Pernahkah kamu bertanya-tanya tentang bagaimana kompleksnya kondisi ekonomi dunia? Mengapa beberapa negara tertentu terlihat begitu memegang kuasa atas kondisi keuangan global sementara beberapa negara lain sangat tergantung dengan mereka dan harus berjuang keras melawan kemiskinan? Jika pertanyaan semacam ini pernah melintas di pikiran mu, pastinya kamu tidak sendirian. Pertanyaan tersebut merujuk kepada narasi global yang rumit yang telah dibangun selama berabad-abad; narasi ini tentunya memengaruhi hidup dari miliaran orang. Pada buku ini kamu akan diperlihatkan dengan bagaimana neoliberalisme telah terajut erat dalam masyarakat, akar sejarahnya dan dampaknya terhadap masyarakat global. Kamu juga akan mempelajari tentang lapisan-lapisan doktrin ekonomi yang mendukung adanya kapitalisme pasar bebas tak terkendali, siapa yang menjadi juaranya, dan konsekuensi besar apa saja yang menjadi dampaknya.
Membuka Topeng dari Kapitalisme Neoliberal
Neoliberalisme mungkin merupakan sebuah istilah yang sering kamu asosiasikan dengan Adam Smith atau ide-ide liberal. Perspektif ini cukup benar. Neoliberalisme adalah sebuah perspektif yang membentuk bagaimana pemerintahan dan mesyarakat bekerja. Pada intinya, neoliberalisme adalah kapitalisme pasar bebas: sebuah kepercayaan di mana pemerintah sebaiknya melepaskan kendali dan membiarkan pasar yang mengendalikan ekonomi, mulai dari penentuan harga-harga komoditas hingga gaji karyawan. Lagi pula, siapakah yang tak menginginkan lebih banyak kebebasan dan pilihan?
Terdengar sederhana ya? Namun kenyataannya tak seindah itu. Ketika janji-janji manis yang ditawarkan oleh neoliberalisme dihadapkan dengan kenyataan, hal-hal yang merugikan masyarakat pun terjadi. Lihat saja kebijakan ekonomi yang disebut dengan “Washington Consensus” yang dibentuk oleh International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia dan United States Department of the Treasury. Kebijakan ini didasarkan pada prinsip-prinsip yang berorientasi pada pasar seperti: Liberalisasi perdagangan (pembebasan impor), pembebasan investasi asing secara langsung (foreign direct investment), deregulasi (penghapusan regulasi yang mencegah terjadinya kompetisi), privatisasi badan usaha milik negara, dan 6 peraturan lainnya. Semua peraturan ini memiliki tema berbau “pemerintah lepas kendali”. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di negara berkembang, walaupun sebenarnya ini belum disetujui secara formal oleh kelompok atau pemerintah tertentu. Namun saat diterapkan kepada kelompok masyarakat yang paling rentan, ternyata dampaknya jauh sekali dari mendatangkan manfaat. Saking banyaknya mudarat yang dibawa, banyak dari mereka yang menyebut IMF, Bank Dunia serta AS sebagai pemerintah de facto di zaman kekuasaan baru.
Mari kita amati apa yang dilakukan oleh AS. Kemakmuran AS setelah Perang Dunia ke-2 menempatkannya pada posisi pemegang kendali; ini memberikan AS akses untuk mendesain sistem atau kebijakan global yang mengutamakan kepentingan AS. Negara-negara Amerika Latin merupakan pihak-pihak yang merasakan dampaknya. AS terus saja melakukan penilaian terkait apa saja yang menjadi ancaman terhadap kepentingan AS di wilayah benua Amerika. Menurut AS, rezim “radikal” dan “nasionalis” yang menanggapi permintaan rakyat akan standar kehidupan yang lebih baik dan perkembangan ekonomi meruapakan ancaman bagi mereka. Kecenderungan ini dilihat sebagai hal yang kontradiktif terhadap kebutuhan akan iklim politik dan ekonomi yang kondusif untuk investasi swasta, repatriasi keuntungan, dan hak untuk mengeksploitasi bahan mentah di negara-negara Amerika Latin.
Tak hanya di benua Amerika di mana neoliberalisme diterima dengan tangan terbuka. Inggris juga pernah memutuskan untuk menerapkan kebijakan liberal internationalism – sebuah kebijakan luar negeri yang mendukung pembentukan institusi-institusi internasional, pasar bebas, kerjasama keamanan serta demokrasi liberal. Namun di balik itu, mereka justru memastikan untuk melindungi industri yang ada di negara mereka dari kompetisi negara luar; di saat yang sama menghambat perkembangan industri di negara-negara lain.
Dampak dari kebijakan Inggirs ini pernah dirasakan oleh industri besi di India. Pernah menjadi salah satu pemimpin di industri ini, kejayaan India justru dihancukan oleh doktrin pasar bebas. Inggris membanjiri India dengan produk besi dan baja murah untuk menyaingi industri lokal. Namun di saat yang sama, India tidak diizinkan untuk mengembangkan kapasitas produksi besi nya dikarenakan kebijakan perdagangan yang restriktif. Hasilnya? Industri besi di India hancur, meningglkan ekonomi yang dulunya berkembang sehingga harus berhadapan dengan deindustrialisasi dan ketergantungan akan negara lain. Otomatis, perusahaan-perusahaan Inggris meraup semua keuntungannya, memperkuat dominasi mereka di industri besi baja global dan mengamankan captive market untuk produk mereka.
Ya pada akhirnya, kapitalisme pasar bebas neoliberal seakan didesain untuk memenuhi kepentingan akan kekuasaan dan keuntungan dari golongan tertentu alih-alih mengutamakan kebaikan bersama. Yang kita butuhkan adalah evaluasi kritis terhadap doktrin-doktrin dominan ini, dengan mempertimbangkan pelajaran dari sejarah, fakta dan kepentingan dari masayarakat di negara-negara lain. Lebih dari itu, kita harus memastikan bahwa masa depan harus dibentuk berdasarkan kepentingan bersama dan kesejahteraan manusia di seluruh dunia, tidak hanya mengikuti arahan dari mereka yang mengaku sebagai “arsitek utama” kebijakan (“principal architects” of policy).
Kekuatan Tersembunyi dari WTO (World Trade Organization)
Melihat beberapa dekade terakhir, PBB (United Nations) pernah menjadi platform utama di mana AS, di antara bangsa-bangsa kuat lainnya, dapat memaksakan kehendaknya. PBB seharusnya menjadi ruang demokrasi di mana semua bangsa bebas untuk menyuarakan pendapatnya, akan tetapi kondisi sebenarnya lebih rumit dari pada itu. AS bersama dengan negara adikuasa lainnya menggunakan PBB sebagai panggung untuk mencekoki negara lain dengan nilai-nilai nya serta kepentingan nya. Namun seiring berjalannya waktu, platform yang disukai oleh AS pun telah berubah; penulis melihat adanya pergeseran yang kentara terhadap World Trade Organization. Mengapa WTO yang dipilih? Karena fokus utama WTO ada pada perdagangan dan kebijakan ekonomi – ini adalah area di mana AS, sebagai negara dengan ekonomi paling maju di dunia, dapat “menunjukkan ototnya”. Lebih dari itu, mekanisme penyelesaian sengketa WTO memberi AS ruang untuk unjuk gigi.
Saat ini, WTO tidak hanya menjadi tempat untuk memutuskan kesepakatan perdagangan, tetapi juga menjadi pemain kunci dalam membentuk buku aturan ekonomi global, dan AS telah berhasil menanamkan nilai-nilai pasar bebasnya. Perjanjian telekomunikasi WTO merupakan salah satu contoh menarik yang menunjukkan begitu luasnya pengaruh yang dimiliki oleh AS. Pada permukaannya, peraturan ini ingin mengatur agar “lapangan bermain” dari pasar telekomunikasi global berada dalam kondisi yang setara - setiap perusahaan bisa berkompetisi dengan adil untuk masuk ke pasar dari sebuah negara. Namun saat diteliti lebih dalam, kamu akan melihat bahwa peraturan ini merupakan alat yang berguna bagi AS untuk ikut campur dengan urusan internal dari negara lain. Bagaimana maksudnya? Katakanlah terdapat sebuah negara yang mempunyai peraturan ketat terkait investasi asing dalam sektor telekomunikasinya. AS, disenjatai dengan persetujuan WTO ini, dapat memberi tekanan keras kepada negara tersebut untuk melonggarkan aturannya. Tak tanggung-tanggung lagi, AS juga bisa meminta adanya perubahan terhadap hukum beserta penerapan hukum dari negara tersebut. Ini semua dilakukan untuk memastikan bahwa perusahaan-perusahaan AS dapat berinvestasi secara bebas dan beroperasi tanpa mengalami hambatan.
Mungkin sekarang kamu bertanya-tanya, apakah ini memang benar pernah terjadi? Menurut penulis, ya. Kita pernah melihat beberapa situasi di mana AS, di bawah peraturan ini, telah berhasil mendorong liberalisasi dari sektor telekomunikasi di beberapa negara. Mungkin ini terdengar seperti kemenangan untuk gagasan pasar bebas, namun hasilnya kerap menunjukkan bahwa AS dan perusahaan asing lainnya lah yang mendapatkan kendali substansial atas jejaring komunikasi vital dari negara lain. Industri telekomunikasi di negara-negara ini berujung sangat terkonsentrasi, dikuasai hanya oleh segelintir perusahaan asing. Ini juga mengurangi kompetisi dari perusahaan lokal sehingga memunculkan pertanyaan tentang otonomi dari sebuah negara atas infrastruktur vitalnya. Memang ada keuntungan jangka pendek yang didapatkan dari pertauran ini, tetapi dampak jangka panjangnya terhadap industri lokal dan kedaulatan negara sangat dipertanyakan.
Hanya Ada Satu Set Aturan untuk AS – dan Seperangkat Aturan Lain untuk Negara Lainnya
Cukup adil untuk mengatakan bahwa AS mempunyai pendekatan yang cukup selektif ketika berurusan dengan kerjasama internasional. Mereka mendukung sekali adanya multilaterlisme ketika hal itu menyangkut tentang perdagangan dan WTO, namun saat berhadapan dengan isu lain, seperti perubahan iklim atau konflik-konflik lainnya, mereka terkadang tidak mengikuti peraturan yang telah disetujui.
Untuk memahami hal ini lebih baik, mari kita lihat apa yang AS lakukan di Nikaragua di tahun 1980-an. Saat itu, situasi Amerika Tengah sedang mendidih dengan revolusi serta berlangsungnya perubahan kondisi politik, dan AS mempunyai kepentingan yang mengakar di sana. Di waktu itu, Nikaragua dipimpin oleh sebuah pemerintahan yang condong sosialis bernama Sandinistas yang mana dianggap AS sebagai ancaman terhadap kepentingan mereka di daerah tersebut. AS percaya dengan teori dominonya yang menyatakan bahwa jika satu negara jatuh ke dalam komunisme, maka negara lain akan mengikutinya. Ini mendorong AS untuk mendukung sebuah kelompok kontra revolusioner di Nikargaua, bernama the Contras, untuk menentang Sandinidtas. Keputusan AS ini membawa konflik berdarah ke Nikaragua dan meluluhlantakkan negara.
Akan tetapi AS tidak menerima keputusan ini. Mereka menolak peradilan ICJ dengan mengatakan “Anda tidak mempunyai kekuasaan untuk mengadili kami”. Penolakan ini merupakan demonstrasi jelas akan pendekatan selektif AS terhadap hukum internasional. Ketika peraturan selaras dengan kepentingan negara, AS baru akan ikut berpartisipasi dalam kerjasama internasional, namun ketika suatu hal tak sesuai dengan kehendak mereka, AS bersedia untuk melanggar norma-norma tersebut. Tindakan ini jelas merusak kredibilitas dari institusi-institusi internasional dan meninggalkan impresi yang melekat tentang perilaku AS terhadap hukum internasional dan demokrasi.
Nikaragua bukan satu-satu nya tempat di mana AS bertindak seperti anak manja. Contohnya di Kuba; selama 60 tahun, AS telah menjadikan embargo ekonomi terhadap negara berkepulauan itu sebagai senjata. Mengapa? Ini adalah sebagai upaya AS untuk memaksakan kehendaknya kepada masyarakat Kuba, namun di saat yang sama AS telah mengabaikan hukum internasional. Dan sekali lagi, ini dilakukan AS dengan melawan keinginan dari komunitas internasional yang sebagian besar percaya bahwa embargo itu ilegal. Lalu bagaimana sikap masyarakat Kuba? Mereka melihat embargo ini sebagai penyebab dari kesulitan yang dihadapi dalam keseharian, namun mereka memilih untuk diam, berpegang teguh terhadap revolusi yang mereka lakukan. Di tengah-tengah kesulitan ini, Kuba sebagai negara masih saja mengirimkan bantuan secara global, menugaskan para dokter dan profesional medisnya ke sudut-sudut dunia yang membutuhkan.
Lagi dan lagi, peristiwa yang mirip kerap terjadi. Namun menurut penulis, hal ini wajib disuarakan. Dukungan AS terhadap perdagangan bebas & “nilai-nilai Amerika” ini sering berfungsi layaknya tabir asap yang melayani kepentingan dari mereka yang berkuasa, dan kerap kali menggerogoti kesejahteraan dari masyarakat biasa.
Kebenaran tentang Perjanjian Perdagangan Bebas
Beberapa kali mungkin kamu pernah mendengarkan berita tentang perjanjian perdagangan besar antar negara. Biasanya melalui perjanjian ini, negara-negara kecil yang terlibat dijanjikan dengan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran.
Untuk melihat kenyataannya, mari kita kembali ke tahun 1990-an ketika sebuah perjanjian yang dikenal dengan North American Free Trade Agreement (NAFTA) dibentuk. Ditandatangani di tahun 1994, pakta yang mengikat antara Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada ini menjanjikan terwujudnya kemakmuran dan pertumbuhan ekonomi bagi ketiganya. Inti dari kesepakatan ini adalah mengeliminasi hambatan-hambatan perdagangan antar negara, meningkatkan kesempatan investasi, dan membuat hidup tiap masyarakat lebih baik.
Fenomena yang kita lihat ini adalah sistem global yang secara sengaja didesain untuk melayani mereka yang kaya, sementara orang-orang lain yang tak termasuk dalam kelompoknya ditinggalkan begitu saja. Sistem ini tidak hanya merusak ekonomi, tetapi juga meruntuhkan demokrasi dan mengabaikan hak-hak manusia dalam skala masif. Beruntungnya, tidak semua memilih untuk diam.
Di tahun 1994, terjadi pemberontakan Zapatista di Chiapas, Meksiko. Mereka yang terlibat dalam pemberontakan ini adalah para petani pribumi. Hari perayaan tahun baru, yang mana hari perjanjian NAFTA dijalankan, dipilih Zapatista untuk menyatakan perlawanan mereka. Ini adalah pernyataan berani yang ditujukan untuk melawan ketidakadilan sistemis yang telah terjadi selama berabad-abad. Mereka mengambil alih kota-kota dan meminta hak-hak atas tanah, budaya, dan kebebasan untuk menentukan nasib mereka sendiri. Lebih dari itu, mereka tidak hanya menggerakkan masa di lapangan, komunikasi digital pun juga dimanfaatkan. Ini menjadi salah satu pergerakan pertama yang memanfaatkan internet untuk mengumpulkan dukungan dari masyarakat global.
Meskipun mereka tidak mampuk untuk menggulingkan sistem tersebut, mereka pun mendorong pemerintah Meksiko untuk bernegosiasi. Hasilnya, Zapatistas memperoleh otonomi yang substansial di beberapa wilayah. Yang lebih penting dari itu adalah, mereka telah membangunkan kesadaran global tentang hak-hak dari rakyat pribumi yang patut dipertahankan dan dampak merusak yang ditimbulkan oleh kapitalisme global. Perlawanan mereka terus menjadi mercusuar harapan bagi kelompok-kelompok yang terpinggirkan di seluruh dunia.
Mohon maaf jika terdapat informasi yang masih belum akurat kawan. Semoga tulisan ini bermanfaat kawan! Terima kasih!
Add a comment