Sering kali kita mendengar pernyataan “pengalaman adalah guru yang terbaik”, tapi apakah ini benar? Bagaimana jika alih-alih memperbaiki cara kita membuat keputusan, pengalaman justru semakin merumitkan masalah yang kita hadapi? Apakah mungkin pengalaman justru mencegah kita untuk beradaptasi dengan situasi dan kondisi baru ketika perubahan dibutuhkan? Inilah pertanyaan yang ingin dijawab oleh kedua penulis melalui bukunya.
Karena mau tidak mau, pengalaman yang kita rasakan sangat memengaruhi cara kita membuat keputusan di setiap detik hidup kita. Padahal keputusan adalah batu bata dari realita yang ada di sekeliling kita. Dengan sebuah keputusan, kita bisa berdiri tegak; dan dengan sebuah keputusan juga, kita bisa luluh lantak. Sayangnya kita sering acuhkan hal-hal yang terjadi di belakang layar dari setiap pengalaman yang kita rasakan. Nah ini adalah saatnya untuk kita membangun kesadaran terhadap pengalaman.
Apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan pengalaman di sini?
Pengalaman yang dimaksud penulis adalah pengetahuan, kebiasaan dan kemampuan yang kita dapatkan dengan ikut berpartisipasi atau mengamati kejadian yang ada di lingkungan sekitar kita. Pengalaman terbentuk secara otomatis terhadap kita. Pengalaman bersifat personal karena dengan sebuah kejadian yang sama, tiap orang akan memiliki kesan yang berbeda terhadapnya. Pengalaman juga akan membentuk intuisi dan pendapat kita terhadap sesuatu yang akhirnya memengaruhi keputusan kita. Dan sekali kita mengenal sebuah pengalaman, pengetahuan dan kebiasaan yang terbentuk olehnya akan melekat untuk waktu yang cukup lama.
Maka dari itu, kita harus cukup pintar untuk membedakan kapan sebuah pengalaman dapat mengajarkan kita sebuah pengetahuan yang berharga, dan kapan pengalaman tersebut justru menyesatkan kita. Menurut penulis ada dua jenis linkungan di mana kita merasakan sebuah pengelaman:
1. Kind Learning Environment (Lingkungan Belajar yang Baik)
Ciri dari lingkungan yang baik untuk mempelajari sebuah pengalaman di antaranya adalah: akurat (tak ada informasi yang ditutupi atau bersifat menyesatkan), adanya umpan balik secara langsung (dari setiap interaksi yang kamu lakukan terhadap pengalaman tersebut), serta situasi dan peraturan yang ada di dalamnya tak berubah secara tiba-tiba. Berlatih bermain tenis adalah salah satu contoh dari kind learning environment. Dari setiap pukulan bola yang kamu lontarkan, kamu akan melihat pergerakan bola secara langsung dan bagaimana cara lawan merespon pukulanmu (high quality feedback). Ukuran lapangan tenis, pengaruh gravitasi terhadap bola, serta peraturan bermain yang diterapkan juga tak berubah (situasi dan peraturan berada dalam kondisi stabil).
2. Wicked Learning Environment (Lingkungan Belajar yang Jahat)
Berlawanan dengan lingkungan sebelumnya, wicked learning environment banyak mengandung informasi yang bias, tak semua informasi diperlihatkan, serta umpan balik yang kita dapatkan sering kali tak relevan. Di samping itu, peraturan yang rumit, tak stabil dan penuh ketidak-pastian semakin memperkeruh situasi. Di keadaan seperti ini, pengalaman cenderung akan menyesatkan kita dari pada memberi kita ilmu yang berarti.
Lalu sebaiknya apa yang kita lakukan ketika menghadapi wicked learning environment? Hendaknya kamu jangan mengabaikan pengalaman tersebut. Tetapi coba kembangkan rasa skeptis/waspada dalam batasan yang wajar terhadap pengetahuan yang sedang diberikan oleh sebuah pengalaman. Kewaspadaan yang dilakukan dengan tepat akan menyelamatkanmu dari hal-hal yang merugikan.
Pengalaman Bisa Saja Mencegah Munculnya Kreativitas
Memang benar, semakin banyak pengalaman kita terhadap satu hal, maka semakin ahli dan berkompetensi kita di bidang tersebut. Menghabiskan banyak waktu di satu bidang memungkinkan kita untuk mempelajari seluk beluk dari sebuah bidang.
Tetapi apa yang akan kamu lakukan jika tiba-tiba sebuah perubahan atau disrupsi besar terjadi terhadap bidang yang sudah kamu tekuni sejak lama? Bagaimana jika hal-hal yang telah kamu pelajari selama ini tak lagi relevan? Di situasi yang kompleks dan terus berubah, pengalaman justru dapat menghambat kreativitas. Kamu akan terlalu terpaku untuk memecahkan masalah masa kini dengan cara-cara lama yang tak sesuai dengan keadaan.
Terjadinya pandemi COVID 19 ini adalah salah satu contoh nyata ketika kita terlalu mengandalkan pengalaman di masa lalu untuk menangani pandemi yang jenis virusnya belum pernah kita temui sebelumnya. Di akhir bulan Desember tahun 2019 hingga Maret 2020, penyebaran COVID-19 terjadi secara perlahan. Kita menganggap virus ini sebagai sesuatu yang biasa dan tak melakukan upaya lebih untuk pencegahan dini. Ketidak- waspadaan inilah yang memungkinkan penyebaran virus melonjak secara eksponensial. Maka dari itu, menjaga kewaspadaan di kondisi yang kita tak memiliki pengetahuan yang cukup tentangnya adalah hal yang esensial karena bisa saja kondisi saat ini akan terus berubah. Terlebih dengan kemunculan virus COVID dengan varian baru.
Isu nyata lain yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari manusia adalah perubahan iklim. Jika kita tak melakukan langkah pencegahan sekarang juga, bisa jadi terdapat dampak lain yang akan ditimbulkan oleh perubahan iklim yang justru akan mengancam eksistensi manusia. “Could it be that something else is brewing beyond our experience?”, begitu kata penulis. Banyak dari kita yang tak merasakan dampak perubahan iklim secara langsung karena pengalaman kita sangat terbatas. Namun bagaimana dengan pengalaman mereka yang tinggal di pinggir pantai atau di dataran gunung es? Apakah mereka merasakan perubahan yang signifikan?
Lalu apa solusinya agar daya kreativitas kita dalam memecahkan masalah tak terhambat oleh pengalaman?Perkaya pengalaman dengan menerima ide dari banyak pihak agar kita dapat memahami suatu hal dengan lebih baik. Pengalaman dari satu orang saja tak akan mampu menggambarkan realita dari satu hal yang tak kita pahami. Di samping itu, manusia lebih sering membuat keputusan berdasarkan pengalaman terkini yang ia rasakan saja. Maka dari itu kita harus “go beyond one person’s experience”. Akan lebih baik jika kita dapat mengembangkan atau melestarikan platform yang bisa menjadi tempat untuk mengidentifikasi masalah beserta solusinya melalui kolaborasi dengan banyak pihak.
Pengaruh atau Dorongan Dari Luar Dapat Memengaruhi Pengalaman Kita yang Akhirnya Memengaruhi Keputusan yang Kita Buat
Kita dihadapkan dengan pilihan setiap harinya. Ketika kamu berada di kasir dari sebuah café untuk membeli kopi, kamu akan dihadapkan dengan berbagai macam jenis variasi minuman kopi; setelah memilih jenisnya, kamu akan diberi pilihan ukuran minuman, entah itu kecil, sedang besar yang masing-masing harganya secara berurutan adalah Rp 22.000, Rp 27.000, Rp 32.000. Menurutmu dari 3 ukuran tersebut, mana yang paling banyak dibeli oleh pelanggan? Ternyata ukuran sedang merupakan favorit pelanggan. Namun bagaimana reaksi dari pelanggan ketika pihak café memutuskan untuk menambahkan ukuran Ekstra Besar yang harganya hanya Rp 35.000? Apakah kecenderungan pelanggan akan berubah? Ini adalah salah satu contoh di mana pengaruh atau dorongan dapat mempengaruhi pengalaman kita.
Sementara di dunia bisnis, pilihan-pilihan ini datang dalam kesempatan untuk berinvestasi pada suatu proyek yang tiap pilihannya akan dinilai berdasarkan sebarapa besar risiko yang harus ditanggung dan keuntungan yang diberikan oleh setiap proyek. Misal di tahap awal terdapat dua peluang investasi yang mana proyek pertama mempunyai risiko yang rendah dengan keuntungan yang rendah pula, sementara proyek kedua mempunyai risiko yang tinggi namun dengan keuntungan yang tinggi pula. Mana yang akan kamu pilih? Proyek kedua terlihat lebih berbahaya bukan? Akankah pilihanmu berubah ketika terdapat kesempatan untuk berinvestasi di proyek ketiga dengan profil risiko yang tinggi namun keuntungan yang sedang-sedang saja? Apakah proyek kedua terlihat sebagai pilihan yang lebih menjanjikan sekarang?
Pengaruh-pengaruh seperti ini dapat datang dalam wujud apapun dan di manapun. Platform e-commerce mendesain beberapa pilihan barang untuk terlihat lebih menarik dari beberapa pilihan lainnya. Mereka bisa saja memperdayamu untuk membeli sesuatu yang sebenarnya tak kamu butuhkan dengan menawarkan diskon manipulatif, seakan harga sekarang sudah turun jauh dibandingkan dengan harga awal. Dengan pengalaman kita yang sangat terbatas, dorongan-dorongan kecil seperti ini dapat sangat memengaruhi sisi impulsif kita sehingga kita tak perlu berpikir panjang dalam membeli barang. Ini adalah sebuah masalah serius yang perlu kita pecahkan. Namun ada juga saat di mana menggiring opini seseorang atau masyarakat melalui metode experience design (desain pengalaman) untuk hal-hal yang mengandung nilai positif akan dapat memacu masyarakat untuk berbuat lebih; contohnya untuk isu perubahan iklim atau kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat.
Lalu apa sebaiknya yang harus kita perbuat untuk menghadapi dorongan yang kehadirannya kadang tak kita sadari ini?Penulis menyarankan kamu untuk mengembangkan apa yang beliau sebut dengan design radar. Ketika kamu sedang menghadapi sebuah pengalaman yang didesain dengan sangat cermat, jangan hanya mengikuti arus yang ditawarkan oleh pengalaman tersebut, tetapi coba pikirkan tentang kenapa saya merasakan sensasi ini? Mengapa perhatian saya terikat pada beberapa pilihan tertentu saja? Apa tujuan dari sang pendesain pengalaman ini? Apakah tujuannya selaras dengan nilai-nilai yang saya percaya? Apakah pilihan-pilihan ini bermanfaat untuk saya? Memang untuk membangun kesadaran ini, dibutuhkan latihan berulang kali. Semakin kamu
melatihnya, semakin tajam kesadaran yang kamu miliki sehingga kamu tak mudah terpengaruh. Dapat memutuskan hal yang tepat untuk hal-hal yang memiliki konsekuensi tinggi terhadap hidup adalah sebuah kemerdekaan yang sesungguhnya.
Kesuksesan Adalah Sebuah Pengalaman yang Bisa Saja Menipu
Di dunia yang sangat terobsesi dengan kekayaan materi ini, kita ingin sekali mempelajari apa yang menjadi kuncinya. Banyak media yang mencoba untuk membahas mengenai kesuksesan dari orang-orang terpandang untuk mendapatkan uang dari perhatian yang diberikan oleh orang-orang yang haus akan kesuksesan. Tak jarang kita melihat judul-judul berita yang memancing seperti “14 Hal yang Orang Sukses Lakukan Setiap Harinya” atau “25 Karakteristik Umum dari Pengusaha Sukses”.
Memang artikel seperti di atas menarik untuk dibaca, namun terkadang terdapat beberapa hal darinya yang patut menjadi perhatian kita: 1) Secara umum artikel-artikel tersebut tak mendefinisikan apa sebenarnya kesuksesan itu, 2) Orang-orang yang tak begitu sukses, yang tak menjadi bagian dari penelitian mereka, mungkin saja sudah melakukan hal yang sama. Mereka malah justru mengabaikan hal-hal yang menjadi kunci utama dari kesuksesan itu sendiri seperti jumlah kekayaan yang mereka dapatkan dari orang tua, akses ke pendidikan yang baik sedari dini, dan memiliki koneksi ke orang-orang berpengaruh yang membantu jalannya usaha yang mereka bangun.
Atau bisa saja “kesuksesan” yang mereka raih saat ini bersifat semu karena lobi-lobi politik yang mereka lakukan sehingga para politisi ataupun pihak yang berwajib menutup mata terhadap kecurangan yang mereka lakukan. Sisi-sisi tersembunyi inilah yang kadang luput dari perhatian ketika kita terlalu terpaku pada pengalaman dari kesuksesan itu sendiri.
Sebagai solusinya, penulis meminta kita untuk fokus menganalisa perbedaan dari kesuksesan dan kegagalan. Jangan menganalisa kesuksesan maupun kegagalan dalam isolasi; hanya menganalisa kegagalan saja tak akan memberi kita banyak jawaban. Selain itu, dalam pengambilan sampel penelitian, jadikan sampel tersebut dapat mewakili populasi secara keseluruhan. Jangan hanya mengambil sampel dari kelompok-kelompok tertentu saja. Dengan melihat perbedaan antara keduanya dari sampel yang benar-benar representatif, maka hal-hal yang sebelumnya tersembunyi menjadi terlihat jelas dan aksi nyata dapat dilakukan untuk meraih kesuksesan yang hakiki. Di samping itu, penting untuk melacak perbedaan tersebut dari waktu ke waktu karena waktu punya caranya sendiri untuk mengubah sesuatu.
Add a comment