Setiap cerita harus berakhir. Namun akhir dari sesuatu tidak ada yang pernah tahu. Cerita yang hendak disampaikan oleh Katie Mack ini diprediksi akan berakhir dengan salah satu dari lima skenario potensial; iya, ini adalah cerita tentang bagaimana alam semesta akan berakhir. Lima skenario dugaan ini dibuat berdasarkan sains yang selama ini telah digali: the Big Crunch, Heat Death, The Big Rip, Vacuum Decay, dan the Big Bounce.
Dari Agama Hingga Sains
Selama beribu-ribu tahun, agama adalah pihak yang telah memberikan gambaran kepada kita tentang akhir dari alam semesta. Agama Kristen, Yahudi, dan Islam memiliki pandangan bahwa akhir dari alam semesta adalah sebuah kepastian. Singkatnya, dunia akan melalui sebuah peristiwa di mana kebaikan akan mengalahkan kejahatan yang sempat merajalela di hari-hari terakhirnya, dan mereka yang beriman akan diberikan ganjaran di akhirat jika mereka mampu berbuat baik di saat mereka mengalami kesulitan.
Namun masyarkat suku Maya dan Agama Hindu mempunyai pandangan yang berbeda; alam semesta tak akan menemui ujung dari keberadaannya, akan tetapi kosmos akan selalu meremajakan dirinya tanpa henti. Kosmos seakan mempunyai siklus; setiap akhir dari satu siklus mengantarkan kita kepada awal dari sebuah siklus baru. Akhir dari satu siklus ke siklus lainnya bisa datang dalam bentuk yang bermacam-macam. Namun dengan setiap akhir dari sebuah siklus, terdapat harapan bahwa hal-hal yang terjadi di dunia akan berjalan dengan sedikit lebih baik pada siklus-siklus selanjutnya.
Optimisme tentang akhir dari dunia yang positif biasanya tak pernah ditemukan pada perspekftif filosofis. Berbeda dengan agama, filsafat tak benar-benar berharap bahwa alam semesta akan peduli dengan kita; ini adalah sebuah ide yang dirangkum dalam sebuah konsep bernama nihilism. Seorang nihilis pada dasarnya berkata bahwa tak ada sesuatu yang akan bertahan lama, karenanya mengapa kita harus peduli dengan semua ini? Hidup itu sendiri tak ada artinya.
Hingga saat ini, pertanyaan filosofis tentang makna dari kehidupan belum banyak berubah. Akan tetapi, pertanyaan tentang akhir dari alam semesta sudah mulai diteliti secara ilmiah. Dengan adanya akselerator partikel dan teleskop-teleskop besar, kemampuan kita untuk mempelajari alam semesta telah berkembang secara drastis. Tak hanya itu, peralatan ini juga memberikan kita kesempatan untuk melihat masa depan. Manusia adalah mahluk yang gigih. Setelah ribuan tahun mengajukan pertanyaan yang bersifat ilmiah, sekarang kita mampu untuk pertama kalinya membuat model yang cukup detil tentang bagaimana alam semesta yang megah ini akan menemui akhirnya.
Big Crunch
Adanya alam semesta diawali oleh sebuah letusan (bang). Coba saja bayangkan, 13.8 miliar tahun yang lalu, kosmos, dengan segala isinya yang bisa kita lihat dan rasakan di momen ini, dipadatkan dalam sebuah titik yang lebih kecil dari pada sebuah atom. Kemudian, karena alasan tertentu, tiba-tiba saja titik itu meledak memancar ke berbagai arah dengan kecepatan yang lebih cepat dari kecepatan cahaya. Fase awal dari alam semesta sangatlah panas dan padat. Namun seiring dengan berjalannya waktu, alam semesta semakin meluas dan berangsur mendingin; momen ini memungkinkan partikel untuk terbentuk, dan secara efektif menjadi bahan dasar (building blocks) dari terbentuknya planet-planet, bintang-bintang, dan galaksi- galaksi.
Setelah kita menemukan bahwa alam semesta itu meluas dan mengembang (expanding universe), pertanyaan logis selanjutnya adalah “Apakah yang akan terjadi jika saja proses
pengembangan ini berhenti dan alam semesta justru bergerak menyusut (menuju ke pusat ledakan)?” Muncul lah teori The Big Crunch. Skenario yang digambarkan oleh teori The Big Crunch adalah ketika alam semesta dengan segala isinya dipadatkan kembali menuju ke sebuah titik (re-collapse to a single point). Ilmuwan berpendapat bahwa fenomena ini hanya akan terjadi jika ruang di alam semesta terisi oleh cukup banyak materi sehingga mempunyai gaya tarikan yang kuat untuk menaklukkan dorongan awal yang timbul akibat ledakan big bang; dalam kasus ini, gaya tarikan antar satu sama lain, dari semua materi, pada akhirnya akan menyebabkan proses ekspansi alam semesta melambat, berhenti, dan menarik kembali alam semesta ke satu titik. Ilustrasi nya tak jauh berbeda dengan saat kamu melemparkan bola ke atas di ruang terbuka, gaya gravitasi akan memperlambat gerakan bola ke atas dan menariknya kembali ke bumi.
Lalu, pengalaman seperti apa yang akan kita rasakan saat The Big Crunch terjadi? Awalnya, kita hanya akan menyadari bahwa galaksi-galaksi yang jauh letaknya telah berhenti bergerak menjauh dan lama-kelamaan justru bergerak mendekati kita. Kemudian, saat galaksi-galaksi bertabrakan, gelombang gas antar bintang yang saling bertemu akan menyebabkan bintang- bintang baru menyala di tengah kegelapan, black holes (lubang hitam) akan membengkak dengan semakin banyaknya materi yang mereka konsumsi, dan seluruh tata surya yang ada pada galaksi akan terlempar keluar dari orbit bergerak menuju kehampaan (void). Dari titik ini, keadaan akan semakin memburuk. Saat alam semesta menjadi semakin sesak, frekuensi terjadinya supernovae (ledakan bintang) akan semakin meningkat dan membanjiri ruang dengan radiasi. Black holes juga akan mengeluarkan pancaran partikel berenergi tinggi seiring dengan memanasnya materi yang mereka konsumsi. Semua radiasi ini terpadatkan kedalam ruang yang semakin sempit hingga akhirnya mencapai level energi yang lebih tinggi dari pada big bang itu sendiri. Apa yang terjadi setelah ini belum ada yang mampu untuk memprediksinya.
Namun di tahun 1990an, sebuah tim ahli astronomi menghasilkan sebuah penemuan yang mengejutkan banyak orang dan memaksa kita untuk memikirkan kembali skenario lain tentang akhir dari alam semesta. Ternyata kecepatan ekspansi alam semesta tidak melambat sama sekali, sebaliknya, proses ekspansi terjadi semakin cepat. Sebuah plot twist yang mengejutkan bukan.
Heat Death
Teori alternatif dari alam semesta yang menyusut adalah alam semesta yang terus mengembang. Kembali ke analogi melemparkan bola ke udara; jika teori the big crunch itu seperti bola yang jatuh kembali ke Bumi, maka alam semesta yang terus mengembang keluar itu seperti bola yang dilemparkan dengan sangat kencang sampai akhirnya ia mampu terbebas dari gaya tarik gravitasi bumi dan bergerak melalui ruang angkasa untuk selamanya. Mungkin awalnya kamu menganggap ini sebagai kabar baik; setidaknya kita tidak akan berujung terpanggang di tengah-tengah galaksi yang saling bertabrakan bukan?
Tunggu dulu, entropi (kecenderungan meningkatnya disorganisasi atau kekacauan di dalam sebuah sistem) menjadi faktor lain yang dapat menyebabkan kehancuran alam semesta. Coba amati apa yang terjadi pada tubuhmu dan hal-hal yang ada di sekelilingmu. Sel-sel yang ada dalam tubuhmu akan terdegradasi dan mati, lantai akan semakin berdebu jika tidak dibersihkan, bisnis mengalami kegagalan, dan hubungan antar manusia pun akan berakhir. Ini semua merupakan contoh dari adanya entropi. Intinya, entropi di dalam sebuah sistem akan terus meningkat seiring dengan waktu (jika tidak ada pihak yang menjaga keteraturan dari sistem itu sendiri). Fakta ini begitu universal sehingga menjadikan entropi sebagai salah satu hukum dasar dari termodinamika. Ini juga menandakan bahwa setiap struktur yang ada di alam semesta ditakdirkan untuk mengalami disintegrasi (kehancuran); karena entropi, alam semesta sedang berada pada jejak yang tak dapat dihindari menuju ke kegelapan yang dingin dan hampa. Peristiwa ini disebut dengan Heat Death.
Istilah Heat Death mungkin terdengar sangat bertentangan dengan alam semesta yang akan berakhir dalam keadaan dingin. Namun kata “heat (panas)” pada istilah ini mengacu pada penegrtian fisika teknis yang sama sekali tak berhubungan dengan kehangatan, akan tetapi dengan tingkat kekacauan atau disorganisasi dalam sebuah sistem. Dalam teori Heat Death, kiamat bukan lah peristiwa yang terjadi hanya dalam sesaat, akan tetapi lebih seperti penurunan kesehatan alam semesta dalam waktu yang lama.
Pertama-tama, galaksi bima sakti (milky way) di mana bumi berada akan menjadi semakin terisolasi akibat menjauhnya galaksi-galaksia lain. Mereka bergerak menjauh lebih cepat sehingga cahaya yang mereka pancarakan makin meredup hari demi hari, dan pada akhirnya tak lagi sampai ke bumi. Galaksi tersebut akan menghilang dari langit malam dan menghilang dari kita selamanya. Satu per satu, langit akan kehilangan kelap-kelip cahayanya.
Tak hanya galaksi bima sakti, pada akhirnya tiap gugus galaksi akan benar-benar terisolasi, dikelilingi oleh kegelapan yang pekat. Tak akan lagi ada sesuatu yang mendekat untuk memberi galaksi persediaan materi baru (fresh supply of matter). Pada akhirnya, bintang-bintang yang ada pada galaksi akan habis terbakar dan memudar, dan bahkan supermassive black holes yang ada di pusat dari tiap galaksi akan menguap. Tak lama kemudian, partikel-partikel tersebut akan ter-disintegrasi. Saat alam semesta telah meraih level entropi yang paling tinggi, tak akan ada benda yang tersisa. Tak akan mungkin lagi bagi struktur yang terorganisasi dapat terbentuk.
The Big Rip
Dark energy (energi gelap) adalah sesuatu yang ada di setiap penjuru alam semesta, akan tetapi keberadaannya cukup sulit untuk di ketahui secara tepat. Faktanya, ‘dark energy’ adalah istilah yang digunakan oleh para ahli kosmologi untuk merujuk pada segala jenis fenomena kosmis yang menjelaskan mengapa alam semesta mengalami akselerasi dalam proses ekspansinya. Mengingat bahwa ruang angkasa sedang mengalami ekspansi ke segala arah secara seragam membuat para peneliti berasumsi bahwa dark energy mungkin saja ada dan tersusun secara identik di seluruh alam semesta, terjalin menjadi satu dengan ruang. Akan tetapi, pengetahuan kita mengenai teka-teki kosmos ini masih sangat terbatas, dan ini digambarkan dengan kata ‘dark’ yang disematkan pada istilah dark energy.
Mungkin saja dark energy merupakan salah satu ciri yang dimiliki oleh ruang hampa di angkasa luar sana dan efek yang ditimbulkan hanyalah memperlebar jarak ruang antar galaksi di alam semesta (selama tidak ada gaya gravitasi dari objek lain yang ikut bekerja). Namun di sisi lain, dark energy bisa saja sesuatu yang bersemayam di dalam objek-objek; pada waktu yang tak diduga, dark energy dapat meledak dan merobek-robek alam semesta dengan begitu dahsyatnya. Karena itulah, skenario semacam ini diberi nama the Big Rip.
Dalam skenario the Big Rip, hal pertama yang akan mengalami perpecahan adalah gugus galaksi (galaxy clusters) berukuran besar. Orbit dari kumpulan galaksi-galasi yang berputar ini akan semakin melebar. Pada akhirnya, galaksi yang berada pada posisi terluar dari gugus akan sepenuhnya terlepas dari orbit, seperti tamu yang meninggalkan pesta di penghujung malam.
Selanjutnya setiap galaksinya akan mulai memudar. Bintang-bintang yang berada pada posisi terluar dari batas galaksi akan terhempas, ditelan oleh kehampaan ruang angkasa yang semakin berkembang. Langit malampun akan kian meredup.
Pada titik ini, tata surya yang ada pada galaksi akan mengalami hal yang sama. Planet-planet di tiap tata surya akan berjalan keluar dari orbitnya dan hilang di dalam kegelapan. Bumi juga akan memisahkan diri dari matahari, dan melayang di ruang angkasa tanpa tujuan. Dalam waktu yang tidak lama, struktur dari objek apapun yang masih bertahan akan kesulitan untuk menghadapi tekanan dari ruang yang kian mengembang di dalamnya. Gerakan tektonik bumi juga akan terganggu akibat perubahan gaya gravitasi yang sedang berlangsung. Pada akhirnya, tekanan dari dalam ini tak sanggup lagi ditahan oleh bumi dan bumipun akan meledak.
Tak lama kemudian, ikatan yang selama ini menjaga struktur dari atom dan molekul tak akan sanggup lagi menahan tekanan yang diakibatkan oleh dark energy. Molekul akan mulai pecah dan rusak, diikuti oleh inti atom setelahnya. Pada momen akhir ini, ruang itu sendiri akan terobek. Namun kamu tak perlu khawatir, menurut peneliti peristiwa ini akan terjadi ratusan miliar tahun lagi; di saat itu, sebagian besar struktur di alam semesta sudah rapuh.
Vacuum Decay
Vacuum Decay adalah sebuah teori kiamat yang menyatakan bahwa gelembung kuantum kematian akan muncul secara tiba-tiba di satu titik di alam semesta dan membesar layaknya balon dan memusnahkan apapun yang menghalangi jalannya. Ini merupakan salah satu teori kiamat yang sempat masih dipertanyakan validitasnya karena tidak ada bukti dan data yang cukup untuk mendukungnya. Namun di tahun 2012, ketika the Large Hadron Collider di CERN mengonfirmasi keberadaan dari Higgs field (bidang Higgs) untuk pertama kalinya, tiba-tiba terjadinya Vacuum Decay menjadi sesuatu yang sangat mungkin.
Kabar baiknya adalah, penemuan Higgs field ini sesuai dengan apa yang dijabarkan dalam standard model of particle physics. Namun kabar buruknya, Higgs field ini juga mengisyaratkan bahwa banyak dari hukum dasar alam, yang membuat kehidupan menjadi mungkin, tidaklah stabil.
Coba bayangkan saja. Pada saat ini, kita hidup di alam semesta yang memiliki keseimbangan sempurna di mana masa (masses) dan muatan (charges) dari partikel-partikel diatur dengan begitu pas sehingga mengizinkan mereka untuk berkumpul dan membentuk molekul dan objek; dan memungkinkan semua proses kimia yang dibutuhkan untuk kehidupan terlaksana. Ternyata kestabilan dari partikel ini tak akan bertahan selamanya; nilai-nilai dari konstanta-konstanta yang ada sekarang hanyalah ciri-ciri (properties) dari Higgs field pada saat ini saja. Nilai konstanta dari Higgs field sangat tergantung pada shape of the field’s potential. Dan berdasarkan apa yang baru saja kita pelajari, kosmos kita yang begitu indah ini, seperti sedang mempertahankan keseimbangannya di puncak sebuah gunung (dengan kata lain, sangat rawan untuk berubah).
Nilai dari Higgs field dapat bertahan pada angka yang aman untuk waktu yang sangat lama; cukup lama hingga bintang-bintang dapat terbentuk dan kehidupan dapat berkembang. Namun ada yang berspekulasi bahwa jika terjadi gangguan (disturbance) yang cukup kuat, ini dapat berpotensi untuk mendorong Higgs field terjun ke potential yang lebih rendah. Kabar baiknya adalah kekuatan sebesar itu belum pernah ditemukan oleh para peneliti. Sementara dari sudut pandang quantum mechanics, Higgs field dapat berubah meskipun tanpa adanya gangguan, yang berlangsung secara acak, kapanpun juga; fenomena ini disebut dengan random quantum jiggle.
Ya, untuk memicu terjadinya vacuum decay hanya memerlukan nilai Higgs potential pada sejengkal ruang di ruang angkasa jatuh pada tingkatan yang lebih rendah. Jika ini terjadi, maka ruang di sekitarnya akan mencoba mencari stabilitas dengan menurunkan Higgs potential nya juga, mengikuti pusat terjadinya vacuum decay. Melalui mekanisme ini, gelembung kuantum kematian ini akan mengembang ke berbagai arah dengan kecepatan cahaya. Apapun yang menghalangi jalan gelembung akan dimusnahkan oleh dinding energi intens yang menyelimuti gelembung layaknya tempurung. Selain itu, ruang di dalam gelembung telah berubah secara radikal, sampai-sampai ikatan yang biasanya menghubungkan partikel-partikel secara bersama tak mampu lagi bekerja. Tapi jangan khawatir, jika vacuum decay terjadi, kematian yang kamu rasakan tidak akan terasa menyakitkan. Jika penjelasan ini masih kurang jelas, silahkan klik di sini untuk melihat video singkatnya.
Big Bounce
Skenario ini mempertimbangkan kemungkinan adanya dimensi ekstra atau alam semesta paralel (parallel universe). Kita sebagai manusia hanya dapat melihat realitas dalam tiga dimensi saja karena kemampuan otak kita yang terbatas. Akan tetapi, hanya karena kita tidak bisa melihat sesuatu, bukan berarti sesuatu itu tidak ada. “Sesuatu” yang dimaksud penulis di sini adalah “dimensi ekstra”. Ada beberapa hal yang mengindikasikan setidaknya ada satu dimensi ekstra di alam semesta. Pertama, adanya kelemahan yang misterius pada gaya gravitasi. Jika kamu belum memperhatikannya, kelemahan dari gaya gravitasi ini cukup mencurigakan. Saking lemahnya, tiap kali kamu mengisap es teh melalui sedotan, kamu telah mengalahkan gravitasi bumi secara keseluruhan. Beberapa ahli fisika datang dengan penjelasan yang sedikit aneh, yakni: gaya gravitasi mengalami kebocoran ke dimensi lain.
Jika memang ada dimensi lain di luar sana, mungkin alam semesta yang kita huni sekarang hanyalah satu bidang (one plane) dari ruang waktu (spacetime) yang lebih besar. Mungkin dimensi ekstra itu adalah rumah bagi alam semesta lain yang mirip dengan milik kita. Dan jika asumsi ini benar, mungkin gravitasi kita dapat dipengaruhi oleh gravitasi mereka. Mungkin alam semesta yang berbeda ini bisa saja saling bertabrakan.
Muncullah teori ekpyrotic cosmos. Menurut versi asli dari teori ini, kosmos yang kita tinggali sekarang ini merupakan hasil tabrakan dari alam semesta kita dengan alam semesta lainnya. Intensitas dari tabarkan inilah yang menyebabkan terjadinya Big Bang yang memungkinkan kosmos kita untuk terus berekspansi seperti yang terjadi sekarang ini.
Menurut teori ini juga, tabrakan dari dua alam semesta ini tak membuat keduanya bersatu, mereka justru saling menolak seperti dua bola yang saling memantul saat bertabrakan. Ini menyebabkan masing-masing universe melintas ke ruang dimensi yang lebih tinggi, dan tiap universe pun menjadi semakin dingin serta mengalami ekspansi. Untuk saat ini kita sedang berada pada proses ekspansi. Namun karena kedua universes ini saling mengerahkan gaya gravitasinya terhadap satu sama lain, maka pada satu waktu nanti kedua universes ini akan menarik antara satu sama lain kembali, menyebabkan tabrakan lainnya (causing another bounce). Jika teori ini benar dan tabrakan lain kembali terjadi, maka kita dan segala hal yang kita ketahui akan musnah dalam prosesnya.
Ekpyrotic models dari alam semesta ini bersifat siklis. Setiap akhir dari satu siklus merupakan awal dari siklus yang baru. Penciptaan dan penghancuran terjadi secara serentak lagi dan lagi. Namun seberapa besarkah kemungkinannya? Gagasan tentang adanya alam semesta parallel ini masih berada pada tahap spekulasi. Bahkan formulasi baru dari ekpyrotic model tak memerlukan dimesi baru untuk menjelaskan terjadinya Big Bounce. Namun masih ada beberapa masalah yang perlu diselesaikan dari model ini.
Demikian yang bisa kami sampaikan kawan, mohon maaf jika masih terdapat kekeliruan. Terima kasih sudah membaca!
Add a comment