Melalui bukunya yang berjudul Muqaddimah, Ibn Khaldūn memperlihatkan pandangannya mengenai perkembangan dunia dari waktu ke waktu. Untuk kita yang hidup di era modern, beberapa pandangan beliau mungkin terkesan ketinggalan zaman dan bahkan mengejutkan untuk sebagian orang. Namun, menurut saya pribadi, pandangan beliau masih sangat relevan dengan keadaan saat ini, terlebih jika kita ingin memperbaiki cara kita dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
Kemampuan Untuk Berorganisasi Sosial Membedakan Manusia dari Hewan yang Mengantarkan Kita Menuju Perdaban Manusia
Pernahkah kamu bertanya-tanya bagaimana manusia yang relatif tak berdaya dan lemah dapat mendominasi bumi ketika terdapat mahluk lain seperti singa dan buaya yang memiliki taring dan rahang yang dapat melahapmu dalam seketika? Sebenarnya, kekuatan kita berasal dari kemampuan kita untuk berpikir, bukan untuk bertarung. Sehingga, manusia satu dengan manusia lain dapat bekerja sama dan berorganisasi secara sosial. Karena manusia lebih rentan secara fisik jika dibandingkan hewan-hewan lain, kita bergantung pada bantuan dari manusia-manusia lainnya untuk mendapatkan perlindungan.
Dengan memberikan manusia kemampuan untuk berpikir, Tuhan telah menunjukkan keinginan Nya agar manusia dapat mendiami Bumi dan berperan sebagai wakil Tuhan di Bumi. Kemampuan bepikir manusia yang dibarengi dengan tangan cekatannya telah menghasilkan banyak karya seni dan peralatan yang menjadi karakter peradaban manusia. Walaupun kita bisa berpikir, ada kalanya kita bertindak melenceng dari keadilan dan semena-mena terhadap lingkungan sekitar; dengan bertindak sedemikian, apa bedanya kita dari hewan? Oleh karena itu, Ibn Khaldūn berpendapat bahwa manusia harus dipimpin oleh otoritas yang kuat dan bijaksana agar manusia dapat mengendalikan nafsunya dari bertindak tak adil dan menjaga perdamaian tetap ada di antara kita.
Iklim yang Berbeda Memiliki Efek yang Berbeda Pula Terhadap Individu dan Masyarakat
Dari untaian sejarah yang selama ini Ibn Khaldūn perhatikan, beliau berpendapat bahwa sebuah tempat dengan iklim sedang (tak terlalu panas dan tak terlalu dingin) dapat menghasilkan peradaban manusia yang lebih hebat. Walaupun tentu terdapat peradaban di tempat-tempat beriklim ekstrim, seperti di lingkaran Arktika; komunitas-komunitas di sana tak bisa tinggal menetap dan tak dapat berkembang dengan pesat. Sebaliknya, di wilayah yang dikategorikan oleh pimikir Islam di abad ke-14 sebagai tempat dengan iklim sedang adalah tempat lahir dari banyak peradaban besar; beberapa di antaranya adalah Arab, Romawi Timur (Byzantine), Persia, Israel dan Yunani.
Di samping itu, secara umum orang-orang yang tinggal di daerah dengan iklim sedang juga lebih moderat dari sisi karakter, pemikiran, cara berpakaian, bertempat tinggal, makanan yang dikonsumsi maupun karya seninya. Menurut beliau, tingkat kehangatan iklim juga dapat mengembangkan porsi animal spirit yang ada dalam tubuh. Yang dimaksud dengan animal spirit di sini adalah rasa emosional dan hasrat yang berwujud optimisme untuk melakukan hal-hal positif. Di cuaca yang hangat, animal spirit dalam tubuh akan mengembang dan kita dapat merasa bahagia dengan lebih mudah. Sementara akibat cuaca dingin, animal spirit akan menyusut dan dengan sendirinya rasa sedih datang mengiringi.
Teori di atas dibuktikan oleh Ibn Khaldūn melalui pengamatannya terhadap penduduk Mesir; mereka yang tinggal di pesisir pantai dengan cuaca yang lebih hangat cenderung lebih bahagia dan tak begitu memikirkan tentang masa depan. Mereka memilih untuk tidak menyimpan persediaan makanan untuk jangka panjang dan hanya membeli kebutuhan yang akan dikonsumsi dalam waktu dekat saja saat berbelanja. Sementara masyarakat Fez, yang wilayahnya dikelilingi oleh perbukitan dingin Maroko, cenderung terlihat sedih dan memiliki kebiasaan untuk menyimpan makanan sebagai proteksi di saat bencana tiba.
Kelangkaan dan Melimpahnya Makanan Mempengaruhi Tubuh dan Karakter Kita
Ibn Khaldūn berpendapat bahwa bentuk tubuh serta wajah dari hewan mencerminkan pola makan dan jenis makanan yang mereka konsumsi. Terdapat perbedaan antara hewan yang hidup di padang tandus yang langka makanan dengan hewan yang berkembang biak di dataran pantai ataupun padang rumput subur. Jika kita lihat pada kambing, kilau dari rambut, bentuk tubuh, panjang kaki, dan ketajaman persepsi akan sangat tergantung pada lingkungan hidup mereka.
Kita juga dapat melihat perbedaan ini pada manusia. Sebuah grup etnik di Afrika Utara yang bernama the Berbers memiliki banyak sekali jenis bumbu dan gandum. Menurut pengamatan penulis, suku tersebut cenderung bertubuh kasar dan memiliki tingkat kecerdikan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Masumudah Berbers (saudara jauh the Berbers yang berasal dari Maroko). Masumudah Berbers relatif sederhana dalam mengonsumsi makanan dan bergantung pada barley (jelai) sebagai sumber makanan utama. Walaupun terkesan sederhana, jelai memiliki cukup banyak nutrisi diantaranya: serat, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, magnesium, kalium, zinc dan selenium.
Lebih dari itu, makanan juga memiliki pengaruh terhadap karakter dari seseorang. Mereka yang terbiasa mengonsumsi susu dan daging dari unta akan memiliki sifat seperti unta: sabar, gigih dan mampu menanggung beban berat. Dalam lambung mereka juga akan terbentuk kekebalan yang memungkinkan mereka untuk mengonsumsi tanaman-tanaman beracun yang tak mungkin dikonsumsi oleh orang biasa tanpa masalah sedikitpun.
Orang-Orang Tertentu Telah Dipilih Tuhan Sebagai Wakil Nya di Bumi
Tuhan telah memilih manusia-manusia tertentu untuk memimpin sekumpulan manusia lainnya. Mereka jujur dan menjunjung kebenaran dalam bertindak, berupaya untuk menyebarkan ajaran Tuhan melalui tingkah laku dan perbuatan baiknya, selalu mengingat Tuhan melalui doa serta membagikan rezeki yang dititipkan kepada sesama. Pada momen- momen tertentu, mereka dapat memasuki sebuah keadaan yang dipenuhi dengan inspirasi; dan di saat itu juga mereka meninggalkan jasad mereka agar dapat terhubung dengan Tuhan untuk mendapatkan wahyu. Ibn Khaldūn berkeyakinan bahwa hanya ada satu jenis roh yang dapat mencapai wujud layaknya milik para malaikat, yakni rohnya para nabi.
Melengkapi roh para nabi, Tuhan menciptakan dua jenis roh lain, diantaranya: 1) Roh-roh yang terlalu lemah untuk mencapai persepsi spiritual karena mereka terlalu sibuk memuaskan indra yang ada di jasadnya 2) Roh-roh yang kerap berintrospeksi, terus berupaya memperbaiki diri, yakin bahwa Tuhan selalu melihatnya, namun tak bisa mencapai kondisi seperti para malaikat dan nabi.
Walaupun terdapat banyak nabi yang telah dikirimkan Tuhan untuk menyampaikan pesannya kepada manusia di muka bumi, Ibn Khaldūn percaya bahwa wahyu yang dititipkan Tuhan kepada Nabi Muhammad (dalam bentuk Qur’an) adalah keajaiban yang paling menakjubkan yang Nabi pernah alami. Dalam kitab suci seperti Taurat dan Injil, Tuhan menyingkapkan diri Nya dalam bentuk ide-ide. Tetapi melalui Qur’an, Tuhan mengungkapkan diri Nya melalui kata-kata (yang benar sebenar-benarnya).
“Group Feeling” (Kecintaan Terhadap Kelompok) Adalah Kekuatan Yang Mendefinisikan Kesuksesan dari Sebuah Perdaban dalam Peperangan
Pada intinya, group feeling adalah rasa solidaritas yang muncul di jiwa dan raga seseorang terhadap kelompok karena ia telah menjadi bagian dari kelompok tersebut. Ini hampir sama dengan rasa nasionalisme yang ada pada warga dari sebuah negara. Group feeling adalah pendukung vital yang menyokong keberlangsungan dari sebuah kelompok, dan ini menjadi hal yang ditakuti oleh para musuh. Semakin dekat ikatan serta kepedulian antar anggota, maka semakin kuat group feeling yang terbentuk, dan semakin sulit kelompok untuk dipecah belah.
Inilah mengapa rasa sayang yang kamu rasakan terhadap kelompok akan lebih kuat secara natural jika kelompok tersebut terdiri dari keluarga yang memiliki hubungan darah. Walaupun begitu, kamu juga dapat merasakan manfaat dari group feeling bahkan jika kamu tak memiliki hubungan darah terhadap kelompok. Contohnya, jika kamu telah diadopsi oleh sebuah suku yang tak ada hubungan darah denganmu, kamu akan tetap menganggap mereka sebagai saudara karena perhatian dan kasih sayang yang telah mereka berikan sedari dini.
Ketika sebuah konflik terjadi, kelompok dengan group feeling terkuat akan mendominasi. Kelompok yang terkalahkan cenderung menghormati pemenang karena kekuatan, kebiasaan, dan sikap yang ditampakkan oleh pemenang; mereka tak menyadari bahwa group feeling yang terjalin dengan erat juga merupakan sumber utama dari kekuatan pemenang. Sebagai jalan pintas untuk menjadi pemenang, kelompok yang kalah hanya mengimitasi karakteristik yang nampak dari luar saja layaknya anak kecil yang menirukan bagaimana cara orang tuanya berpakaian; Ibn Khaldūn berpendapat bahwa ini adalah awal dari kehancuran untuk kelompok yang lemah. Tanpa adanya group feeling, tiap anggota kelompok tak akan mempedulikan keselamatan antara satu dengan yang lain; yang mereka pedulikan hanya diri mereka masing-masing. Dari situ lah rasa was-was dan tak percaya antar anggota mulai muncul yang mengakibatkan tak selarasnya gerakan kelompok.
Adanya Otoritas Kerajaan Penting untuk Menjaga Ketertiban dan Mencegah Munculnya Kejahatan dari Dalam Diri
Tuhan memberikan manusia kebebasan yang ditandai dengan dianugerahinya manusia akan potensi dan kekuatan; kita bisa menggunakan potensi ini untuk melakukan perbuatan mulia yang dapat meringankan beban penderitaan manusia lainnya atau justru menyalahgunakannya dan membiarkan potensi kejahatan merajai diri. Namun kebaikan dan kejahatan tak memiliki asal yang sama. Menurut Ibn Khaldūn, akar dari kejahatan adalah karena kegagalan kita memberikan ruang pada agama untuk mengatur hidup dan kebiasaan kita. Namun bagaimanakah caranya untuk mencegah keluarnya kejahatan ini? Jawabannya adalah dengan memanfaatkan otoritas kerajaan.
Dengan menyerahkan otoritas ke sebuah kekuasaan yang memiliki wewenang untuk mencegah kita melakukan perbuatan buruk, kita akan memiliki ruang yang lebih sempit untuk berbuat jahat. Idealnya, dalam kekuasaan tersebut, hanya ada satu orang saja yang berada di pucuk kepemimpinan; dan dia harus bisa dipercaya dan mendapatkan dukungan dari masyarakat luas. Pemimpin ini harus berperan sebagai orang yang dapat memunculkan rasa group feeling yang kuat di antara masyarakat. Karena kepercayaan yang diberikan rakyat, pemimpin ini diizinkan untuk mengumpulkan pajak untuk kepentingan bersama, mengirimkan ekspedisi militer untuk melindungi wilayah terluar dan membuktikan bahwa ia dapat menaklukkan segala ancaman dari luar yang melanda.
Secara umum, otoritas kerajaan yang berasal dari sebuah keluarga atau suku hanya dapat bertahan hingga generasi ke-4: diawali oleh generasi pendiri, kemudian dilanjutkan oleh seseorang yang mempunyai hubungan dekat dengan pemimpin generasi pertama, lalu generasi ketiga dilanjutkan oleh seseorang yang patuh pada tradisi pendahulu, akhirnya di bawah kepemimpinan generasi keempat, otoritas kerajaan mulai hancur karena melepaskan diri dari tradisi dan tak lagi mempertahankan group feeling di tengah-tengah rakyatnya.
Agar berhasil dalam kepemimpinannya, otoritas kerajaan harus betul-betul memperhatikan metode yang digunakan; setiap keputusannya harus didasarkan pada kebaikan serta kebijaksanaan yang dikandung oleh agama, bukan berdasarkan nafsunya untuk menindas dan mendominasi masyarakatnya. Pemerintah yang menerapkan hukum yang kejam hanya akan menghancurkan kebahagiaan dan kelapangan hati dari para pemilihnya. Inilah alasan mengapa para pemimpin yang melewati batasan mereka dapat digulingkan oleh rakyat, kapanpun itu. Diharapkan, jika pemimpin bisa membuat setiap keputusan berdasarkan aturan yang dianjurkan oleh agama, ia bisa menjaga ketentraman negara tanpa harus menggunakan kekerasan yang tak perlu.
Manusia Lebih Unggul dari Mahluk Lain Berkat Kemampuan Berpikirnya dan Proses Akumulasi Pengetahuan dari Generasi Sebelumnya
Berkat kemampuan berpikir yang diberikan kepada manusia, tiap perbuatan yang kita lakukan menjadi relatif teratur dan memiliki urutan tertentu. Kemampuan berpikir ini juga dapat membantu kita untuk mengenali pola-pola atau keteraturan yang ada di alam, yang bahkan terkesan acak sekalipun. Contohnya, ketika kamu ingin membuat sebuah atap yang dapat melindungimu, secara logika pertama-tama kamu akan memikirkan seperti apa bentuk atapnya, kemudian bagaimana peletakan dinding-dinding nya, dan terakhir seperti apa fondasi yang akan dibangun agar dapat mendukung atap maupun dinding secara keseluruhan. Setelah tahap perencanaan selesai, kamu akan mulai membangun fondasinya dan mengikuti langkah-langkah selanjutnya yang telah kamu susun secara sistematis agar tempat perlindungan ini dapat bertahan untuk waktu yang lama.
Beruntungnya, Tuhan menginjinkan buah pikiran manusia untuk terakumulasi dari waktu ke waktu. Bayangkan jika tiap kali manusia mati, buah pemikirannya mati bersamanya; maka kita akan kehabisan banyak waktu untuk menemukan pengetahuan yang sama secara berulang-ulang. Karena faktanya kita tidak dilahirkan dengan pengetahuan; justru kita hampa akan pengetahuan.
Ibn Khaldūn mengategorikan pengetahuan kedalam dua jenis: 1) Acquired knowledge (pengetahuan yang diperoleh) yang meliputi interpretasi Qur’an, teori-teori perkembangan anak, serta upaya pencarian ilmu pengetahuan lainnya 2) Knowledge as a state (pengetahuan dalam bentuk sebuah keadaan); sebagai contoh Ibn Khaldūn berpendapat bahwa setiap manusia, di relung hatinya yang paling dalam, tahu dan yakin bahwa Tuhan itu satu dan kita hanyalah sebutir debu ciptan Nya yang menempati alam semesa hanya untuk sementara, dan suatu saat nanti kepada Nya lah kita akan kembali.
Add a comment