Feedback (umpan balik) merupakan salah satu hal penting yang harus kita perhatikan dalam hidup. Feedback memberikan pengaruh terhadap berbagai macam hal, mulai dari mendidik dan membesarkan anak hingga membantu pegawai berkembang dalam berkarier. Tak mengejutkan bahwa seni dalam menerima dan menyampaikan umpan balik dalam organisasi telah berkembang menjadi proses formal yang tak dapat dipisahkan dari aktivitas manajemen sumber daya manusia serta proses manajemen organisasi itu sendiri. Hari ini, 360 Feedback, atau proses dikumpulkannya informasi terhadap seorang karyawan dari kacamata beberapa evaluator yang meliputi klien, atasan dan bawahan, merupakan bagian rutin dari proses pengembangan individu dan organisasi.
Ketika Umpan Balik Bekerja
Di sebuah fasilitas produksi General Mills (sebuah perusahaan produsen makanan asal AS), pemimpin perusahaan menginginkan untuk menetapkan target yang cukup menantang dalam area inovasi dan perbaikan produk. Untuk melakukan ini, mereka ingin mengidentifikasi orang- orang yang benar-benar mempunyai bakat dan perilaku-perilaku yang dibutuhkan untuk mempercepat tercapainya tujuan mereka.
Karena pernah mendengar konsep dari 360 Feedback, perusahaan memutuskan untuk melakukan eksperimen penilaian kinerja terhadap 140 pegawainya dengan dua metode, yakni: 360 Feedback & Top-Down Performance Appraisals (yang umum dilakukan perusahaan). Setelah berjalan selama 3 tahun, mereka mempelajari beberapa hal.
Pertama,Top-Down Appraisals cenderung berfokus pada Indikator Kinerja Utama (KPI) dan Kinerja di masa lalu, sementara 360 Feedback berfokus terhadap perilaku dan kompetensi yang bersemayam pada tiap karyawan.
Kedua, dua metode tersebut sering menunjukkan hasil yang berbeda – seorang karyawan mungkin mendapatkan skor tinggi dengan metode 360 Feedback, namun karyawan yang sama bisa saja mendapatkan skor rendah dengan Top-Down Appraisals, atau sebaliknya.
Ketiga, atasan dan rekan kerja sering kali mempunyai penialaian yang berbeda terhadap seorang karyawan. Maka dari itu, studi ini menunjukkan bahwa kedua jenis feedback ini mempunyai keunggulannya masing-masing.
Agar 360 Feedback dapat bekerja dengan sukses, kamu harus memiliki jenis organisasi dan parameter yang tepat. Sebuah organisasi dinilai siap untuk menerapkan 360 Feedback ketika di dalamya telah terbentuk budaya belajar, saling percaya, nyaman dengan umpan balik, dan tidak mementingkan ego dari masing-masing individu. Jika organisasi mu telah memenuhi persyaratan ini, maka kemungkinan untuk sukses menggunakan metode 360 Feedback akan semakin besar. Akan tetapi, terdapat beberapa jebakan yang juga sebaiknya dihindari. Karena semua umpan balik ini diberikan oleh rekan kerja, organisasi harus memastikan bahwa semua proses penilaian dilakukan secara anonim. Selain itu, kamu juga perlu berhati-hati saat menginformasikan kepada pemberi nilai tentang tujuan yang ingin dicapai dengan dikumpulkannya data timbal balik tersbut; ini dilakukan untuk mencegah para penilai dari mencurangi proses penilaian dengan cara memberikan umpan balik yang menipu (deceptive). Jika saja organisasi dapat menciptakan keadilan dalam metode pengumpulan feedback, maka organisasi akan mempunyai peluang yang lebih baik untuk mengumpulkan data yang valid dan dapat digunakan untuk analisis lebih jauh.
Manajemen Talenta
Metode 360 Feedback akan sangat membantu dalam mengelola kumpulan karyawan berbakat (talent pool) dari sebuah organisasi demi menunjang keberlangsungan organisasi di masa mendatang.
Sebuah perusahaan memutuskan untuk mengimplementasikan 360 Feedback guna menganalisis potensi yang dipendam oleh dua orang karyawannya, yakni Robert dan Amanda. Berdasarkan metode top-down appraisal, Robert memiliki potensi manajemen yang lebih mumpuni dibandingkan Amanda. Robert telah bekerja untuk perusahaan lebih lama, selalu berperforma baik, dan dapat diandalkan. Amanda mendapatkan rating yang cukup baik, akan tetapi dia adalah karyawan baru dan belum memiliki rekam jejak sebagai seorang pemimpin. Bahkan manager nya mengakui bahwa Amanda memiliki potensi untuk terus berkembang, akan tetapi sang manager tak melihat masa depan Amanda sebagai seorang pemimpin.
Masalah dari penilaian semacam ini adalah sang manager hanya melihat bagaimana masing- masing karyawan “mengelola” (manage up) pekerjaan. Dalam kasus ini, 360 Feedback memfasilitasi organisasi untuk mengumpulkan data terkait Robert dan Amanda, baik dari rekan kerja satu level maupun bawahan mereka. Data ini mengungkap bahwa kinerja Robert biasa saja ketika bekerja dengan rekan satu level; selain itu, bawahan juga menilai bahwa Robert merupakan seorang atasan yang tak begitu mampu memimpin. Di sisi lain, Amanda memiliki reputasi positif, baik di mata rekan satu level maupun bawahannya. Menurut mereka, Amanda juga memperlihatkan kemampuan dan kemauan yang kuat untuk terus belajar dan berkembang. Kesimpulannya adalah: Robert pandai mengelola pekerjaan, sementara Amanda memiliki lebih banyak skill dan dinilai mampu memimpin oleh rekan kerja sekaligus bawahannya.
Menurut penulis, 360 Feedback memungkinkan organisasi untuk melihat gambaran secara menyeluruh mengenai seorang karyawan. Sementara Top-Down Appraisals hanya memberi organisasi data dari kacamata atasan yang didasarkan pada pencapaian karyawan di masa lalu. 360 Feedback menunjukkan mu tentang apa yang terjadi sekarang dengan berbagai macam dinamika yang berlangsung dalam lingkungan kerja dengan memanfaatkan beberapa sumber data (atau sudut pandang).
Agar 360 Feedback dapat digunakan secara efektif, pastikan kembali bahwa kamu sedang mencari feedback atau data tentang perilaku dan kompetensi yang kamu butuhkan di masa mendatang serta peran apa yang perlu diisi di dalam organisasi. Sebab karyawan yang menunjukkan performa baik dalam peran yang ia pegang saat ini tak bisa menjadi penentu bagaimana performa nya di saat menjalankan peran lain. Saat mengelola talenta, kamu harus melihat lebih jauh kemana arah organisasi kedepan dan apa yang dibutuhkannya.
Pengembangan Kepemimpinan (Leadership Development)
360 Feedback dapat memakan begitu banyak waktu, karenanya organisasi harus memastikan untuk tidak membuat lelah para pemberi nilai. Untuk mencegah terjadinya kelelahan, organisasi harus sangat memahami tujuan di balik mengapa dan bagaimana umpan balik akan digunakan untuk pengembangan kepemimpinan.
Menurut penulis, 360 Feedback sangatlah berguna untuk pengembangan kepemimpinan pada tiga situasi spesifik:
1) Executive Onboarding (Orientasi Eksekutif). Sangat dianjurkan agar sebuah organisasi dapat melaksanakan 360 Feedback dalam waktu 4-6 bulan setelah eksekutif baru tersebut bergabung dengan organisasi untuk mengetahui bagaimana performa pemimpin yang baru dalam menyesuaikan diri dan beradaptasi.
2) Early Intervention (Intervensi Dini). Jika seorang pemimpin baru mengalami kesulitan dalam memimpin, maka data dari 360 Feedback dapat dimanfaatkan untuk membantu pemimpin kembali ke jalur yang sesuai dengan visi misi organisasi.
3) Situasi ketiga adalah ketika para manajer mengambil peran-peran baru atau menempati posisi manajerial yang lebih tinggi. Dalam kasus ini, organisasi disarankan untuk melaksanakan 360 Feedback beberapa bulan setelah penempatan untuk memberikan mereka gambaran seberapa baik atau buruk performa mereka.
Untuk mendapatkan sebanyak mungkin manfaat dari feedback pengembangan kepemimpinan, pastikan bahwa para penilai benar-benar paham tujuan di balik dikumpulkannya feedback tersebut dan bahwa mereka merasa aman karena proses pengumpulan data ini dilakukan secara anonim sehingga para penilai dapat menilai dengan sejujur-jujurnya.
Kinerja Tim (Team Performance)
Di tahun 2011, Whirlpool mulai mengalami penurunan laba dan harga saham akibat munculnya persaingan dari perusahaan-perusahaan internasional. Untuk merespons kondisi ini, mereka sadar bahwa mereka perlu membentuk sebuah tim eksekutif dengan kinerja tinggi yang dapat memastikan terjadinya perubahan positif dan inovasi dalam tubuh perusahaan.
Dalam membentuk tim ini, Whirlpool melaksanakan proses 360 Feedback yang mengevaluasi performa individu-individu yang tergabung di dalam tim sekaligus performa tim secara keseluruhan. Dari proses ini, organisasi menemukan bahwa kelompok tidak bertindak layaknya sebuah tim. Para individu menjalankan fungsi nya masing-masing tanpa mempedulikan tujuan dari perusahaan secara menyeluruh. Masalah-masalah yang bisa dipecahkan di dalam tim justru dibawa kepada pemimpin sehingga memperlambat gerakan pemimpin untuk melangkah maju. Setelah hasil feedback dikirimkan dan dijelaskan, tim mulai membuat perubahan, Mereka bertransformasi dari sebuah kelompok yang sering bekerja “melawan” satu sama lain menjadi sebuah tim yang kompak, bersatu dan mampu untuk menciptakan hasil yang memuaskan.
360 Feedback dapat membantumu mengukur kesuksesan dari tim mu dalam tiga acara:
1) Pertama, dengan mengevaluasi perilaku dan peforma masing-masing individu untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang ada pada tim.
2) Kedua, dengan mengukur keefektifan tim dan menunjukkan masing-masing individu pada tim bagaimana perilaku dan peran mereka memengaruhi tim secara keseluruhan.
3) Ketiga, dengan mengidentifikasi bagaimana konflik dalam tim dikelola dan kebutuhan emosional anggota tim terpenuhi.
Ketika sebuah organisasi dapat menggunakan 360 Feedback sesuai dengan tujuan, 360 Feedback dapat menjadi sumber informasi berharga secara terus menerus untuk membantu tim mu berkembang.
Pengembangan Organisasi (Organizational Development)
360 Feedback dapat membantumu membawa perubahan di dalam organisasi. Pada dasarnya, feedback pada level organisasi masih merupakan feedback pada level individu. Dari pada mencoba untuk mengubah budaya organisasi untuk membentuk individu di dalamnya, lebih baik kamu fokus terhadap individu-individu di dalamnya untuk mengubah budaya organisasi. Agar 360 Feedback efektif digunakan untuk pengembangan organisasi, kamu perlu mengintegrasikan nya ke dalam berbagai macam hal, mulai dari komunikasi sampai dengan proses pengembangan untuk memastikan kemampuan organisasi dalam melakukan pivot (perubahan arah tujuan) dan beradaptasi dengan cepat untuk memenuhi tujuan-tujuan organisasi.
Langkah pertama dalam menggunakan 360 Feedback guna pengembangan organisasi adalah meyakinkan setiap pihak terkait manfaat yang didapat dari penerapannya. Jika kamu adalah seorang CEO dari sebuah perusahaan, paparkan kepada leadership teams yang kamu pimpin akan niat atau maksud di balik penerapan metode baru ini agar mereka dapat membawa pesan ini dengan jelas kepada tim mereka masing-masing. Dalam mengimplementasikan sistem baru, pastikan bahwa kamu dapat menjawab segala pertanyaan serta keraguan yang dimiliki oleh anggota tim yang memiliki peran terhadap kesuksesan program ini atau terpengaruh oleh penerapannya. Buat mereka merasa dilihat, didengar, dan berharga dalam prosesnya; dan izinkan mereka untuk membantumu.
Langkah kedua adalah mengatur ekspektasi tentang seberapa lama keteguhan komitmen dibutuhkan.360 Feedback merupakan sebuah sistem yang bersifat jangka panjang, terus berlanjut, dan didesain untuk mendukung pertumbuhan secara terus menerus. Pada intinya, 360 Feedback adalah perubahan “gaya hidup” untuk sebuah organisasi dari pada “diet” yang berlangsung dalam jangka waktu relatif pendek. 360 Feedback membutuhkan konsistensi dan akuntabilitas. Jadi, memastikan bahwa tim mu siap untuk menjalaninya secara jangka panjang merupakan hal yang penting untuk menjaga keefektifan dari program 360 Feedback ini.
Langkah ketiga, pastikan bahwa proses 360 Feedback diimplementasikan di setiap aspek dari organisasi dan terikat pada tujuan serta sasaran organisasi yang jauh lebih luas. Umpan balik seperti ini efektif untuk menyempurnakan misi organisasi, mengembangkan inisiatif-inisiatif berdampak positif bagi sumber daya manusia organisasi, strategi untuk beradaptasi, komunikasi, dan lain sebagainya.
Ambiguitas dari Para Penliai
Kecacatan dari semua sistem terletak pada elemen manusia nya. 360 Feedback memanfaatkan data dari orang-orang, atau para penilai, yang mempunyai peran berbeda yang bekerja bersama dengan seseorang atau sebuah situasi yang sedang dinilai. Kualitas penilaian dari para penilai dapat menyempurnakan atau menghancurkan proses dari 360 Feedback ini. Jika kamu menerima data yang cacat atau informasi yang terlihat “digelembungkan” atau kurang bervariasi, masalahnya mungkin terletak pada ambiguitas. Bisa saja para penilai tak memahami penggunaan rating scale (skala peringkat) yang digunakan dalam proses penilaian. Atau mungkin mereka bisa saja tak melihat tujuan dari program ini atau tak memahami apa yang sedang diukur.
Pengetahuan adalah kekuatan, dan kunci untuk memberantas ambiguitas adalah dengan meningkatkan pemahaman.
Pertama, pastikan bahwa para penilai benar-benar memahami apa yang mereka lakukan. Tanyakan kembali kepada mereka apakah mereka paham dengan tujuan dari tugas yang diberikan dan apakah mereka memiliki segala hal yang diperlukan untuk memenuhi tujuan tersebut. Kamu juga boleh bertanya kepada para penilai “apakah pertanyaan-pertanyaan yang ada pada survei masih relevan dengan tujuan secara keseluruhan?”. Setelah survei diselesaikan, pastikan bahwa mereka telah mengisi jawaban dengan sejujur-jujurnya dan bertanggung jawab atas jawaban mereka masing-masing.
Kedua, periksalah kembali rating scale (skala peringkat) yang digunakan mengingat ini dapat memengaruhi keefektifan dari sistem umpan balik organisasi. Pastikan bahwa rating scale memiliki pilihan “Tidak Tahu” atau “Tak Diamati” dalam kasus-kasus tertentu. Berikan lebih banyak variasi di sisi positif skala dibandingkan sisi negatif. Contohnya, rating scale bisa dimulai dari “Tidak Setuju”, “Tidak Tahu”, “Agak Setuju”, “Setuju”, hingga “Sangat Setuju”.
Ketiga, matangkan pemahaman dari para penilai. Buat mereka paham alasan apa yang mendasari pengumpulan data. Pastikan mereka memahami definisi dari rating factors. Ajari mereka cara yang terbaik untuk menggunakan rating scale sehingga mereka menyediakan umpan balik yang efektif dan konsisten.
Terakhir, persiapkan platform perangkat lunak 360 Feedback dalam rangka mendukung adanya akuntabilitas dan pengingat untuk memastikan bahwa para penilai telah menyelasaikan seluruh survei. Platform-platform ini juga menyediakan hasilnya secara langsung (real time results) untuk membantumu mengimplementasikan perubahan dalam waktu yang relatif singkat. Semua hal ini akan membantumu mengeliminasi ambiguitas.
Bias dan Kerahasiaan
Kepercayaan adalah hal yang esensial bagi kesuksesan dari bermacam feedback system. Ketika menggunakan 360 Feedback, adanya bias gender yang terlibat dalam proses pengumpulan data dapat memperburuk kualitasnya. Selain itu, bocornya data yang bersifat rahasia ini dapat menimbulkan kerusakan berskala besar terhadap organisasimu.
Pertama, mari kita bicarakan tentang bias. Sayangnya, tak ada satu pun kerangka kerja yang terbukti dapat mengeliminasi bias gender dalam proses 360 Feedback. Karenanya, merupakan tugas dari para pemimpin program untuk memeriksa programnya secara berkala guna menemukan kecacatan-kecacatan yang mungkin mengakibatkan adanya bias dalam data.
Salah satu penyebab munculnya bias adalah melalui kata-kata yang telah terasosiasi dengan gender tertentu. Jika di dalam surveimu mengandung atribut-atribut tertentu yang mana diperlukan feedback, berhati-hatilah dengan penggunaan istilah seperti “ambisi” atau “kepercayaan diri” yang biasanya memiliki asosiasi terhadap kaum pria. Sama halnya, berhati- hatilah dengan kata-kata seperti “sensitivitas” dan “kelemah-lembutan” yang sering diasosiasikan dengan wanita.
Masalahnya, wanita yang memperlihatkan atribut-atribut tradisional “pria” cenderung dipandang lebih negatif atau kasar. Di samping itu, sifat-sifat seperti sensitivitas dan kelemah- lembutan tak biasanya diasosiasikan dengan para pemimpin. Istilah-istilah ini seakan membangun semacam perangkap, yang mau tidak mau, mengucilkan para wanita. Meskipun mengubah kriteria penilaian (rating criteria) untuk mengeliminasi bias yang tidak disadari (unconscious bias) dapat membantu, kamu mungkin perlu memberikan beberapa pelatihan tambahan untuk para penilaimu demi meningkatkan kesadaran adanya bias gender.
Saat kamu melihat para penilai dan pihak penerima nilai mendemonstrasikan sikap atau tindakan inklusif, berikan penghargaan kepada mereka sehingga semua orang tahu bahwa inklusi merupakan praktik yang sangat didukung oleh organisasi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tak ada satupun praktik yang terbukti dapat mengeliminasi bias. Karenanya, kamu harus terus mengawasi dan terus menerus meningkatkan proses pengumpulan umpan balik ini. Sampaikan penemuan-penemuan baru terkait subjek ini ke pemimpin-pemimpin lainnya.
Faktor kedua yang dapat mengukuhkan rasa percaya terhadap 360 Feedback adalah kerahasiaan. Ya, ketika berhadapan dengan data umpan balik, kamu sedang berurusan dengan informasi-informasi bersifat rahasia, mulai dari identitas dari para penilai, identitas dari mereka yang dinilai, hingga informasi-informasi personal yang didapatkan dalam prosesnya. Salah satu penyebab mengapa data dapat bocor ke pihak lain adalah karena adanya perubahan dalam kepemilikan organisasi dan proses transfer informasi. Kepemimpinan yang baru mungkin tak memahami sifat dari data umpan balik yang mereka terima.
Hal lain yang dapat mengancam bocornya data adalah kutipan kata demi kata dari para penilai. Data kualitatif semacam ini mungkin saja berguna, namun kutipan ini dapat digunakan untuk mengungkap identitas dari para penilai, mengingat setiap orang memiliki pola bicara atau tulisannya masing-masing.
Lalu ada juga eror-eror dalam proses administrasi seperti tak sengaja mengirimkan email data umpan balik kepada kepada orang yang salah, atau membiarkan file rahasia terbuka saat kamu meninggalkan meja kerja. Pastinya kamu menginginkan untuk mengeliminasi kemungkinan-kemungkinan kebocoran data sebanyak mungkin. Meskipun begitu, penting juga untuk mengetahui apa yang harus dilakukan saat kebocoran data terjadi.
Pertama, atasi kebocoran ini dengan melacak kemana saja dokumen tersebar dan menghapus jejak-jejak data itu jika memungkinkan. Hubungi semua pihak-pihak terkait dan komunikasikan dengan cepat seberapa penting dan genting nya situasi ini. Perhitungkan langkah-langkah selanjutnya yang perlu diambil untuk membenarkan situasi. Dalam kasus kerusakan ekstrem, konsultan dari luar atau asuransi jaminan profesional mungkin saja dibutuhkan.
Metode Analisis Baru
Salah satu kelemahan dari data kualitatif seperti komentar verbatim adalah terbongkarnya identitas dari para penilai. Teknologi modern seperti Natural Language Processing memungkinkan kita untuk mendapatkan hasil analisis dari kutipan atau komentar tersebut dalam bentuk nilai atau poin-poin penting sambil tetap menjaga anonimitas dari para penilai.
Metode kedua disebut dengan linkage analytics. Kerangka kerja semacam ini memanfaatkan data 360 Feedback untuk menghubungkan antara sentiment karyawan dengan pencapaian nyata dari karyawan untuk memprediksi terjadinya hal-hal seperti karyawan yang mengundurkan diri dan konflik internal sehingga organisasi dapat mencegah hal-hal semacam ini terjadi.
Alat ketiga adalah Network Analysis yang melacak kompetensi dari seorang pemimpin sekaligus dampak yang ditimbulkan olehnya terhadap organisasi secara menyeluruh.
Alat-alat analisis semacam ini dapat membantumu untuk mendapatkan banyak pengetahuan baru dari data umpan balik yang dimiliki organisasi dan mengukur kesehatan dari organisasi.
Mungkin masih terdapat banyak kesalahan dalam ringkasan ini kawan, mohon untuk di-review kembali. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca!
Add a comment