Setiap kali kamu berinterkasi dengan pihak-pihak tertentu di media sosial, berselancar di internet, mengunduh sebuah aplikasi atau menggunakan kartu kredit atau debit untuk berbelanja, kamu sebenarnya sedang menciptakan data. Bayangkan saja berapa banyak data yang manusia di seluruh dunia hasilkan dari kegiatan ini saja. Bagi ilmuwan di bidang sosial, informasi seperti di mana lokasimu, siapa yang kamu ajak untuk berbicara dan apa yang kamu beli merupakan informasi berharga. Jika informasi ini dapat dikumpulkan dan dianalisa dengan benar, data tersebut dapat memberi tahu kita tentang bagaimana sebenarnya kita berperilaku dalam keseharian.
Fisika Sosial (Social Physics) Menggunakan Data dalam Jumlah Besar yang Tersedia di Era Modern ini Untuk Menganalisis Perilaku Manusia
Kita semua tak asing dengan ilmu fisika dan ilmu sosial. Tetapi apakah kamu pernah mendengar istilah fisika sosial? Menurut penulis, fisika sosial adalah sebuah pendekatan untuk memahami perilaku manusia. Dasar dari teori ini diambil dari konsep yang ada pada ilmu fisika tradisional yang kurang lebih berbunyi “aliran energi diwujudkan dalam bentuk perubahan dalam gerakan”. Bayangkan saat angin bertiup dengan kencang, ia dapat menggugurkan sebuah apel dari pohonnya. Kita juga dapat menerapkan konsep ini pada perilaku manusia dengan menganalisa bagaimana aliran ide dan informasi diwujudkan dalam bentuk perubahan pada perilaku manusia.
Tak seperti pendekatan tradisional, fisika sosial tak menggunakan model abstrak dari perilaku manusia untuk memahami masyarakat; alih-alih ilmu ini menggunakan “laboratorium hidup” (living labs). Apa maksudnya? Tak hanya menggunakan data survei yang berasal dari satu waktu dan melakukan percobaan laboratorium yang menganalisa elemen tertentu dari perilaku, fisika sosial memanfaatkan berbagai aspek dari perilaku manusia dalam jangka waktu yang lebih lama (kerap kali dalam rentang tahun). Fisika sosial memanfaatkan big data (kumpulan informasi masif) yang dapat digunakan untuk menganalisa pola perilaku. Beberapa dari data ini datang dalam bentuk “digital breadcrumbs” (remah roti digital); Contohnya, data penggunaan kartu kredit dapat menunjukkan di mana kita membeli barang. Data telepon genggam dapat menunjukkan lokasi kita dan dengan siapa kita berbicara. Dengan menganalisa koleksi data dalam jumlah besar ini, pola-pola tertentu terkait dengan hidup dari seseorang atau kehidupan komunitas akan muncul, proses ini dikenal sebagai “reality mining” (penambangan realitas). Di balik pola-pola ini, kebenaran mengenai perilaku manusia terlihat jelas.
Fisika Sosial telah Menyingkap bahwa Kelompok Teman Sebaya (Peer Groups) Kita Sangat Memengaruhi Perilaku Kita
Kita mungkin menganggap diri kita sebagai seseorang yang cukup independen karena kita sering kali membuat keputusan berdasarkan pemikiran personal dan rasional kita. Begitupun anggapan kita terhadap masyarakat yang sebagian besar membuat pilihan rasional berdasarkan kepentingan diri sendiri. Akan tetapi, fisika sosial menunjukkan bahwa perilaku dan keputusan kita sangat dipengaruhi oleh kelompok teman sebaya (peer groups); ini adalah kelompok di mana kita ikut berpartisipasi karena adanya kepentingan yang sama, pekerjaan yang sama, atau karakteristik lain yang sama dengan bagian dari diri kita. Sering kali kita tergabung ke dalam beberapa peer groups dalam satu waktu. Contohnya, bisa saja kamu tergabung dalam kelompok pecinta sepak bola (satu peer group) di divisi dari perusahaan tempatmu bekerja (peer group lainnya) yang sebagian besar lulusan fakultas ekonomi bisnis dari universitas tertentu (peer group lainnya).
Peer groups tak sama dengan lingkaran teman kita, walaupun mungkin banyak dari teman kita yang berasal dari peer groups tersebut. Sebagian besar orang di peer groups tersebut tak lebih dari kenalan yang hanya lewat. Walaupun begitu, kita menghabiskan banyak waktu di café, bar, kafetaria, stadion olahraga atau lingkungan sosial yang sama dengan peer group tertentu. Interaksi antar anggota dalam lingkungan peer group inilah yang membuat kita cukup terpengaruh olehnya.
Sebuah percobaan pernah dilakukan oleh penulis yang menunjukkan bahwa kita cenderung memiliki kepercayaan yang sama tentang suatu hal dengan mereka yang tergabung dalam peer group kita. Dalam percobaan tersebut, sekelompok murid diberi telepon genggam termodifikasi yang mampu melacak semua komunikasi dan lingkungan sosial mereka menjelang berlangsungnya pemilu presiden AS di tahun 2008. Kemudian mereka diberi sejumlah pertanyaan mengenai pandangan politik mereka sebelum pemilu, dan siapa yang mereka pilih setelah pemilu berlangsung. Percobaan ini menunjukkan bahwa kecenderungan politik (political leaning) murid tersebut tak dipengaruhi oleh lawan bicara yang mereka ajak bicara tentang politik secara langsung, akan tetapi pandangan mereka dipengaruhi oleh anggota peer group yang lebih luas. Singkatnya, kepercayaan mereka datang dari hasil observasi mereka terhadap orang lain dan tak sengaja mendengar percakapan yang berlangsung dalam peer groups mereka. Jadi sebenarnya, tiap kita memiliki pengaruh lebih besar dari pada apa yang kita pikirkan.
Mengadopsi Perilaku yang Kita Nilai Bermanfaat dapat Membantu Kita Berkembang dalam Kelompok-Kelompok Sosial
Apa kunci utama yang membuat sebuah perilaku atau pola pikir tersebar dari satu orang ke orang lain dalam sebuah peer group. Menurut penulis, ada dua kriteria yang harus dipenuhi:
Pertama, perilaku atau pandangan tersebut harus diulang atau dibicarakan sesering mungkin dalam jangka waktu yang pendek
Kedua, perilaku atau pandangan tersebut harus menunjukkan manfaat atau dampak positif
Jika kedua kriteria tersebut dapat dipenuhi, terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa perilaku tersebut akan berpengaruh terhadap peer group.
Bayangkan saat jam rehat kopi (coffee break) di sela-sela kerja, setiap orang di tim mu berhenti meminum kopi dan menggantinya dengan teh. Sangat mungkin jika kamu akan mengadopsi perilaku yang sama, karena perilaku ini diulangi setiap harinya dan akan membantumu untuk berinteraksi lebih dekat dengan rekan kerjamu.
Jadi mengapa mudah sekali bagi kita untuk mengadopsi perilaku dengan cara ini? Alasan nya adalah agar kita dapat terus melanjutkan hidup, karena tanpa bantuan dari kelompok kemungkinan kita untuk bertahan hidup di alam luar cukup tipis. Contohnya, dalam menentukan kemana kelompok monyet-monyet capuchin harus bergerak, mereka yang bertindak sebagai kepala dalam kelompok (yang biasanya beridiri di bagian depan barisan) akan mengumumkan kepada para anggota bahwa mereka telah menemukan sebuah jalan. Monyet- monyet yang berdiri di belakangnya akan meneruskan pesan dari kepala grup, dari satu anggota ke anggota lain. Pada hari ini, kita masih bergantung pada fenomena yang sama untuk menentukan bagaimana sebaiknya kita berperilaku.
Fisika Sosial telah Menunjukkan bahwa Insentif Sosial Bekerja dengan Lebih Baik Jika Dibandingkan dengan Insentif Individu
Di tahun 2009, badan bernama DARPA (Defense Advanced Research Projects Agency) yang merupakan bagian dari Departemen Pertahanan AS merayakan ulang tahun ke 40 dari internet dengan menciptakan sebuah tantangan yang diberi nama “red balloon challenge”. 10 balon merah disembunyikan secara tersebar di wilayah AS, kemudian tim peserta harus menggunakan internet dan media sosial untuk mengetahui keberadaan balon tersebut. Tim pemenang akan memperoleh hadiah sebesar USD 40.000. Dari 4.000 tim yang mendaftar, sebagian besar dari mereka mencoba untuk merekrut bantuan demi memperluas area pencarian dengan menggunakan metode insentif bersifat tradisional, yakni menawarkan hadiah tiap kali seseorang dapat memberi tahu lokasi dari satu atau beberapa balon. Asumsinya adalah manusia akan bekerja dengan lebih baik saat kepentingan pribadi mereka dapat terpenuhi.
Akan tetapi penulis dan timnya menggunakan pendekatan yang benar-benar berbeda. Melalui penelitiannya mengenai fisika sosial, ia telah menyadari bahwa insentif sosial dapat bekerja dengan lebih baik jika dibandingkan dengan insentif individu. Dari pada memberi orang-orang insentif yang bersifat individu (contohnya, menawarkan hadiah sebanyak USD 3.000 untuk setiap balon yang ditemukan), penulis menawarkan insentif bagi orang-orang untuk merekrut orang lain agar dapat membantu. Jadi, jika seseorang dapat memberi informasi tentang koordinat yang tepat dari sebuah balon, maka dia akan mendapatkan USD 2.000. Sementara jika kamu yang memberi tahu sang penemu balon tentang adanya tantangan ini, maka kamu akan mendapatkan USD 1.000. Dan jika kamu memberi tahu seseorang yang menjadi pemberi tahu si penemu balon tentang tantangan ini, maka kamu akan mendapatkan USD 500.
Insentif berlapis semacam ini memicu orang-orang untuk menyebarkan pesan tentang tantangan balon, sampai-sampai ia mampu untuk merekrut sekitar 2 juta orang dari seluruh dunia untuk bergabung dalam pencarian – lebih banyak dari tim lain. Dan tentunya, tim tersebut dapat menemukan seluruh balon dalam waktu kurang dari 9 jam.
Ide yang Mengalir dengan Bebas dan Keterlibatan Komunitas adalah Hal yang Penting untuk Terciptanya Masyarakat yang Inovatif dan Produktif
Pertanyaan tentang bagaimana cara terbaik untuk mengorganisasikan masyarakat merupakan salah satu pertanyaan yang sudah diperdebatkan sejak dimulainya peradaban manusia. Dan hari ini, kita menciptakan begitu banyak data dari berbagai macam sumber berbeda yang mampu memberikan kita pengetahuan lebih mendalam tentang tatanan masyarakat seperti apa yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup warganya.
Bidang fisika sosial berpendapat bahwa terdapat 2 faktor yang mampu membantu menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan produktif:
1) Faktor pertama adalah keterlibatan (engagement), yakni interaksi antar orang dengan berbagai macam latar belakang di mana ide dan norma sosial dikembangkan dan ditegakkan. Engagement atau interaksi ini terjadi ketika masyarakat bertemu di toko-toko, di teater, di kantor atau di manapun mereka berada. Yang terpenting adalah setiap orang dapat berinteraksi. Engagement ini tak dapat terjadi tanpa adanya kelompok sosial.
2) Faktor kedua adalah eksplorasi (exploration), yakni ketika seseorang mampu dan mau mencari-cari ide dari manusia yang beragam. Melalui eksplorasi, manusia dapat diperkenalkan dengan ide-ide dan norma-norma sosial baru, yang kemudian memungkinkan mereka untuk menyatupadukannya dan bahkan mengembangkannya.
Masyarakat harus mampu menyeimbangkan antara kedua faktor ini. Masyarakat yang terlalu banyak melakukan eksplorasi tanpa adanya engagement yang cukup adalah masyarakat yang tak berinteraksi antar sesamanya di dalam komunitasnya masing-masing. Walaupun mereka mempunya akses yang lebih luas terhadap ide-ide, kurangnya kohesi sosial yang muncul berkat kesamaan nilai membuat mereka tak percaya dengan sesamanya. Hasilnya, masyarakat semacam ini mengalami lebih banyak aktivitas kriminal dan pengasingan terhadap anggotanya.
Di sisi lain, terlalu minimnya eksplorasi berujung pada kurangnya inovasi dan kreativitas sehingga masyarakat tak memiliki akses kepada mereka yang mampu berpikir “di luar kotak”. Lalu bagaimana caranya untuk memastikan bahwa masyarakat mampu memaksimalkan manfaat dari keterlibatan dan eksplorasi?
Fisika Sosial dapat Menunjukkan Kepada Kita tentang Kota seperti Apa yang Mampu Menghasilkan Lingkungan Terbaik untuk Inovasi
Sejujurnya, memang sangat sulit untuk menyeimbangkan antara exploration (aliran ide antar kelompok yang berbeda) dan engagement (interaksi yang kuat antar manusia). Bahkan ketidak seimbangan antara keduanya tak jarang ditemukan di banyak kota-kota modern. Beberapa kota mempunyai ukuran yang begitu besar sehingga masyarakat yang tinggal di sana harus melalui perjalanan yang cukup panjang untuk bekerja, mengenyam pendidikan dan terlibat dalam kegiatan budaya. Walaupun kota dengan ukuran besar memberikan kita akses kepada beragam ide, orang-orang di dalamnya menghabiskan lebih sedikit waktu untuk berinteraksi dengan komunitasnya sendiri. Akibatnya, tindak kriminal dan perilaku antisosial cenderung meningkat.
Sebaliknya, di kota yang lebih kecil, masyarakatnya menghabiskan lebih banyak waktu dengan tetangga di tempat mereka tinggal. Di sana, keterlibatan dan kepercayaan antar sesama sangatlah tinggi, akan tetapi cukup sulit bagi mereka untuk menemukan ide-ide alternatif yang dibutuhkan untuk berinovasi.
Kota yang ideal perlu menggabungkan sebuah central hub (pusat kota), yang penuh dengan institusi dengan budaya yang beragam dan tempat-tempat kerja, dan juga dilengkapi dengan infrastruktur transpotasi umum yang sangat tertata dan efisien yang mampu menghubungkan kota-kota satelit (di mana mereka mengenal tetangganya dengan baik dan memiliki banyak kesempatan untuk mengenal mereka).
Menurut penulis, kota Zurich di Switzerland menawarkan model kota yang terbaik. Sebagian besar masyarakat Zurich tinggal di kota dan desa yang terletak di sekeliling kota Zurich. Dari sana, mereka dapat menggunakan transportasi publik yang cepat, murah dan dapat diandalkan untuk berpergian ke atau dari pusat kota Zurich. Hasilnya, Zurich merupakan kota metropolitan yang memiliki tingkat engagement atau interaksi yang tinggi antar masyarakatnya dan juga memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan eksplorasi. Ini adalah kombinasi yang tepat.
Tim yang Paling Produktif adalah Tim yang Anggotanya dapat Berinteraksi Secara Erat dengan Rekan-Rekannya
Menurut penulis, prinsip engagement dan exploration juga dapat diterapkan pada kelompok- kelompok yang lebih kecil, contohnya tim dalam pekerjaan. Ya, tim yang paling produktif adalah tim yang mana orang-orang didalamnya terdorong untuk berinteraksi dan melibatkan diri. Interaksi ini penting untuk alasan yang sangat jelas: yakni walaupun seorang anggota tim mampu datang dengan ide yang revolusioner, ide ini tak akan berarti sama sekali jika ide ini tak dibagikan dan didiskusikan dengan rekan-rekan kerja yang dapat mewujudkannya. Atas dasar ini, menjadi krusial bagi anggota tim untuk meluangkan waktu berkumpul bersama untuk bertukar ide dan informasi.
Ketika kamu membagikan opinimu dengan yang lainnya, kamu telah memberikan mereka kesempatan untuk memberikan masukan demi mengembangkan ide tersebut. Melalui proses inilah ide bagusmu akan menjadi ide yang luar biasa.
Penulis telah membuktikan teori ini pada sebuah studi yang ia laksanakan dengan para pekerja call center di Bank of America. Beliau dan timnya menganalisis 4 tim yang tiap timnya terdiri dari 20 pekerja dalam jangka waktu selama 6 minggu dengan menggunakan lencana sosiometri (sociometric badges) - sebuah perangkat elektronik berbentuk lencana yang secara otomatis mampu merekam interaksi tatap muka, jangka waktu percakapan, dan jarak fisik orang-orang di sekitar pengguna lencana. Dalam analisisnya, mereka menemukan bahwa tingkat produktivitas dari tiap tim (yang diukur dari durasi rata-rata tim dalam menangani panggilan pelanggan) berkorelasi secara langsung dengan jumlah waktu yang anggota tim habiskan untuk berinteraksi antar sesamanya.
Penulis menyarankan pihak manajemen dari Bank of America untuk membuat perubahan spesifik demi meningkatkan engagement atau interaksi antar anggota tim. Contohnya, dari pada mengautur jam istirahat secara bergiliran dari satu karyawan ke karyawan lain, beliau menyarankan agar pihak manajemen mengatur satu jam istirahat untuk semua orang agar mereka dapat berinteraksi. Hasilnya cukup menakjubkan: waktu rata-rata untuk menangani panggilan turun drastis. Diperkirakan perusahaan dapat menghemat uang sebesar USD 15 juta tiap tahunnya jika kebijakan semacam ini diterapkan secara nasional.
Kita Perlu Memikirkan Kembali Siapa yang Memiliki Data dan Bagaiamana Kita Menciptakannya
Terkadang, kita tidak benar-benar tahu bahwa segala hal yang kita lakukan secara daring meninggalkan jejak-jejak digital. Entah itu saat kamu membeli kebutuhan sehari-hari di platform e-commerce favoritmu, transaksi pembayaran menggunakan kartu debit di SPBU atau mengakses fasilitas perbankan daring, jejak digitalmu dapat ditemukan di mana saja. Meskipun ini sebenarnya data pribadimu, perusahaan-perusahaan swasta dapat menghasilkan keuntungan dengan cara menjual data tersebut kepada para pengiklan. Seakan kamu tidak punya suara untuk mengubah praktik ini, dan ini harus berubah.
Kita harus mempunyai perjanjian baru atas data pribadi, yakni sebuah pengakuan bahwa data yang kita hasilkan adalah data yang kita miliki. Penulis mengusulkan bahwa terdapat 3 aspek yang harus dipenuhi agar hal ini dapat tercapai:
Pertama, semua data yang kamu hasilkan adalah milikmu;
Kedua, kamu mempunyai kendali penuh atas apa yang terjadi terhadap data tersebut (termasuk apakah data ini dapat dibagikan dan dengan siapa data ini dibagikan);
Ketiga, kamu berhak untuk menghapus atau menghancurkan seluruh data tersebut.
Pada kesepakatan baru terhadap data ini, selain melindungi data, kita juga berhak menggunakannya secara produktif. Seperti yang kamu lihat pada bagian-bagian sebelumnya, terdapat banyak penemuan atau pengetahuan baru yang bisa kita dapatkan dari data yang kita hasilkan setiap harinya. Maka dari itu, adalah hal yang vital untuk mendukung orang-orang menggunakan data mereka untuk proyek-proyek yang bersifat produktif.
Salah satu solusi untuk menjaga kerahasiaan sekaligus memanfaatkan data adalah membuat data menjadi anonim (anonymize data), dengan begitu privasi seseorang dari mana data itu berasal dapat terjaga.
Cara lainnya adalah dengan membuat peraturan ketat terkait dengan penggunaan data yang ditegakkan dengan sungguh. Kita bisa melihat beberapa perkembangan di bidang ini. Contohnya, setelah mendapatkan tekanan dari badan pengawas, Google membuat apa yang disebut dengan Google Dashboard dimana para penggunanya dapat melihat dengan mudah data apa saja yang Google kumpulkan. Ini adalah awalan yang baik, namun masih ada jalan panjang yang harus dilalui.
Add a comment