Merasakan luka batin karena ucapan atau perbuatan seseorang terhadap kita merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tak dapat dihindari. Mungkin kamu pernah mengalami perundungan ketika duduk di bangku sekolah, ataupun dikhianati oleh orang yang kamu cinta, luka emosional itu akan membekas, mungkin untuk waktu yang cukup lama. Sekuat apapun kamu mencoba untuk melindungi dirimu dari pengalaman semacam ini, pada tahapan tertentu dalam hidup, kamu tak akan mampu untuk lari darinya. Akan tetapi, kamu dapat mengendalikan caramu dalam meresponsnya.
Saat disakiti, ada dua tindakan yang bisa kita ambil, entah itu memberi balasan yang setimpal terhadapnya, atau kita dapat memilih untuk memaafkannya. Melalui buku ini, sang penulis (Desmond Tutu dan Mpho Tutu) membagikan pandangan beliau tentang maaf-memaafkan, yang kadang terasa berat.
Kalau menurutmu, apakah arti sebenarnya dari memaafkan itu sendiri? Sebagian orang memandang ini sebagai tindakan mulia, sebagian lain menganggap nya sebagai tindakan yang lembek karena membiarkan orang yang bersalah lepas dari tanggung jawabnya. Tetapi penulis berpendapat sebaliknya. Alasan pertama dan utama mengapa sebaiknya kita memaafkan orang yang menyakiti kita adalah kita akan merasa terbebaskan (it will set you free).
Uskup agung Desmond Tutu memahami lebih banyak tentang maaf-memaafkan dibandingkan dengan sebagian besar orang yang ada di Bumi. Saat menjadi korban dari rezim apartheid, beliau mencoba menemukan solusinya dengan mendirikan “Truth and Reconciliation Commission” (TRC), sebuah proyek keadilan restoratif di Afrika Selatan yang mengundang para pelaku tindakan kriminal apartheid untuk menceritakan dengan jujur apa yang sebenarnya terjadi dan menyarankan mereka untuk meminta maaf kepada para korban yang harus merasakan luka dan penderitaan yang mendalam atas perbuatan mereka. TRC mendapatkan penghargaan dari masyarakat atas upayanya yang memungkinkan Afrika Selatan untuk bertransisi ke negara demokrasi yang damai dan aman seperti sekarang.
Dalam tulisannya ini, beliau berdua menjabarkan tentang apa yang dimaksud dengan “Fourfold Path to Forgiveness”, sebuah metode praktis untuk memanfaatkan kekuatan dari forgiveness (maaf-memaafkan) dalam hidup.
Langkah Pertama dari Fourfold Path to Forgiveness Adalah Menceritakan Kisahmu
Saudari dari Clara Walsh meninggal dalam peristiwa kecelakaan mobil. Saat kecelakaan terjadi, Clara baru berusia 19 tahun. Ia merasa hancur. Kepergian saudarinya meninggalkan lubang besar dalam kehidupan Clara. Setelah saudarinya dikebumikan, tak ada seorangpun yang membicarakan tentang saudarinya; seolah ia tak pernah ada. Tak membicarakannya merupakan cara keluarga untuk menghadapi kehilangan ini. Tetapi metode ini tak bisa diterapkan pada Clara. Bertahun-tahun setelahnya, Clara mengalami kegelisahan (anxiety) dan depresi. Dia takut jika tiba-tiba saja sesuatu yang buruk terjadi kepada orang lain yang ia sayangi. Kegelisahan dan depresi ini mulai mengganggu ketenteraman rumah tangganya. Clara mulai mengonsumsi alkohol dan narkoba untuk mengenyahkan stres yang menghantuinya. Dan Clara tak pernah diizinkan untuk mengekspresikan apa yang terjadi padanya.
Pada dasarnya, Clara telah dihalangi untuk mengambil langkah pertama dari The Fourfold Path to Forgiveness, yakni: menceritakan kisahnya.
Ketika kamu menceritakan pengalamanmu dengan kata-kata, kamu sebenarnya sedang membagikan perspektifmu terkait peristiwa yang terjadi. Menceritakan kisahmu dapat memberikanmu ruang untuk memproses kejadian tersebut; ini juga merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kembali harga diri yang mungkin sempat hilang akibat cerita orang lain yang tak sesuai dengan kenyataan. Ya, kamu mungkin tak memiliki kendali atas peristiwa yang telah terjadi, namun kamu dapat menciptakan narasimu sendiri atas kejadian tersebut.
Telah dibuktikan secara ilmiah bahwa anak-anak akan menjadi lebih tangguh saat mereka mengetahui kisah dan latar belakang dari keluarga mereka. Di tahun 1990-an, peneliti Marshall Duke membuat sebuah kuesioner yang berjudul “Do You Know?” yang kemudian diberikan kepada sekelompok anak-anak; mereka diperintahkan untuk menemukan jawaban dari 20 pertanyaan tentang sejarah keluarga mereka. Penelitian lanjutan menunjukkan bahwa anak- anak yang dapat mengisi kuesionernya secara lengkap terlihat lebih bahagia dan tangguh. Mereka juga mampu menghadapi kejadian-kejadian yang traumatis, seperti serangan teroris 9/11, dengan lebih baik. Hanya dengan mengetahui sejarah keluarga mereka, entah itu baik atau buruk, semakin memberdayakan mereka untuk menghadapi situasi-situasi yang memberatkan.
Lalu, bagaimana caranya untuk mulai menceritakan kisahmu sebagai langkah pertama dalam perjalanan menuju forgiveness?
Pertama-tama, beri dirimu cukup waktu. Sesaat setelah peristiwa traumatis atau menjengkelkan terjadi, kamu mungkin tak mampu untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi padamu. Ingatanmu terasa buram dan terpecah-pecah mengingat kamu sedang menjalani proses pemulihan dari shock.
Saat kamu siap untuk membicarakannya, pilih seseorang yang dapat kamu percaya. Bisa saja itu seorang anggota keluarga atau teman baik. Seseorang yang dapat membuat mu merasa tenang dan aman. Seseorang yang bersedia untuk memberikan perhatian penuhnya kepadamu. Dan saat kamu selesai bercerita, mereka akan menyimpan cerita itu untuk diri mereka sendiri sehingga kamu tak harus membawa beban itu lagi.
Perlu diketahui bahwa menceritakan kisahmu merupakan sebuah proses yang terus berkembang karena seiring dengan berjalannya waktu, kamu mungkin akan mengingat detil-detil baru atau menilai bahwa beberapa aspek dari cerita menjadi tidak begitu penting.
Mungkin kamu akan merasa perlu untuk menceritakan kejadian kepada pelaku (pihak yang menyebabkan pengalaman buruk itu terjadi) dari sudut pandangmu. Jika pelaku bersedia untuk mendengarkan, ini dapat menjadi bagian penting dari proses penyembuhan. Tapi ingat, sering kali orang-orang menjadi defensif, takut, atau tak mau menerima kenyataan dari hal buruk yang telah mereka lakukan. Mereka bisa saja lebih tertarik untuk melindungi diri mereka sendiri dari pada mendengarkan cerita menurut pandanganmu. Jadi jika kamu memutuskan untuk berbicara dengan mereka, pastikan kamu dapat mengatur ekspektasimu. Tak ada jaminan bahwa mereka akan merespons mu dengan baik, tapi setidaknya kamu bisa membagikan ceritamu.
Langkah Kedua dari The Fourfold Path to Forgiveness adalah Mengidentifikasi Apa Rasa Sakit Itu Sebenarnya
Pada langkah pertama, kamu sudah mengungkapkan apa yang terjadi kepadamu. Langkah selanjutnya adalah mengutarakan bagaimana kamu telah disakiti. Tak lagi membahas fakta dari kejadian, kamu mulai menceritakan tentang apa yang kamu rasakan. Apakah kamu malu? Marah? Atau merasa terlukai oleh pengkhianatan? Ketika kamu tak mengakui perasaan- perasaan tersebut, mereka hanya akan menjadi semakin parah dan mengakar. Bagaimanapun juga, kamu tak akan bisa melepaskan perasaan yang membebanimu jika saja kamu tak bisa mengidentifikasinya. Proses ini merupakan langkah yang penting dalam proses penyembuhan.
Mpho Tutu cukup banyak mengetahui tentang ini saat ia mendampingi para penyintas pelecehan seksual. Mpho Tutu kerap bertemu wanita muda yang malu atau takut menceritakan apa yang dialaminya sehingga mereka hanya bisa diam memendamnya. Mereka merasa tak memiliki kesempatan untuk memproses kesedihan dan kemarahan itu. Hanya dengan diberikan ruang yang aman untuk mengidentifikasi dan merasakan perasaan-perasaan tersebut, baru proses penyembuhan itu bisa berjalan.
Dengan menamai rasa sakit itu (naming your hurts), kamu mulai berani untuk menunjukkan sisi rentanmu (vulnerable side). Kamu mungkin telah terbiasa untuk meredakan rasa sakit tersebut dengan mengonsumsi minuman beralkohol atau melakukan aktivitas membahayakan diri lainnya. Mungkin juga kamu telah belajar untuk memisahkan dirimu dari perasaan tersebut secara menyeluruh. Kembali belajar untuk menghubungkan diri dengan emosi-emosi tersebut bisa saja terasa tak nyaman dan membuatmu gelisah. Akan tetapi sebenarnya perasaan tersebut menunjukkan bahwa kamu sedang berada pada proses penyembuhan.
Ingat, proses penyembuhanmu memang tak akan berjalan seperti proses orang lain. Satu- satunya tugasmu hanyalah mengidentifikasi emosi yang benar-benar nyata bagimu. Antisipasi bahwa kamu akan mengalami kesedihan dalam proses nya, dan kamu juga akan melewati tahapan penyangkalan (denial) dan amarah (anger), sebelum akhirnya dapat menerima (acceptance) ini semua. Pastikan bahwa kamu mendapatkan dukungan dari seseorang yang tulus mau mendengarkanmu dan mengakui bahwa apa yang kamu rasakan itu benar tanpa mencoba untuk memperbaiki situasi; seseorang yang mengerti bahwa satu-satunya hal yang kamu butuhkan adalah seseorang yang bisa memberi perhatian penuhnya.
Langkah Ketiga adalah Memilih untuk Memaafkan secara Sadar
Langkah ketiga dari The Fourfold Path to Forgiveness adalah memberikan maaf terhadap pihak yang telah menyakitimu. Ini adalah langkah yang cukup berat. Akan tetapi, tanpa melalui proses ini, kamu hanya akan terjebak pada langkah pertama dan kedua. Mampu memaafkan terlihat seperti ciri- ciri dari seseorang yang saleh dan spesial. Penulis berpendapat bahwa ini tidak benar. Agar mampu memaafkan dengan lebih mudah, yang kita perlu lakukan hanyalah mempraktikkannya lebih sering.
Kita semua mempraktikkan memaafkan setiap hari. Bayangkan saat anak usia balitamu memukul kepala mu dengan sebuah balok kayu. Insting awalmu mungkin memerintahkan mu untuk membalas pukulannya. Namun kamu menahan keinginan itu; alih-alih, kamu hanya memerintahkan dia untuk berhenti memukulmu. Di saat itu juga kamu mengerti bahwa anakmu tak bermaksud untuk menyakitimu; mereka hanya perlu lebih hati-hati di lain waktu. Tanpa kamu sadari kamu telah bergerak melewati sebuah siklus maaf memaafkan.
Alasan utama dari memaafkan adalah untuk membebaskan dirimu dari rasa menjadi korban seumur hidup. Jadi berusahalah untuk mengingat-ingat motivasi ini ketika kamu merasa sulit untuk memaafkan.
Anak perempuan serta suami dari Kia Scherr terbunuh akibat serangan teroris di Mumbai. Dia tak berdaya menyaksikan liputan tersebut. Ketika acara TV menunjukkan sebuah gambar dari sang teroris, ia tiba-tiba saja berkata: “Kita harus memaafkannya.” Mendengar ini, anggota keluarga lain berpikir bahwa kondisi mental Kia sedang tidak baik. Namun sebenarnya Kia benar-benar tahu bahwa hanya dengan memaafkannyalah ia dapat melanjutkan hidup. Jika tidak, Kia hanya akan terlarut dalam kebencian sedalam kebencian yang dirasakan oleh sang teroris. Kia juga membayangkan kesedihan yang dirasakan ibu-ibu lain yang juga kehilangan anak-anaknya. Kia dapat terhubung dengan mereka dari sisi kemanusiaan, bahkan saat ia sendiri sedang berada dalam penderitaan. Dengan begitu, dia mampu untuk menjaga hatinya tetap lembut dan dapat menerima apa yang telah terjadi kepada keluarganya.
Melihat sisi kemanusiaan dari seseorang yang engkau maafkan adalah kunci lain dari kemampuan untuk memaafkan. Ketika kamu mulai melihat mereka sebagai manusia yang kompleks dengan segala beban hidupnya alih-alih melihat dia sebagai monster, kamu akan bisa berempati dengannya. Memaafkan seseorang tidak berarti bahwa kamu membiarkan ia untuk melanjutkan tindakan buruknya; memaafkan juga tidak berarti membiarkan ia lepas dari tanggung jawabnya. Sederhananya, dengan memaafkan, kamu telah memutuskan untuk membebaskan dirimu dari keterikatan dengannya, dan terbebas dari rasa menjadi korban dalam cerita. Memaafkan adalah pilihan. Semakin sering kamu mempraktikkannya, semakin kuat pula “otot memaafkan” yang terbentuk dalam dirimu.
Untuk membantumu dalam proses ini, berikut adalah teknik meditasi yang bisa kamu lakukan:
Tutup matamu, kemudian ambil beberapa nafas panjang. Biarkan dirimu memikirkan sebuah emosi yang membuatmu merasa lebih baik seperti kebahagiaan atau ketenangan atau perpaduan di antara keduanya. Bayangkan emosi tersebut mengisi tubuhmu dan terpancar keluar. Sensasi ketenangan ini merupakan bagian dari dirimu. Kamu dapat mengambil ketenangan tersebut kapanpun kamu membutuhkannya.
Sekarang coba bayangkan sosok dari seseorang yang ingin kamu maafkan. Alih-alih melihat mereka sebagai seseorang yang dewasa, bayangkan mereka sebagai bayi kecil yang sedang kamu gendong dan tidak bersalah, ia juga belum pernah melukai orang lain. Ia hanyalah bayi seperti kamu dulu. Dalam kondisi ini, dapatkah kamu mengarahkan perasaan baikmu padanya?
Langkah Terakhir dari The Path to Forgiveness adalah Melepaskan atau Memperbarui Hubungan Tersebut
The Fourfold Path to Forgiveness tidak akan lengkap tanpa langkah terakhir ini, yakni: melepaskan atau memperbarui hubungan dengan sang pelaku. Pada proses ini, kamu harus memutuskan untuk menjaga hubungan dengan orang tersebut, atau menyingkirkan dia dari hidupmu. Namun jika kamu tak mengetahui atau mengenal sama sekali orang yang telah menyakitimu, kamu mungkin berpikir: “Hubungan apa?”. Penulis berpendapat bahwa tindakan seseorang dalam menyakitimu telah menciptakan sebuah hubungan di antara kalian. Tiap kali kamu memikirkan tetang sang pelaku, energi emosionalmu dan ruang dalam pikiranmu akan terpakai. Langkah untuk “memperbarui atau melepaskan hubungan” ini didesain untuk membebaskanmu.
Alih-alih menggunakan momen tersebut untuk mengakhiri hubungan mereka (release the relationship), mereka justru menjalin hubungan baru darinya. Hari ini Lynn dan Dan Wagner memberikan ceramah umum bersama dengan Lisa yang membicarakan tentang maaf memaafkan dan proses penyembuhan “luka”. Pada akhirnya, yang membuat cerita ini begitu menakjubkan bukanlah tentang apa yang terjadi, tetapi lebih kepada bagaimana cara mereka merespons kecelakaan tragis tersebut. Dan dan Lynn Wagner menunjukkan keikhlasan yang luar biasa dalam memaafkan Lisa. Sementara Lisa berani menghadapi apa yang dia telah lakukan dengan teguh serta berkomitmen untuk menebus kesalahannya. Proses ini tentu membutuhkan banyak waktu. Namun langkah-langkah ini melahirkan sebuah hubungan baru yang tak satupun dari mereka bisa bayangkan sebelumnya.
Ketika kamu memutuskan untuk memperbarui sebuah hubungan, kamu tak mencoba untuk mengembalikan hubungan tersebut kepada kondisi seperti sebelumnya. Tetapi, kamu harus memikirkan tentang apa yang kamu butuhkan dari sang pelaku agar dapat membantumu untuk menyembuhkan diri. Apakah kamu memerlukan mereka untuk mendengarkanmu dan mengakui luka-luka mu, seperti apa yang dilakukan oleh Lynn dan Dan Wagner terhadap Lisa? Apakah kamu membutuhkan penjelasan dari mereka tentang alasan di balik kejahatan yang telah mereka lakukan? Atau apakah kamu membutuhkan mereka untuk membayarkan ganti rugi atau menebus kesalahan dengan cara lain? Menanyakan apa yang kamu butuhkan merupakan satu tindakan yang manjur. Jika sang pelaku dapat memenuhi kebutuhanmu, maka ini dapat menjadi fondasi untuk membangun hubungan baru serta menjadikan hubungan ini lebih tangguh.
Jika pelaku tak mau untuk mendengarkan atau bertanggung jawab, atau jika kamu merasa tidak aman berada di sekitarnya, maka melepaskan hubungan tersebut adalah pilihan yang lebih baik. Dengan kata lain, kamu memilih untuk memaafkan mereka, dan membiarkan mereka untuk menjalani hidup mereka masing-masing tanpa adanya rasa dendam. Kamu tak harus memberitahukan hal ini secara terang-terangan, cukup bisikkan ini di dalam pikiran.
Untuk menjalankan semua tahapan yang ada pada The Fourfold Path membutuhkan banyak pertimbangan dan waktu. Tak perlu tergesa-gesa. Hanya dirimu yang tahu kapan kamu siap untuk memperbarui atau melepaskan hubungan dengan seseorang yang telah menyakitimu.
Memaafkan Merupakan Tindakan Sederhana yang Mampu Memberikan Dampak Besar
Bahkan tindakan sederhana seperti memaafkan dapat memberikan perubahan yang besar di dunia. Kualitas kehidupan dari manusia di bumi terbuat dari jutaan interaksi kecil yang terjadi antar manusia, entah interaksi itu berujung pada runtuh nya sebuah hubungan atau terwujudnya harmoni dan terjalinnya hubungan baru dalam kehidupan bermasyarakat. Penulis kembali mengingatkan bahwa memaafkan bukanlah tindakan yang pasif. Memaafkan juga tidak berarti memberi kebebasan bagi orang lain untuk menyakitimu. Sebaiknya, memaafkan adalah tentang belajar untuk mengekspresikan rasa sakitmu, menyatakan apa yang kamu butuhkan, dan membuat orang lain bertanggung jawab atas perbuatannya.
Dan jika kamu tahu kam telah menyakiti orang lain, sekecil apapun itu, maka kamu harus belajar untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah kamu lakukan. Kamu harus mampu mendengar cerita dari orang yang kamu sakiti tanpa bermaksud untuk melindungi diri, kemudian meminta maaf dan melakukan tindakan untuk memperbaiki hubunganmu. Tak ada kesalahan yang tak dapat dimaafkan, dan tak ada seorang pun yang tak pantas untuk dimaafkan. Dan sering kali orang pertama yang harus kamu maafkan adalah dirimu sendiri.
Add a comment