Kekuasaan. Kita cenderung berpikir bahwa kekuasaan (power) dimiliki sepenuhnya oleh seseorang yang berada di posisi puncak dari sebuah hierarki. Akan tetapi, semakin rendah tingkatan seseorang, maka semakin sedikit pula kekuasaan yang digenggam. Mereka yang di atas mampu memaksakan sebuah keputusan, memiliki banyak akses terhadap informasi, dan merasa berhak untuk mempertahankan kekuasaan. Namun apakah pandangan seperti ini layak untuk dipertahankan? Apakah mungkin jika kekuasaan tidak lagi berada di tangan segelintir orang, melainkan di tangan dari berbagai pihak yang berkepentingan?
Struktur Kekuasaan Amerika Serikat Dibangun Dengan Menggunakan Fondasi Konstelasi, Namun Berakhir dengan Menganut Struktur Piramida
Pada tanggal 4 Juli 1776, para pendiri dari Amerika Serikat kompak menandatangani deklarasi kemerdekaan. Di waktu itu, para pendiri berpendapat bahwa harus ada sebuah simbol atau logo yang dapat mengingatkan generasi penerus Amerika tentang hari bersejarah ini yang kemudian disebut dengan “The Great Seal”. Segala nilai dan prinsip yang dipegang teguh oleh rakyat harus terkandung di dalam simbol mengingat berdirinya Amerika adalah hasil dari bersatunya 13 koloni dengan pandangan yang berbeda sebagai satu bangsa, satu negara.
Politisi yang ditugasi untuk mengawasi proses desain dari “The Great Seal” adalah Charles Thomson. Beliau menunjuk 3 orang untuk menginisiasi desain awal dari simbol, yakni: Benjamin Franklin, Thomas Jefferson, dan John Adams. Setelah melihat hasilnya, Charles masih belum cukup puas. Beliau memutuskan untuk membentuk beberapa komite baru dan mendengarkan masukan dari beberapa konsultan untuk mengembangkan kembali ide awal. Akhirnya, setiap komite menambahkan beberapa komponen baru terhadap desain awal hingga semua pihak setuju dengan hasilnya. 6 tahun kemundian, pada tanggal 20 Juni 1782, Kongres AS menyetujui desain akhir dari “The Great Seal” yang digambarkan oleh seekor Elang Botak (Bald Eagle) dengan sekumpulan 13 bintang di atas kepalanya (melambangkan 13 koloni yang bersatu), dan sebuah moto yang berbunyi “E Pluribus Unum” (dari keberagaman, satu).
Menurut penulis, simbol ini mampu mewakili sejarah dari bagaimana AS dibangun melalui proses konstelasi atau persatuan dari berbagai aktor dengan ide yang berbeda yang dipersatukan oleh satu tujuan. Namun ternyata, simbol “The Great Seal” ini memiliki satu sisi lain yang digambarkan dengan sebuah piramida dengan moto yang berbunyi “Novus Ordo Seclorum” (orde baru di zaman ini). Sebenarnya, sisi lain dari “The Great Seal” ini dibuat dalam waktu yang bersamaan dengan sisi Bald Eagle. Tetapi sisi itu tidak pernah dipergunakan hingga Presiden Franklin D. Roosevelt menemukannya kembali di tahun 1930. Bagi Presiden FDR, piramida melambangkan Amerika Serikat baru yang penuh dengan stabilitas, otoritas dan konsolidasi kekuasaan (power). Semenjak itu, Presiden FDR juga memerintahkan untuk menaruh simbol piramida di uang kertas 1 USD di sebelah simbol konstelasi. Ini adalah salah satu momen penting yang mengubah pola pikir dari rakyat AS.
Kita Harus Kembali Menggunakan Pola Pikir Konstelasi (Constellation Mindset) Alih-Alih Mempertahankan Struktur Piramida
Di mana letak perbedaan antara kekuasaan yang berstruktur piramida / hierarki dan konstelasi? Pada struktur piramida, seluruh kekuasaan berada di tangan dari seseorang yang menempati posisi puncak. Sementara, orang yang berada di level bawah, ditempatkan berdasarkan fungsinya, dan hanya bertanggung jawab atas fungsi tersebut. Semua keputusan penting hanya dibuat oleh sang pemimpin. Memang dengan adanya struktur seperti ini setiap orang memahami setiap detil dari hal yang harus dilakukan sesuai dengan fungsinya, namun akhirnya organisasi tersebut tak memiliki ruang untuk menampung ide-ide baru yang kadang datangnya tak bisa ditebak dan tak mampu bergerak secara fleksibel.
Kita mencoba untuk menghindari ketidaknyamanan yang timbul dari ketidakpastian dengan mengandalkan keputusan yang dibuat oleh pemimpin hierarki yang kadang mereka sendiripun tak tahu apa jawabannya. Kita begitu yakin bahwa harus ada satu orang “berkuasa” yang bisa memaksakan keputusan. Maka dari itu banyak perusahaan yang memberikan “penghargaan” spektakuler terhadap pencapaian dari individu alih-alih pencapaian yang diraih kelompok. Walaupun kita hidup dengan mengandalkan struktur piramida, banyak dari kita yang menginginkan cara lain untuk menjalankan sebuah organisasi dengan lebih efektif, efisien dan mampu memanusiakan manusia.
Sebagai alternatifnya, penulis mengusulkan agar organisasi dapat menerapkan struktur kekuasaan (power) konstelasi (constellation) yang mana kekuasaan didistribusikan melalui jejaring yang terus menerus berkembang. Dengan konsep ini, orang-orang akan bekerja secara independen namun tetap memiliki sebuah tujuan umum, yang mereka juga ikut berpartisipasi dalam menentukannya. Peran pemimpin tetap saja dibutuhkan, namun kekuasaan yang dipegang olehnya tak bersifat mutlak. Justru, kekuasaan dibagikan kepada individu-individu yang memungkinkan organisasi untuk mencapai hal-hal besar melalui banyak aksi-aksi kecil yang bermakna. Dalam konstelasi ini, setiap orang adalah bintang yang memiliki peran untuk menjaga keseimbangan di dalam konstelasi; dengan struktur ini, kita bisa melihat bahwa seluruh rekan kerja mempunyai posisi yang setara, tidak ada atasan dan bawahan.
Salah satu contoh nyata adalah Wikipedia yang merupakan evolusi digital dari ensiklopedia yang dulu datang dalam bentuk buku-buku tebal. Dalam prosesnya untuk mendigitalkan ilmu pengetahuan, Wikipedia juga memiliki satu pesaing, yakni Encarta yang diusung oleh Microsoft. Walaupun dua produk ini datang dalam bentuk digital, hanya Wikipedia saja yang mampu bertahan hingga sekarang. Mengapa? Ini karena mereka menganut sistem yang berbeda. Dalam pengembangannya, semua pengetahuan di Encarta dituliskan oleh para ahli, seakan merekalah yang mempunyai otoritas atas pengetahuan. Akhirnya, konten pengtahuan yang ada di Encarta tidak berkembang dengan cepat karena proses produksi dan pengeditan konten berjalan secara lambat.
Awalnya pendiri dari Wikipedia, Jimmy Wales, ingin menerapkan sistem yang sama, namun seorang rekan kerjanya yang bernama Larry Sanger menyarankan agar mereka dapat menerapkan teknologi Wiki yang memungkinkan banyak orang untuk menulis dan mengedit konten ilmu pengetahuan secara kolaboratif. Mereka memberikan kebebasan kepada tiap orang untuk berbagi pengetahuan, namun di saat yang sama, komunitas Wikipedia akan melakukan pengecekan secara berkala terhadap konten untuk membuktikan bahwa apa yang telah dituliskan merupakan fakta valid dan memiliki bukti. Pola pikir konstelasi (constellation) lah yang memungkinkan Wikipedia untuk berkembang sepesat ini. Sekarang, Wikipedia memiliki 6 juta konten ilmu pengetahuan yang dituliskan dalam Bahasa Inggris, dan masih terus bertambah.
Mary Parker Follett Adalah Salah Satu Penggagas dari Ide Kepemimpinan Kolaboratif
Mary Parker Follett lahir di Massachusetts pada tahun 1868. Semenjak ia duduk di bangku SMA, ia telah tertarik dengan topik-topik yang berkaitan dengan menyebarkan ilmu pengetahuan dan kekuasaan secara merata di masyarakat. Beliau melihat bahwa selama ini wanita selalu menjadi pihak yang berada pada tingkatan terendah pada struktur piramida kekuasaan dan ini dirasakan beliau secara langsung. Beliau ingin membawa perubahan terhadap tatanan ini; dan langkah pertama yang dilakukan adalah dengan memenangkan beasiswa pendidikan di Harvard. Di sana, Mary berkesempatan untuk belajar dari Bapak Psikologi yang bernama William James. Saat melaksanakan senior thesis, beliau mempelajari tentang bagaimana cara kerja dari kepemimpinan di panggung-panggung Dewan Perwakilan Rakyat. Setelah selesai dengan pendidikannya, beliau menjadi pionir dalam mengembangkan konsep community centers (pusat-pusat komunitas) yang akhirnya diimplementasikan di 240 kota selama masa hidupnya.
Lalu apa sebenarnya teori yang diajarkan oleh Mary?
Mary percaya pada kekuatan dari kelompok-kelompok kecil; saat manusia-manusia saling bertemu dan berbicara dengan pikiran terbuka, layaknya di pusat-pusat komunitas, mereka dapat menciptakan power-with (kekuatan yang muncul akibat kebersamaan) alih-alih power-over (kekuatan yang bersifat menguasai).
Menurut pengamatannya, pemimpin yang terbaik tidak bergantung pada kekuasaan hierarkis; justru mereka mendorong orang-orang yang dipimpinnya untuk menciptakan power-with dengan cara mendengarkan pendapat antara satu sama lain, mengonsolidasikan, dan mengintegrasikan ide-ide dari tiap anggota.
Bahkan beliau berpikir bahwa integrasi ide adalah satu-satunya hal menarik yang bisa dihasilkan dari sebuah pertemuan. Tapi sering kali di ujung dari sebuah meeting, satu di antara dua hal ini justru yang sering terjadi: salah satu pihak justru mengalah dan tunduk kepada “pihak lawan” atau mereka saling berkompromi dan mencapai kesepakatan yang tak mengenakkan kedua belah pihak. Strategi win-or-lose inilah yang menjauhkan kita dari proses co-creation (penciptaan sesuatu secara bersama-sama). Kita tak seharusnya mengikuti sebuah meeting untuk memaksakan ide yang kita bawa terhadap “pihak lawan”; akan tetapi kita disarankan untuk mengikuti pola pikir bahwa kita membutuhkan pihak lain, kita dibutuhkan pihak lain, dan kita siap untuk “diubah”.
Kita Harus Menjalin Hubungan-Hubungan Spesial Yang Dapat Menumbuhkan Rasa Saling Ketergantungan (Interdependence)
Arti dari saling ketergantungan (interdependence) di sini adalah membuang jauh-jauh pola pikir menang-kalah (win-lose mindset) dan berjuang untuk mencapai hubungan yang saling menguntungkan serta dapat mendorong terjadinya proses co-creation (kreasi bersama). Jika diperhatikan, semua hubungan penting yang sedang kita jalani sekarang mengandung unsur saling ketergantungan. Contohnya, tak ada menang atau kalah dalam hubunganmu dengan ayah atau ibu; kalian hanya menginginkan yang terbaik untuk satu sama lain. Tak ada salahnya juga jika kita dapat memperlakukan hubungan profesional dengan cara yang sama. Tapi bagaimana caranya untuk memupuk interdependence dalam sebuah hubungan?
Setelah perang dunia ke-dua berakhir, Winston Churchill memberikan pidato Iron Curtain nya yang mendukung agar hubungan baru yang lebih kuat, saling bantu membantu, dan penuh dengan kolaborasi dapat terjalin antara Amerika Serikat dengan Britania Raya. Churchill percaya bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk menanggapi ancaman yang sepertinya sedang diluncurkan oleh Stalin melalui agenda revolusi komunisnya. Churchill menyebut ikatan antara AS dan Britania Raya sebagai hubungan spesial. Hingga saat ini hubungan tersebut masih terjaga; walaupun terkadang istilah ini digunakan dengan nada yang mengejek, terdapat sebuah ide penting yang dapat dipetik darinya.
Menurut penulis, hubungan bisa dibagi menjadi dua jenis, yakni: hubungan rutin (routine relationships) & hubungan spesial (special relationship). Dalam hubungan rutin, kita memperlakukan satu sama lain sesuai dengan fungsinya, layaknya hubungan antara bos dengan pegawainya. Transaksi-transaksi dalam hubungan rutin ini juga bersifat rutin; hal-hal yang diminta dari sang bos dari karyawan tak keluar jauh dari job description yang telah disepakati. Tetapi ada juga yang disebut dengan transaksi spesial; jika transaksi ini dipaksakan untuk terjadi di dalam sebuah hubungan rutin, maka friksi akan timbul dan justru memperburuk kondisi hubungan antara kedua pihak. Transaksi spesial hanya bisa terjadi di hubungan spesial. Dan agar hubungan spesial itu bisa terbentuk, kedua belah pihak harus memiliki tujuan / sasaran utama yang sama, saling mendengarkan dan saling terbuka, bebas untuk menjadi diri mereka sendiri dalam hubungan tersbut, dan mereka terus berupaya untuk menjaga hubungan spesial yang telah terjalin.
Kita Dapat Berkembang Dengan Pesat Jika Kita Mau Berbagi, Bahkan Di Saat Yang Penuh Dengan Ketidak-Pastiaan
Kampanye yang dilakukan Presiden Barack Obama di tahun 2008 adalah salah satu kasus nyata yang menunjukkan bahwa constellation mindset (pola pikir konstelasi) dapat diterapkan pada kehidupan nyata. Sang penulis buku, Matthew Barzun, merupakan salah satu ahli strategi yang berperan secara langsung terhadap kesuksesan kampanye. Sebagai upaya untuk mengumpulkan dana, Matthew menerapkan strategi low-dollar fundraising events yang berhasil mengumpulkan dana sebesar USD 19 juta, sementara tim Hillary Clinton hanya mampu mengumpulkan USD 16 juta saja. Di mana letak perbedaannya?
Alih-alih berfokus untuk menggaet penderma-penderma “besar”, tim Obama memilih untuk menggalang dana dari ribuan penderma kecil karena kondisi merekalah yang menggambarkan kondisi dari rakyat yang sebenarnya. Kepentingan mereka harus lebih diutamakan jika dibandingkan kepentingan dari pebisnis besar. Melihat visi yang dibawa oleh tim Obama, rasa simpati dari para penderma kecil mulai muncul dan merekapun menyebarkan informasi ini kepada orang-orang terdekatnya yang akhirnya juga menjadi penderma-penderma baru. Kampanye yang secara tidak resmi mempunyai judul “respect, empower, include” (menghormati, memberdayakan, merangkul) ini mampu menggerakkan ribuan orang dari berbagai suku, ras dan agama untuk mengorbankan waktu, energi dan uang mereka demi meraih satu tujuan bersama.
Ketika pemilu semakin mendekat, para pemimpin kampanye di tiap wilayah membuat satu keputusan penting, yakni memberikan para sukarelawan yang paling aktif akses ter-desentralisasi terhadap file dari para pemilih. Dengan begitu, para sukarelawan dapat mengorganisasikan segala kegiatan secara mandiri dan mampu meyakinkan orang-orang untuk datang ke tempat pemungutan suara demi memilih Presiden Obama. Hal ini tak pernah dilakukan sebelumnya mengingat risiko akan kebocoran data yang cukup besar. Akan tetapi, tim kampanye menilai bahwa kekuatan serta potensi yang bisa dihasilkan dengan berbagi data melampaui risiko dari kebocoran data. Ternyata keputusan ini tidak salah. Kampanye Obama mampu meraih flake rate negatif yang berarti untuk setiap 10 orang yang berkomitmen untuk melakukan pencoblosan, ada 15 orang yang justru datang. Di bidang matematika, pola-pola seperti ini disebut dengan self-similar atau fraktal. Hal yang menakjubkan dari pola fraktal adalah kemampuannya untuk bisa mereplikasi diri dengan pola yang sama tanpa harus memiliki sebuah master plan. Tim kampanye Obama berhasil mereplikasi sistem kampanye mandiri di berbagai daerah tanpa harus banyak memberi pengarahan terhadap para sukarelawan yang bertanggung jawab
Meninggalkan Pola Pikir Piramida (Pyramid Mindset) Adalah Jalan Sulit Yang Perlu Ditempuh Untuk Meraih Masa Depan Yang Lebih Baik
Pidato pembukaan yang biasanya dibawakan oleh figur-figur ternama di hari kelulusan mahasiswa bisa dijadikan sebagai alat untuk mengetahui nilai apa yang sedang dijunjung tinggi oleh masyarakat di satu daerah tertentu. Baru-baru ini, sebuah stasiun radio AS bernama NPR membandingkan 350 pidato untuk mencari tahu tema apa yang paling seringdibawakan. Ternyata 3 tema itu adalah: “jangan menyerah”, “rangkul kegagalan” dan “kerja keras”. Dari ketiga tema ini, kita bisa lihat bahwa tiap lulusan diminta untuk menjadi individu tangguh yang mampu mengandalkan dirinya sendiri. Padahal di dunia nyata, kita harus bekerja sama dengan orang lain yang memiliki latar belakang berbeda mengingat kondisi dunia yang semakin kompleks dan tidak pasti. Dunia menuntut kita untuk berpikir dan berorganisasi secara fleksibel.
Untuk bisa berhasil di dunia yang semakin kompleks, dibutuhkan juga kepemimpinan yang baik. Menurut penelitian terbaru, para pemimpin dari perusahaan terbaik di dunia memiliki karakter yang sangat rendah hati, dan bahkan pemalu. Selain itu, mereka juga sangat termotivasi oleh pencapaian-pencapaian kelompok. Mereka mampu menciptakan ruang agar seluruh anggota perusahaan dapat meraih kesuksesan secara bersama-sama. Maka dari itu, penulis mengusulkan perubahan terhadap judul dari 3 tema besar tersebut: “Jangan menyerah” sebaiknya diubah menjadi “Serahkan kekuasaan – agar tiap orang dapat berbuat lebih”, “Rangkul kegagalan” diubah menjadi “Rangkul ketidakpastian”, terakhir “Kerja keras” dimodifikasi menjadi “Bekerjalah untuk menyolusikan hal-hal sulit bersama- sama”. Sekali lagi, cobalah untuk selalu melihat sisi terbaik dari partner kita tanpa harus melihat jabatan atau latar belakang mereka. “Be predisposed to see the power in other people” begitu kata Presiden Obama.
Add a comment