Terdapat sebuah pepatah tua yang mengatakan bahwa kebijaksanaan (wisdom) dan kepraktisan/kegunaan (practicality) merupakan dua hal yang saling bertentangan (incompatible). Walaupun pepatah ini dapat mendeskripsikan sesuatu yang sering kita alami atau lihat, pesan inti dari pepatah tersebut belum tentu benar. Naval Ravikant merupakan salah satu manusia modern yang membuktikan bahwa wisdom dan practicality bisa berjalan beriringan. Kesuksesannya sebagai seorang perngusaha sekaligus investor merefleksikan pemahamannya tentang kemampuannya untuk menghasilkan uang dalam menjalankan bisnis. Namun ia juga seorang filsuf yang berdedikasi untuk menggali rahasia meraih hidup yang membahagiakan.
Jika Kamu Tak yakin dengan Sebuah Keputusan, Maka Jawabannya Adalah Tidak
Ada 7.9 miliar manusia yang hidup di planet Bumi. Berkat internet, sangat lebih mudah untuk mengenal manusia lain, tak peduli di manapun ia tinggal. Maka dari itu, potensi untuk mendapatkan pasangan, teman, dan partner bisnis menjadi lebih tinggi. Cara kita bekerja juga sudah berubah. Hari ini, ada ribuan pekerjaan yang terbuka untuk seseorang yang memiliki koneksi internet dan komputer saja. Singkatnya, masyarakat modern memiliki banyak sekali pilihan, entah itu terkait dengan siapa yang akan kamu nikahi, di mana sebaiknya kamu tinggal, dan karir seperti apa yang ingin kamu kejar. Sekarang, pertanyaannya adalah, bagaimana caranya untuk membuat keputusan yang tepat? Terlebih untuk hal-hal yang sangat menentukan dalam hidupmu.
Sebenarnya otak manusia tak didesain untuk berhadapan dengan lingkungan yang memiliki banyak pilihan (option-rich environments); mungkin ini karena proses evolusi yang telah mengondisikan kita. Nenek moyang kita menjalani hidupnya dalam suku-suku kecil dan sangat didikte oleh keterbatasan (scarcity). Contohnya, dalam rangka menemukan pasangan, yang menjadi penentu bukanlah rasa cinta atau percaya terhadap nilai-nilai yang sama, akan tetapi “ketersediaan” (availability). Bagi mereka, bekerja (yang berarti berburu untuk menemukan cukup makanan) juga merupakan sebuah kebutuhan agar mereka dapat meneruskan hidupnya.
Warisan dari proses evolusi tersebut adalah masalah bagi masyarakat di masa kini. Ketika berhadapan dengan keputusan-keputusan besar, sangat mudah bagi kita untuk “terkunci” dalam keputusan tersebut dalam jangka waktu yang panjang. Misalkan, memutuskan untuk berpindah kota dan melakukan pekerjaan tertentu dapat mengubah haluan dari perjalanan karirmu secara keseluruhan. Sekali kamu membuat keputusan yang salah, maka semakin banyak pula waktu yang kamu sia-siakan. Dengan kata lain, keputusan semacam ini memiliki konsekuensi jangka panjang; mau tidak mau kamu harus membuat keputusan yang tepat.
Karenanya, akan memudahkan jika kita dapat menerapkan sebuah peraturan praktis yang dapat membantu untuk memahami sebuah masalah. Aturan tersebut berbunyi: “Jika kamu merasa tak yakin dengan sebuah keputusan atau persoalan, maka jawabannya adalah tidak”.
Tentu, kamu tak bisa benar-benar yakin 100% dengan apa yang akan terjadi di masa depan; kamu tak akan pernah tahu apakah menikahi seorang teman atau membeli rumah di daerah tertentu merupakan pilihan yang tepat. Poin utama yang ingin disampaikan penulis adalah percayai rasa ragumu. Jika untuk memutuskan sesuatu kamu harus membuat sebuah spreadsheet dengan kolom pro dan kontranya secara detil, maka kamu sudah tahu jawaban dari keputusan tersebut, yakni tidak. Ini adalah peraturan yang sederhana, namun efektif. Lebih dari itu, ini dapat membantumu menghemat waktu dan membebaskanmu dari rasa penyesalan.
Reputasi yang Baik Adalah Aset yang Berharga
Katakanlah kamu menginvestasikan uang sebanyak USD 10.000 dengan tingkat bunga (sederhana) sebesar 10% per tahunnya. Selama uang yang telah diinvestasikan tadi tidak ditarik keluar, kamu akan mendapatkan USD 1.000 tiap tahunnya, tidak kurang, tidak lebih. Lalu, ada juga yang disebut dengan bunga majemuk (compound interest). Besarnya bunga yang didapat dari bunga majemuk layaknya bola salju yang bergulir menuruni gunung salju dengan cepat; bunga akan bertambah besar dan besar dari waktu ke waktu secara eksponensial.
Misalkan, di tahun pertama, dari uang USD 10.000 yang diinvestasikan di awal, kamu akan mendapatkan bunga sebesar USD 1.000 (dengan tingkat bunga majemuk sebesar 10%); lalu di tahun kedua, bunga yang kamu dapatkan adalah USD 1.100 (dengan kalkulasi IDR 11.000 x 10%); di tahun ketiga, bunga yang didapatkan sebesar USD 1.210 (USD 12.100 x 10%). Bisa dilihat bahwa jumlah bunga yang akan didapatkan akan terus bertumbuh dengan kalkulasi bunga majemuk. Jika dibandingkan, dalam waktu 3 dekade, investasi USD 10.000 dengan bunga majemuk akan menghasilkan USD 174,494; namun dengan bunga sederhana, investasi USD 10.000 hanya akan menghasilkan USD 40.000. Menurut penulis, aturan dari bunga majemuk ini juga bisa diterapkan dalam menjalin hubungan dalam keseharian.
Lihat saja apa yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki pengaruh di dunia bisnis, seperti CEO dari perusahaan multinasional besar, atau investor yang berhasil mengelola uang miliaran dolar mewakili para client nya. Mengapa mereka dapat menempati posisi tersebut? Pastinya mereka bertalenta dan pekerja keras, namun fakta tersebut tak dapat menjelaskan mengapa banyak orang yang sepintar dan berdedikasi tinggi seperti mereka tak memiliki jabatan yang sama. Jawabannya terletak pada kepercayaan.
Alasan mengapa mereka dipercaya untuk mengemban posisi tersebut sederhana: hubungan yang telah mereka bangun, kerja keras yang telah dikerahkan, dan integritas yang mereka jaga telah dibuktikan oleh banyak orang. Itulah yang disebut dengan reputasi – yang merupakan bunga majemuk atas investasi jangka panjang pada keahlian, pengalaman dan kejujuran. Bayangkan ketika hal ini diterapkan pada level individu, jika kamu telah menjalin hubungan kerja yang baik dengan seseorang dalam periode antara 5-10 tahun, kamu akan berujung mempercayai mereka. Negosiasi, mengenai hal-hal komersial, antar pihak menjadi semakin mudah dan kamu percaya bahwa semuanya akan berjalan dengan lancar.
Jika kamu menginginkan untuk mendapatkan “bunga” atas reputasimu, kamu harus memikirkan dengan baik tentang cara untuk membangun reputasi tersebut. Ingat bahwa kamu akan menginvestasikan cukup banyak waktumu untuk membangunnya, sehingga sangat disarankan agar kamu dapat mengganti fokus (move on) dengan cepat saat kamu menyadari bahwa investasi tersebut tak memberikan “keuntungan” yang ditargetkan. Jika saat ini kamu sedang mempelajari sesuatu dan kamu melihat bahwa kamu tak akan pernah menggunakan informasi tersebut, maka segera tinggalkan kelas atau kursus tersebut. Kamu hanya akan menyia-nyiakan waktu dan energi di sana. Lebih dari itu, saat kamu berfokus padanya, kamu telah melewatkan kesempatan untuk menemukan investasi jangka panjang yang benar-benar menguntungkan.
Jika Kamu Diam-Diam Membenci Kekayaan, Maka Kekayaan Itu Akan Menghindarimu
Uang tidak hanya tentang modal, pasar dan investasi, akan tetapi ini juga tentang psikologi. Dan rasa iri merupakan salah satu bagian dari psikologi. Saat kamu membandingkan dirimu dengan orang lain dan kamu iri dengan kesuksesannya, kamu akan terjebak pada pola pikir relatif (relative mindset) yang merupakan resep utama untuk menuju kesengsaraan. Membandingkan diri juga akan menjadi penghalang untuk menciptakan kekayaan. Jika kamu ingin menghasilkan uang, kamu harus bekerja dengan orang-orang yang lebih sukses dari dirimu. Saat kamu memberikan ruang bagi rasa iri untuk mengambil alih diri yang dicerminkan melalui perbuatanmu, maka partner/rekan kerjamu dapat merasakannya. Rasa iri akan merapuhkan fondasi kepercayaan dalam hubungan kerja yang sangat dibutuhkan untuk mencapai kesejahteraan.
Menurut penulis, kita semua memainkan dua jenis “permainan” sosial.
Permainan pertama adalah permainan uang (money game). Uang memang tak bisa membeli kebahagiaan atau membuat semua masalahmu menghilang, akan tetapi uang dapat menyelesaikan segala masalah yang berkaitan dengan uang. Ini adalah alasan yang cukup untuk memainkan permainan ini. Pada saat yang sama, terdapat cukup banyak orang yang merasa bahwa mereka tak dapat menghasilkan uang. Dari pada mencoba untuk mengatasi psychological block (pola pikir yang membatasi diri dalam mencapai suatu tujuan) yang dialami, mereka justru menyalahkan proses penciptaan kekayaan itu sendiri. Mereka bilang bahwa uang adalah sumber kejahatan dan uang tak perlu untuk dikejar.
Langkah di atas merupakan sesuatu yang standar untuk dilakukan dan merupakan bagian dari permainan kedua, yakni permainan status (status game). Menolak uang sebagai sesuatu yang mereka butuhkan atau inginkan adalah salah satu cara bagi seseorang untuk mendapatkan status yang lebih tinggi di mata orang lain. Permainan status ini sudah ada sejak generasi awal manusia, dan ini semua terkait dengan relative mindset. Tujuan dari permainan ini adalah untuk membandingkan antar manusia dan menetapkan hierarki di antara mereka (siapa yang berada di posisi puncak, posisi kedua, dan seterusnya). Hierarki inilah yang menjadikan permainan status sebagai zero-sum game: bagi seseorang untuk menjadi pemenang dalam sebuah permainan, orang lain harus kalah. Orang di posisi nomor dua hanya bisa menempati posisi puncak jika orang di nomor satu “mengosongkan” posisinya.
Status game ini biasanya digunakan dalam bidang politik; tanpa hierarki dan status, kita tak akan bisa tahu siapa yang sedang memegang kendali. Pada dasarnya, politik adalah necessary evil – “kejahatan” yang harus dilakukan oleh seseorang untuk mencapai hasil/tujuan yang “lebih baik”. Karenanya, penulis menyarankan agar kamu dapat menghindari permainan tersebut dalam hidup. Jika kamu terlalu sering memainkannya, kamu akan menjadi seseorang yang pemarah, penuh benci, dan agresif untuk menumbangkan orang lain.
Menurut penulis, money game bukanlah zero-sum, akan tetapi positive-sum, yang berarti kamu dapat memenangkan “pertandingan” tanpa harus membuat orang lain kalah. Kamu dapat menjadi kaya tanpa harus membuat orang lain miskin. Hubungan bisnis yang sukses dibangun berdasarkan fondasi ini. Bagi mereka yang paham, money game akan menyejahterakan para pemainnya (win-win).
Uang Dapat Memberikan Kebebasan, Namun Sekali Kamu Mencintai Uang Hanya Demi Uang, Kamu Akan Diperbudak Olehnya
Ada banyak hal yang uang tak dapat beli. Uang tak akan membuatmu bahagia. Uang juga tak bisa membawa kedamaian dalam hati atau membuatmu menjadi seseorang yang bugar secara fisik.
Yang bisa uang berikan adalah kebebasan (freedom). Uang dapat memperbaiki banyak masalah eksternal. Uang juga dapat menghilangkan rintangan yang menghentikanmu untuk melakukan hal-hal yang benar-benar ingin kamu lakukan. Lihat saja Buddha yang terlahir sebagai seorang pangeran. Berkat kekayaan yang keluarganya punyai, Buddha memiliki kebebasan untuk menjelajahi hutan dan menghabiskan waktunya untuk meditasi di sekitar alam.
Dengan kata lain, uang merupakan alat untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Ketika kamu melupakan kebenaran ini, uang hanya akan membelenggu dirimu (source of unfreedom).
Uang bukanlah akar dari segala macam kejahatan. Layaknya berbagai macam hal, uang adalah sesuatu yang netral. Baik buruknya uang sangat tergantung untuk apa uang itu digunakan; semua tergantung pada tujuan yang kamu coba kejar.
Untuk beberapa orang, tujuan akhirnya dengan uang adalah untuk memiliki lebih banyak uang. Ini akan berdampak buruk untukmu – tak dari segi moral, namun lebih dari segi kesehatan fisik dan mental. Dan ini menyerupai berbagai jenis kecanduan. Jika kamu mencintai uang, kamu tak akan pernah merasa cukup; mengejar uang bagaikan terjatuh dalam jurang yang tak berdasar. Nafsu bukanlah sesuatu yang rasional, dan kamu tak akan berhenti setelah berhasil meraih angka tertentu di saldo rekening bank. Pada kondisi tersebut, hanya uang yang ada di pikiranmu, dan uang menjadi bingkai dari setiap keputusan yang kamu buat. Kamu tak akan merasa bahagia dengan apa yang kamu hasilkan dan takut akan kehilangan uang yang telah dikumpulkan. Siklus ketidak-puasan & ketakutan ini merupakan bentuk hukuman dari mencintai uang.
Menurut penulis, ini adalah cara yang buruk untuk mendekati permainan uang (money game). Ingat, kamu tak memaikan permainan uang hanya untuk mendapatkan uang. Agar terhindar dari memiliki obsesi yang berlebihan terhadap uang, jangan tingkatkan gaya hidupmu saat kamu berhasil menghasilkan lebih banyak uang. Saat kamu mampu menjaga pengeluaran pada tingkatan yang sedang-sedang saja (tak berlebihan), uang yang kamu miliki akan memberikanmu kebebasan. Namun saat kamu memilih untuk terus “meningkatkan gaya hidup”, maka kamu dituntut oleh dirimu sendiri untuk mencetak lebih banyak uang (bagaikan berlari lebih cepat dan semakin cepat pada treadmill yang sama).
Kebahagiaan Adalah Memilih Untuk Menetap di Masa Kini
Apa itu kebahagiaan? Salah satu jawaban dari pertanyaan sepuh ini datang dari tradisi keagamaan dari Asia seperti Taoisme dan Buddha yang mencatatkan bahwa kebahagiaan dan ketidak-bahagiaan hanyalah anggapan manusia (human judgements).
Realitas, dunia yang berada di luar dari pikiran kita, berada pada posisi netral. Mulai dari terjadinya Big Bang hingga sekarang, alam telah bekerja mengikuti hukum sebab dan akibat dalam rantaian yang tak pernah putus. Dari sudut pandang pohon, tak ada yang namanya benar atau salah, baik atau buruk. Hidup hanyalah pengalaman singkat yang penuh dengan sensasi seperti cahaya, suhu, suara, dan setelah itu berakhir dengan ketiadaan abadi (infinite non- existence).
Jika anggapan/penilaian hanya ada di pikiran manusia, Taoists dan Buddhists menyimpulkan bahwa kebahagiaan hanyalah salah satu cara yang bisa digunakan untuk merespons dunia yang netral. Dengan kata lain, kita dapat memilih untuk menjadi bahagia.
Kita sering kali mengaitkan kebahagiaan dengan pikiran dan perbuatan positif. Taoist dan Buddhist melihatnya dengan cara yang berbeda. Tao Te Ching, yang merupakan teks klasik Cina yang dituliskan pada abad ke-enam sebelum masehi, mempunyai dampak yang mendalam pada tradisi kedua agama. Di situ diterangkan bahwa tiap pikiran atau anggapan positif mengandung benih dari pikiran negatif. Sekarang kamu bisa merasakan bahagia karena kamu pernah merasa tak bahagia pada beberapa waktu lalu. Kamu dapat menilai bahwa seseorang itu menarik akibat membandingkannya dengan ingatan mu akan seseorang yang tak menarik. Sama halnya, anggapan negatif tentang cuaca yang buruk hari ini mengindasikan akan kemunculan hari yang cerah di esok hari.
Dalam tradisi kedua agama, kebahagiaan dipahami sebagai absennya penilaian atau anggapan akan hal positif dan negatif, yang kemudian diasosiasikan dengan absennya hasrat/nafsu/keinginan. Semakin sedikit keinginan yang kamu miliki, semakin kamu mampu untuk dapat menerima hal-hal yang ada dan sedang beralngsung di hadapan mu sekarang. Kemampuan ini akan meberikanmu ketenangan batin. Pikiranmu tak bergerak ke belakang untuk menyesali masa lalu ataupun bergerak kedepan untuk mengkhawatirkan masa depan; ia merasa penuh dan puas dengan apa yang ada di saat ini.
Semakin kamu dapat hidup di saat ini, semakin kamu bahagia. Bahkan pikiran positif seperti, “Oh saya bahagia sekarang” dapat mengganggu ketenangan yang telah kamu rasakan. Tiba-tiba dari pikiran tersebut, kamu mulai memikirkan masa depan dan bagaimana caranya untuk mempertahankan kebahagiaan ini; satu pikiran tersebut memicu munculnya keinginan untuk membuat sesuatu yang bersifat temporer menjadi permanen. Pikiranmu mulai bergerak lagi dan keluar dari masa kini.
Memilih untuk berada di sini di masa kini adalah sebuah pilihan untuk menjadi bahagia. Kamu tak harus menjadi seorang biarawan untuk hidup dengan cara ini. Bayangkan saja anak-anak, secara umum banyak dari mereka yang berbahagia. Mengapa? Ini karena mereka sangat “terbenam” di masa kini dari pada menyibukkan diri dengan apa yang ada di kepala mereka.
Pikiran yang Tenang Adalah Pikiran yang Bahagia
Bagaimanakah bentuk dari kebahagiaan? Blaise Pascal, seorang filsuf Perancis pada abad ke-17, berkata bahwa kebahagiaan adalah duduk diam dengan tenang di sebuah ruangan hanya dengan dirimu sendiri. Menurutnya, manusia mengalami banyak sekali masalah karena sulit bagi manusia untuk melakukan hal tersebut. Buddhist memiliki pandangan yang serupa. Duduk diam selama 30 menit adalah kebahagiaan. Alasan mengapa hal ini sulit untuk dilakukan adalah karena kita mudah sekali ter-distraksi oleh keinginan-keinginan. Kita pikir kebahagiaan ada di luar sana; ia akan datang saat kita membeli mobil baru, atau mendapat gaji lebih banyak, atau menemukan belahan jiwa kita. Namun menurut penulis, keinginan-keinginan ini hanyalah kontrak yang kita buat dengan diri kita sendiri untuk menjadi tak bahagia hingga pada saat kita mendapatkan apa yang kita inginkan. Lalu mengapa kita setuju dengan syarat & ketentuan yang begitu konyol? Mungkin ini disebabkan oleh pikiran kera (monkey mind) kita.
Kata Buddha, pikiran itu bagaikan cabang-cabang pohon, dan pikiran sadar (conscious mind) manusia itu seperti kera yang berayun dari satu cabang pohon ke cabang lainnya. Kera ini tak bisa duduk diam. Bisa saja ia membuatmu berpikir “Apakah istriku mempunyai maksud untuk bercerai denganku? Mengapa aku mengudap es krim ini padahal aku ingin memiliki badan yang kurus? Apakah aku punya cukup uang untuk pensiun? Apakah aku membuat jengkel rekan kerja ku?” Dan seterusnya. Dalam sehari, kera tersebut dapat menghampiri ratusan “cabang-cabang pohon”. Beberapa cabang pikiran hanya sekedar penilaian. Beberapa cabang lain memicu kita untuk mengingat peristiwa yang telah terjadi beberapa hari lalu, atau mungkin beberapa tahun ke belakang. Beberapa cabang juga berbentuk fantasi kita di masa depan saat semua keinginan kita telah tercapai.
Kesibukan yang terjadi pada otak memang berfungsi agar kita dapat membuat rencana jangka panjang dan memecahkan masalah dalam hidup; namun terkadang proses ini tak baik untuk kebahagiaan kita. Saat kera “berteriak dari pucuk pohon”, sulit bagi kita untuk memfokuskan perhatian pada masa kini. Kita akan tersesat pada hiruk pikuk ramai nya pikiran.
Lalu jawaban atas permasalahan ini adalah dengan melatih kera (pikiran sadar) kita dengan melakukan meditasi – yakni menenangkan ocehan pikiran yang mencegah kita untuk berada di masa kini. Meditasi datang dalam berbagai macam bentuk, salah satunya dengan duduk diam sendirian di ruangan, atau mendaki perbukitan, atau menuliskan jurnal secara konsisten, atau berdoa untuk memanjatkan rasa syukur. Bahkan mandi sekalipun dapat menjadi meditasi yang kebetulan. Selama hal yang kamu lakukan dapat mengecilkan volume suara ocehan kera di pikiran, kamu sedang bergerak menuju kepada kebahagiaan.
Menemukan Hal yang Dapat Menenangkan Pikiran dan Membangun Kebiasaan Baik Merupakan Kunci Menuju Kebahagiaan
Berbahagia bukanlah sesuatu yang kita bawa dari lahir – namun berbahagia merupakan kemampuan. Sama seperti berolahraga atau menghasilkan uang, ini adalah sesuatu yang kamu pelajari dengan mempraktikkannya (learning by doing). Dan hanya dengan berlatihlah, kamu dapat menyempurnakannya. Namun dari mana kamu dapat memulainya? Cara sederhananya, coba untuk temukan kebahagaiaan itu di berbagai tempat; kamu harus mencobanya untuk mengetahui mana kegiatan yang dapat bekerja dengan baik terhadap dirimu dan mana yang tidak. Maka dari itu kamu harus mencoba banyak hal.
Kebahagiaan datang saat kamu mampu menenangkan pikiran sadarmu (conscious mind) dan memfokuskan perhatianmu pada hal-hal yang terjadi di sekitarmu. Itu merupakan tujuan yang perlu diraih. Namun untuk menuju ke sana, dua orang yang berbeda akan memiliki cara yang berbeda pula.
Bagi beberapa orang, Meditasi Tantra dapat menenangkan dirinya dengan baik, namun untuk beberapa orang lainnya Meditasi Vipassana dapat bekerja lebih efektif. Sementara beberapa orang menemukan ketenangannya melalui yoga, atau berselancar mengendarai ombak, atau bersepeda melalui perbukitan, atau memasak makanan favoritnya di rumah saja. Jika hal-hal tersebut masih tak bekerja, coba sesuatu yang lainnya. Dari journaling hingga melakukan tai chi, ada banyak sekali jalan untuk menuju ke tujuan akhirmu.
Proses coba-mencoba (trial and error) dari kegiatan satu ke kegiatan lainnya ini membutuhkan pola pikir yang tepat. Sangat mungkin jika kamu menemukan sebuah kegiatan yang sangat berlawanan dengan pandanganmu akan bagaimana cara dunia bekerja. Ini adalah hal yang wajar selama kamu tak membiarkan rasa curiga/skeptis ini berubah menjadi sebuah ketidakpercayaan yang bersifat dogmatis (mengikuti sesuatu secara buta). Ingat, pil placebo juga dapat bekerja selama kamu mempercayainya.
Contoh lain, Naval Ravikant sendiri pernah membaca buku tulisan Eckhart Tolle yang membicarakan tetang cara untuk berada di masa kini berjudul “The Power of Now”. Dalam bukunya, Tolle memperkenalkan sebuah body-energy exercise (latihan energi tubuh) sederhana yang dapat dilakukan dengan cara membaringkan tubuh dan merasakan gerakan energi di sekeliling tubuh. “Omong kosong” adalah kata pertama yang muncul dalam kepala Naval saat mendengarnya. Namun setelah mempraktikkannya, Naval merasa lebih baik. Nasihat di balik cerita ini ialah: tak segala hal/kegiatan yang bekerja pada diri dapat memenuhi seluruh standar bukti-bukti ilmiah keilmuan. Jadi kegiatan apapun yang dapat bekerja pada tubuh, gunakanlah; jika tidak, cari sesuatu yang lain.
Lalu hal lain yang ingin disampaikan penulis adalah bangun kebiasaan baik seperti mengurangi konsumsi alkohol, kafein dan gula untuk menstabilkan suasana hati; menghindari sosial media juga akan menimbulkan efek yang sama. Lalu berolahraga secara teratur juga kegiatan lain yang menimbukan efek baik untuk badan dan pikiran.
Jadi kunci dari kebahagiaan adalah tenangkan “kera” yang ada di pikiran, temukan kegiatan yang dapat menenangkanmu, dan bangun kebiasaan baik. Semoga bermanfaat kawan!
dine
October 24, 2022 at 8:14 amTerima kasih telah berbagi tulisannya mu sangat bagus, terstruktur dan mudah dipahami. Terus semangat menulis orang baik!