal, cepat, dan tidak teratur.
Sebagai akibat dari pernapasan dada, lobus bawah paru-paru, yang menerima pasokan darah yang melimpah, tidak mendapatkan ventilasi yang memadai, sehingga pertukaran gas yang terjadi antara udara di paru-paru dan darah menjadi tidak memadai. Ahli fisiologi pernapasan menyebut ini sebagai kelainan ventilasi-perfusi.
Dengan pernapasan diafragma, ketidaksetaraan antara ventilasi dan perfusi diminimalkan. Ada juga bukti yang menunjukkan bahwa pernapasan diafragma bermanfaat karena meningkatkan tekanan hisap yang tercipta di rongga toraks dan meningkatkan aliran balik darah vena, sehingga mengurangi beban pada jantung dan meningkatkan fungsi peredaran darah.
Meskipun pernapasan dada sekarang menjadi alami dan tidak disengaja bagi sebagian besar dari kita, hal itu benar-benar bagian dari sindrom fight-or-flight, yang muncul ketika organisme ditantang oleh tekanan atau bahaya eksternal. Karena timbal balik antara napas dan pikiran, pernapasan dada, pada gilirannya, menimbulkan ketegangan dan kecemasan yang terkait dengan sindrom tersebut.
Dengan pernapasan dada, napas menjadi dangkal, tersentak-sentak, dan tidak stabil, menghasilkan ketidakstabilan pikiran yang serupa. Semua teknik yang ditujukan untuk memberikan relaksasi tubuh, saraf, dan pikiran tidak akan efektif kecuali jika pernapasan dada diganti dengan pernapasan diafragma yang dalam, merata, dan stabil.
Adapun dikutip dari laman Cleveland Clinic, berjudul Diaphragmatic Breathing, bahwa pernapasan diafragma dimaksudkan untuk membantu kita menggunakan diafragma dengan benar saat bernapas. Hal ini untuk:
Memperkuat diafragma.
Mengurangi kerja pernapasan dengan memperlambat laju pernapasan kita.
Menurunkan kebutuhan oksigen.
Menggunakan lebih sedikit usaha dan energi untuk bernapas.
Selama pernapasan diafragma, kita secara sadar menggunakan diafragma untuk menarik napas dalam-dalam. Saat kita bernapas dengan dada, kita tidak menggunakan paru-paru kita secara maksimal. Pernapasan diafragma memungkinkan kita menggunakan paru-paru dengan kapasitas 100% untuk meningkatkan efisiensi paru-paru.
Manfaat Pernapasan Diafragma
Swami melanjutkan dalam tulisannya bahwa, pernapasan diafragma sangat mengurangi laju pernapasan. Bernapas ke dalam relung paru-paru yang dalam itu sehat dalam segala hal. Karena perikardium melekat pada diafragma, saat diafragma bergerak ke atas dan ke bawah selama pernapasan diafragma yang dalam dan lambat, jantung menerima pijatan lembut. Gerakan diafragma juga memijat hati dan pankreas serta membantu meningkatkan fungsi limpa, lambung, dan usus kecil.
Jika latihan pernapasan diafragma berirama dilakukan 10 kali sehari selama setidaknya dua bulan, dengan perpanjangan inhalasi dan pernafasan yang bertahap dan sama, tubuh akan mengalami perasaan relaksasi dan istirahat yang dalam, lebih nyenyak bahkan daripada tidur yang paling nyenyak.
Seseorang akan tetap bebas dari stres dan ketegangan yang merupakan sumber dari banyak penyakit fisik dan psikosomatis. Saraf akan menjadi tenang, dan suara serta wajah akan menunjukkan ketenangan ini. Suara itu akan menjadi lebih manis, dan garis-garis kasar pada wajah akan digantikan oleh cahaya lembut.
Selain manfaat kesehatan, menurut salah satu artikel Voice Over Tip, berjudul How To Speak From The Diaphragm?, berbicara dengan napas diafragma adalah konsep yang digunakan terutama dalam praktik akting suara dan berbicara di depan umum. Ini mengharuskan kita untuk mengaktifkan diafragma saat bernapas dan berbicara.
Tujuannya adalah untuk melatih individu untuk memperhatikan diafragma mereka dan menggunakannya dengan sengaja. Melatih dan menggunakan diafragma dapat meningkatkan kemampuan vokal seorang aktor yang tampil, dan sangat berguna juga untuk pembicara publik dan penyanyi.
Kemampuan untuk fokus, rileks, dan menguatkan diri dengan menggunakan pernapasan diafragma merupakan aset bagi para pengisi suara. Saat tampil, kita harus menarik napas dalam-dalam.
Dengan melakukan itu, kita akan memperlambat denyut nadi, tetap berada di masa sekarang dan menciptakan suara yang terdengar lebih akrab dan alami bagi pendengar. Karena kemanjurannya yang luar biasa, hal ini berfungsi sebagai komponen penting dari kinerja yang sukses.
Adapun dalam tulisan Amy Hume, berjudul Ever been told to speak from your diaphragm? Here’s what that means, menjelaskan bahwa diafragma kita adalah kunci pernapasan, dan pernapasan adalah kunci suara kita. Ketika berbicara, pernapasan diafragma sangat penting. Napas sangat penting untuk suara karena napas itu sendiri sebenarnya adalah suara.
Coba lakukan ini: letakkan tangan kita tepat di depan mulut dan bacalah kalimat berikut dengan lantang:
‘‘Suara yang saya buat sekarang dibuat oleh napas yang melewati lipatan vokal, menyebabkannya bergetar.’’
Apakah kita merasakan napas di tangan? Tanpa napas yang cukup, pita suara kita tidak akan pernah cukup bergetar untuk mengeluarkan banyak suara. Jadi, masuk akal bahwa untuk memiliki suara yang kuat, kita perlu menarik napas dengan kuat.
Bernapas dengan diafragma juga menjadi solusi agar kita tidak kehabisan napas saat sedang berbicara. Pernapasan dangkal (atau dada) hanya menggunakan sebagian kecil paru-paru, dan tidak cukup bernapas untuk sarana suara. Hal ini karena:
Volume terbatas,
Kelelahan vokal karena berusaha menjadi lebih keras tanpa udara yang cukup (otot bekerja ekstra keras),
Peningkatan saraf dari bernapas dengan cepat,
Berpotensi berbicara dengan nada yang lebih tinggi dari yang diperlukan, karena ketegangan di tubuh.
Julie Cohn menyebutkan dalam tulisan Diaphragmatic Breathing, bahwa pernapasan diafragma menghasilkan suara yang lebih kuat karena menggunakan bagian belakang dan bawah paru-paru, yang memungkinkan lebih banyak udara di dalam tubuh. Dan oleh karena itu, lebih banyak udara yang keluar melalui pita suara saat kita berbicara.
Saat kita menggunakan pernapasan diafragma, ada cukup udara untuk dihembuskan dengan lancar melalui pita suara, tanpa menggunakan otot secara berlebihan untuk mendorong udara keluar. Ada cukup udara untuk tetap bergerak cepat sehingga tidak ada celah saat otot perlu dikencangkan.
Julie terkadang menggunakan analogi pasta gigi: jika tabung sangat penuh, sedikit usaha untuk memindahkan pasta gigi, akan banyak pasta gigi yang keluar dari tabung. Jika tabungnya hampir kosong, kita benar-benar perlu memerasnya untuk mengeluarkan pasta gigi yang cukup.
Sama halnya dengan udara: jika udara cukup maka suara akan dapat keluar dengan halus, tanpa menekan otot. Tetapi, jika udara tidak cukup karena hanya pernapasan dada, otot akan tegang untuk mencoba memaksa. lebih banyak udara keluar, dan hasilnya terdengar tegang dan lemah.
Menumbuhkan Kebiasaan Pernapasan Diafragma
Krista Brown dirangkum dari 8 Breathing Exercises For Next Time You Speak In Public, menjelaskan bahwa untuk mengetahui apakah kita sedang bernapas dengan pernapasan dada atau diafragma, secara sederhana berbaringlah di matras. Letakkan satu tangan di perut dan tangan lainnya di dada. Tarik napas perlahan dan perhatikan tangan mana yang terangkat.
Jika tangan di dada kita mulai terangkat, kita menarik napas pendek, dan itu adalah pernapasan dada. Namun, jika tangan di perut kita yang terangkat, selamat, itu adalah napas diafragma.
Kita harus merasakan napas membuat perut kita naik dan turun, serta tulang rusuk kita juga akan mengembang. Banyak orang merasakannya sampai ke punggung mereka. Berbaring membantu otot kita rileks, yang dapat membantu mengakses otot-otot ini dengan lebih mudah.
Namun, jika kita tidak bisa berbaring, cobalah melakukannya sambil berdiri atau duduk. Jika berdiri, coba mundur ke dinding. Ini akan membantu memastikan punggung kita lurus dan leher serta kepala berada tepat di atas tulang belakang kita. Di sisi lain, hanya karena kita menggunakan diafragma, bukan berarti dada kita benar-benar akan diam. Itu hanya berarti udara juga turun ke bawah ke dalam tubuh.
Akan ada momen hening sejenak yang mungkin terasa seperti puncak ayunan, saat tekanan di paru-paru kita lebih tinggi daripada udara di luar tubuh. Kemudian diafragma kita rileks, dan paru-paru kita mulai melepaskan udara kembali, dan paru-paru serta tulang rusuk kita kembali secara elastis ke bentuk aslinya.
Adapun melanjutkan tulisan Amy, bahwa saat sebelum kita akan melakukan pertemuan atau presentasi, luangkan 30 hingga 60 detik pernapasan diafragma untuk mempersiapkan tubuh kita. Ini adalah transisi dari satu kerangka berpikir ke kerangka berpikir lainnya.
Saat kita rileks, nyaman, dan bernapas dengan efektif, kita akan merasakan keseimbangan dalam tubuh. Kita tidak akan condong ke depan atau ke belakang. Berat badan kita akan merata pada kedua kaki, dan jika kita sedang duduk, kita akan merasakan kedua tulang dudukan pada kursi. Jika kita tidak sejajar, tulang rusuk kita tidak akan lentur di kedua sisi.
Pertimbangkan juga postur tubuh kita. Jika membungkuk ke depan, tulang rusuk depan kita tidak akan bisa terbuka, dan kita tidak akan bisa mengisi paru-paru sepenuhnya. Jika kita cenderung sedikit membungkuk ke belakang atau jika punggung kita kencang, tulang rusuk kita mungkin tidak bergerak sama sekali. Ketegangan apapun membatasi kelenturan tulang rusuk, dan idealnya kita ingin tulang rusuk fleksibel dan dapat mengembang.
Bernapas seharusnya terasa mudah, dan seharusnya tidak terlalu keras. Kebanyakan orang, saat menghela napas, menarik napas dalam-dalam dan menghela napas dengan keras. Menurut Amy, ini adalah indikator yang jelas bahwa mereka memiliki tenggorokan yang ‘tertutup’ atau tegang. Saat tenggorokan kita rileks, jalan napas kita terbuka dan kita bernapas dengan diafragma.
Dalam yoga, kita diajarkan untuk mengendalikan napas masuk dengan pose, dan napas keluar dengan pose. Sebaliknya, ketika kita sedang berbicara, kita tidak ingin mengendalikan napas. Kita ingin itu alami dan mengalir bebas. Adapun dirangkum kembali dari artikel Voice Over Tip, kita dapat berlatih berbicara dari diafragma dengan salah satu metode berikut:
Bicaralah di depan cermin untuk memastikan perut kita terisi udara saat menarik napas dan bahu kita tetap rata.
Cobalah tongue twisters untuk melatih pernapasan sambil berbicara cepat. Ini akan membantu kita belajar mengambil napas efektif dalam kondisi sulit.
Latih pernapasan diafragma sambil membaca dengan suara keras. Fokus pada bagian pernapasan saat membaca, nantinya, hal itu akan menjadi kebiasaan yang tidak disengaja.
Sebenarnya, istilah berbicara dari diafragma agak keliru. Diafragma adalah otot inhalasi utama, yang bergerak selama menghirup dan beristirahat selama menghembuskan napas. Akibatnya, kita tidak dapat langsung berbicara dari diafragma kita, tetapi kita dapat memanfaatkan udara ekstra dan pernapasan diafragma resonansi yang diberikan untuk meningkatkan kemampuan vokal kita. Oleh karena itu, berbicara dari diafragma berarti menggunakan diafragma untuk memaksimalkan kinerja kita.
Berbicara dari diafragma melibatkan penggunaan napas yang lebih dalam. Beberapa orang bernafas dengan dangkal, yang membuat mereka tidak memiliki cukup udara untuk berbicara dengan keras, mengucapkan frasa, atau berbicara dengan tepat untuk sulih suara. Akibatnya, mereka meregangkan tenggorokan daripada menggunakan seluruh tubuh mereka untuk mengirimkan udara melalui pita suara.
‘‘Slower diaphragmatic breathing should be quite calming as your respiration becomes more effective.’’
Pernahkah kita memperhatikan bagaimana seorang anak kecil bernapas? Atau kucing yang tertidur pulas? begitulah napas kecil yang tidak terbebani. Mereka bernapas dengan seluruh tubuh mereka, bahkan kaki mereka tampak bergerak.
Saat anak-anak tumbuh dewasa, berdiri dan mulai menghabiskan hidup mereka dengan mengenakan pakaian ketat, bekerja di depan komputer dan mengendarai mobil, pernapasan mereka menjadi semakin terbatas, dan mereka kehilangan pernapasan ‘seluruh tubuh’ yang indah dan alami yang pernah mereka miliki (pernapasan diafragma).
Pikirkan semua hal yang kita lakukan dalam sehari ketika dewasa: kita berada di meja, menggunakan komputer, mengemudi, bermain ponsel. Banyak hal yang kita lakukan itu melibatkan tangan kita di depan kita, yang sering mengakibatkan bahu kita berputar ke depan dan merosot (bungkuk), lalu menyebabkan tubuh kita dibatasi, tegang dan napas menjadi tidak teratur.
Saat dewasa, kita merasa tidak ada yang salah, kita percaya bahwa kita melakukan cara bernapas dengan benar. Tetapi sebenarnya sebagian besar dari kita hanya menggunakan dada bagian atas dan perut bagian atas saat bernapas atau menggunakan pernapasan dada.
Dikutip dati tulisan Julie, sebenarnya, kebanyakan orang dewasa, saat santai, sudah bernapas dengan diafragma secara alami. Namun, ketika saatnya untuk berbicara, atau saat stres, beberapa orang menjadi tegang, dan karena itu menggunakan pernapasan dada yang lebih dangkal.
Hal ini bisa menjadi kebiasaan, sehingga kita bahkan tidak menyadari bahwa kita sedang tegang saat pernapasan dada terjadi. Disisi lain, juga dapat menyebabkan ketegangan pita suara dan ketegangan otot di sekitar pita suara, dan membuat suara kita terdengar lebih pelan dan kurang bertenaga.
Sebegitu bermanfaatnya napas ini untuk kita, berlatih pernapasan diafragma akan membuatnya lebih mudah. Tetaplah lakukan latihan, karena dengan terus berlatih pernapasan diafragma akan menjadi otomatis. Lakukan latihan selama 5 hingga 10 menit sekitar tiga hingga empat kali sehari. Secara bertahap tingkatkan jumlah waktu yang kita habiskan untuk latihan.
Add a comment