Melalui buku ini, William C. Taylor membagikan pandangannya mengenai cara untuk memenangkan persaingan di dunia bisnis yang semakin kompetitif.
Coba Periksa Kembali Medan Kompetisi dan Buat Aturan Bermainmu Sendiri
Dunia bisnis cepat sekali berubah; bahkan perusahaan-perusahaan mapan sekalipun bisa kehilangan pangsa pasar akibat kehadiran startups yang baru seumur jagung dengan produk “inovatif”nya. Maka dari itu, terkadang hal terbaik yang bisa perusahaan lakukan adalah keluar dari persaingan yang tidak sehat ini dan fokuskan energi ke hal lain yang dapat membedakan perusahaan dari kerumunan.
Mari kita amati kasus dari perusahaan agensi periklanan yang bernama TBWA. Di tahun 2004, Pedigree, sebuah perusahaan pemroduksi makanan anjing, menugaskan TBWA untuk mengembangkan sebuah strategi pemasaran baru demi memenangkan persaingan. Di saat itu, Pedigree berada pada posisi yang serba sulit. Di satu sisi, pangsa pasar Pedigree direbut oleh merek-merek “kelas atas” yang mengutamakan kesehatan dan kualitas bahan makanan. Namun di sisi lain, pendapatan Pedigree juga terkikis oleh perusahaan yang menawarkan produk dengan harga yang jauh lebih murah. Melihat kondisi ini, TBWA memutuskan untuk mendefinisikan ulang “aturan permainan” di industri. TBWA menyarankan Pedigree untuk berhenti memasarkan dirinya sebagai perusahaan pemorduksi makanan anjing; akan tetapi Pedigree diminta untuk memposisikan dirinya sebagai brand yang peduli terhadap keberadaan anjing-anjing.
Sebagai implementasi dari strategi tersebut, para karyawan perusahaan dianjurkan untuk membawa anjing mereka ke kantor, dan bahkan Pedigree bersedia untuk memberikan asuransi kesehatan untuk hewan peliharaan mereka. Selain itu, Pedigree juga memulai kampanye yang mendorong masyarakat untuk mengadopsi anjing, sekaligus berkomitmen untuk membantu mereka dengan sebagian dari biaya adopsi. Strategi ini tak memerlukan Pedigree untuk mengubah produknya sama sekali. Yang berubah hanyalah citra yang dimiliki oleh perusahaan; mereka tak hanya sekedar memproduksi makananan anjing, tetapi mereka ada untuk mendukung kesejahteraan anjing. Sudut pandang baru ini juga memberikan Pedigree sebuah tujuan baru yang lebih bermakna.
Strategi lain yang bisa diterapkan perusahaan mapan adalah belajar dari kesuksesan mereka di masa lampau. Nicolas Hayek menempati posisi sebagai CEO dari Swiss Corporation for Microelectronics and Watchmaking di tahun 1970-an. Saat itu, industri jam tangan Swiss berada di kondisi krisis karena kehadiran dari jam tangan murah hasil produksi negara- negara Asia timur yang mulai membanjiri pasar. Alih-alih bersaing dengan mereka dalam hal harga, Hayek memilih untuk memperbarui identitas & kesan dari perusahaannya, dengan tetap mengasosiasikan dirinya dengan sejarah panjangnya sebagai pemroduksi jam berkualitas.
Jam tangan dengan merek terkenal yang dimiliki oleh perusahaan, seperti OMEGA, dipasarkan kembali dengan kesan “jam tangan untuk orang-orang yang berhasil meraih pencapaian-pencapaian besar” – ini adalah sebuah cara cerdik untuk menyasar masyrakat berpenghasilan tinggi yang bersedia untuk membayar mahal sebuah produk yang penuh dengan tradisi. Di samping itu, Hayek juga melakukan pencitraan ulang (makeover) untuk jam tangan berharga murah yang mereka produksi. Di tahun 1983, mereka meluncurkan jam dengan merek Swatch – sebuah merek yang dikhususkan untuk memproduksi jam tangan yang sedikit lebih murah dari segi harga, namun tetap saja mempertahankan kualitas yang dimiliki oleh jam produksi Swiss. Mereka tak mau mengasosiasikan dirinya dengan jam dari negara Asia yang rata-rata diproduksi dengan memanfaatkan tenaga dari buruh dengan upah rendah.
Ambil Ide Dari Industri Lain Walaupun Terkadang Ide Tersebut Menimbulkan Kontroversi
Di tahun 1912, Henry Fordmengunjungi sebuah rumah penjagalan di Chicago. Sistem kerja yang beliau lihat di sana membawa perubahan besar terhadap tata cara produksi kendaraan di industri otomotif. Pembagian divisi kerja di rumah jagal tersebut cukup unik: tubuh dari hewan ternak yang telah disembelih digantungkan pada sebuah monorel yang bergerak secara perlahan melalui sederet pekerja yang memiliki tugasnya masing-masing (entah itu menguliti hewan, memotong kaki-kakinya, dsb). Sistem yang serupa akhirnya diterapkan oleh Ford di pabrik-pabrik produksi mobilnya; Ford Model T yang melegenda itu merupakan salah satu hasilnya. Itu adalah salah satu contoh tentang bagaimana terobosan yang signifikan sering dihasilkan dengan meminjam ide dari industri-industri lain yang telah mapan dari segi operasional.
Mari kita lihat satu kasus lain lagi dari industri perbankan. Di tahun 1997, valuasi dari Commerce Bank mencapai USD400 juta. Lalu 10 tahun kemudian, bank tersebut dibeli dengan harga USD8,5 miliar. Fantastis bukan? Apa yang telah terjadi dalam waktu satu dekade terakhir? Ya, untuk membuat perubahan positif, Commerce Bank mencari-cari ide dari luar sektor perbankan yang mungkin untuk diterapkan. Walmart, jejaring toko serba ada yang berasal dari AS ini, merupakan salah satu sumber inspirasi untuk Commerce Bank. Walmart membuka tokonya selama 70-80 jam dalam satu minggu; merekapun bisa dikunjungi di akhir pekan (Sabtu dan Minggu). Tim strategi dari Commerce Bank pun berpendapat bahwa seharusnya mereka juga bisa melakukan hal yang sama. Tanpa ragu, mereka memutuskan untuk membuka cabang perbankan dengan jadwal yang serupa. Ini adalah inovasi baru di industri perbankan yang sungguh memudahkan kehidupan nasabah mengingat sebagian dari mereka sering kali sibuk di hari kerja. Namun, walaupun pendekatan semacam ini mampu menghadirkan kesuksesan besar, tetap saja terdapat kontroversi yang mengelilinginya. Jadi persiapkan dirimu untuk menghadapi perlawanan saat kamu memutuskan untuk melakukan hal yang sama.
Jadilah yang Terbaik Dalam Menguasai Satu Bidang Daripada Memiliki Kemampuan yang Tanggung di Banyak Bidang
Ketika menghadiri sebuah konferensi untuk pemimpin bisnis perbankan cabang regional, penulis cukup terkejut melihat hasil survey yang diperoleh dari para peserta. Dalam survey tersebut, terdapat satu pertanyaan sederhana yang diajukan, yakni “Mengapa pelanggan harus memilih bank yang kamu jalankan dibandingkan dengan bank kompetitor?” 2/3 dari mereka tak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Seharusnya seorang pemimpin tahu jawaban dari pertanyaan tersebut mengingat itu adalah tugas utama dan alasan utama mengapa mereka dipilih menjadi pemimpin. Melihat kenyataan ini, penulis berpendapat bahwa ada sesuatu yang salah dari cara mereka memimpin. Mereka tak tahu di mana letak dari keunggulan mereka. Saat sebuah perusahaan tak memiliki keunggulan, akan sulit bagi mereka untuk mendapatkan perhatian dari para calon pelanggan.
Lalu penulis mencoba untuk mengamati kasus dari perusahaan yang bernama Zappos: sebuah perusahaan berasal dari AS yang menyediakan platform daring untuk membeli sepatu dan pakaian secara eceran. Nick Swinmurn bersama dengan beberapa pendiri lainnya mendirikan perusahaan ini di tahun 1999 dengan suntikan modal sebesar USD2 juta. Pendapatan Zappos bertumbuh relatif signifikan; di tahun 1999 hingga 2000, pendapatan perusahaan hanya mencapai USD1,6 juta, hingga akhirnya di tahun 2008 pendapatan itu bertumbuh hingga USD1 miliar. Melihat pertumbuhannya yang luar biasa, di tahun 2009, Amazon memutuskan untuk membeli Zappos di angka USD1,2 miliar. Yang jadi pertanyaan sekarang adalah, apa yang dilakukan Zappos untuk memenangkan kompetisi yang dihadapinya?
Zappos unggul di mata pelanggan dalam satu bidang, yakni: mereka mampu memberikan pengalaman berbelanja (customer experience) terbaik jika dibandingkan dengan kompetitornya. Untuk pelanggan setia, mereka kerap kali mendapatkan gratis ongkos kirim untuk pembelanjaan yang dilakukan melalui website. Pusat panggilan dan pelayanan dari Zappos mempunyai jumlah staf yang cukup untuk melayani berbagai kebutuhan pelanggan. Karyawan juga diberikan kebebasan untuk menghabiskan waktu sebanyak mungkin untuk berbicara dengan para pelanggan. Jika pelanggan mencari barang tertentu, namun Zappos sedang tak memiliki stoknya, agen Zappos bersedia untuk mencarikan barang tersebut dengan harga terbaik di lapak kompetitor. Tentunya mereka tak menghasilkan uang sama sekali dengan melakukan praktik ini, akan tetapi kualitas dari customer care kelas atas ini dapat meninggalkan kesan positif yang mengena di benak pelanggan untuk jangka panjang.
Perusahaan Yang Berinteraksi Dengan Pelanggan Menggunakan Sentuhan Manusia Cenderung akan Lebih Berhasil
Dalam berbisnis, perusahaan tak perlu menjadi organisasi yang pelit dan tak berhati yang hanya ingin memeras setiap tetes uang yang dimiliki pelanggan. Justru kenyataannya, perusahaan yang menggunakan sentuhan manusia dan memahami sisi emosional dari pelangganlah yang mampu berjaya di dunia e-commerce modern. Bisnis yang berhasil, tak hanya berbicara tentang bagaimana mereka menghasilkan banyak uang, akan tetapi mereka juga memperhatikan komunitas yang telah terbentuk di sekeliling nya.
DaVita merupakan salah satu perusahaan yang memperhatikan sisi emosional manusia dengan serius. DaVita mengoperasikan kurang lebih 1500 pusat dialisis ginjal yang tersebar di seluruh AS. Di tahun 1999, manajemen memutuskan untuk memunculkan kembali citra keramah-tamahan dan perhatiannya kepada semua pemangku kepentingan (stakeholder) melalui moto “community before company” (mendahulukan komunitas, setelah itu perusahaan). Lalu, bagaimana moto tersebut diterjemahkan dalam kegiatan operasional?
Pertama, karyawan didukung agar mereka dapat bersikap terbuka dan menciptakan suasana yang ramah kepada para pasien sehingga pasien bisa merasa seperti berada di rumahnya sendiri. Saat penulis mengunjungi salah satu pusat dialisis DaVita, beliau merasakan getaran energi positif yang memenuhi ruangan. Beberapa lorong di klinik DaVita didesain layaknya “Hall of fame” yang dipenuhi dengan foto serta cerita yang menginpirasi lagi meyentuh dari para pasien dan karyawan. DaVita juga menjalankan program pelatihan yang menugaskan para petinggi perusahaan untuk mengunjungi pusat-pusat dialisi yang ada. Di sana mereka belajar tentang bagaimana proses perawatan itu sendiri dijalankan dan turut membantu pemeriksaan yang dilaksanakan oleh dokter dan perawat. Sambil melakukan penilaian apakah kegiatan operasional telah berjalan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, pelatihan ini juga memastikan bahwa para manajer turun ke lapangan dan dapat merasakan langsung kehidupan dari petugas di garda terdepan perusahaan. Pendekatan semacam ini adalah kunci. Dalam waktu satu dekade, DaVita melakukan perubahan yang mendasar. Yang awalnya mereka mengalami kerugian sebesar USD 50 juta, kini mereka mampu menghasilkan keuntungan hingga lebih dari USD400 juta. Jadi jangan pernah abaikan hubungan emosional perusahaan dengan para pelanggan.
Jadilah Pemimpin Yang Rendah Hati namun Ambisius; Cari Ide Menarik dari Seluruh Lapisan Organisasi
Sering kali kita menggambarkan CEO sebagai seseorang yang jenius dan mampu melakukan segala halnya sendiri. Kisah seperti ini mungkin menarik untuk diangkat di film-film layar lebar, akan tetapi di kehidupan nyata, perilaku ini sangat membahyakan bagi perusahaan maupun bagi orang-orang yang dipimpinnya. Menurut penulis, seorang pemimpin harus berjuang untuk menjadi humbitios (humble (rendah hati) & ambitious). Istilah gaya kepemimpinan humbitious pertama kali diperkenalkan oleh Jane Harper saat ia bertugas di IBM (salah satu perusahaan teknologi raksasa asal AS).
Jadi seperti apa perilaku pemimpin yang humbitious dalam keseharian? Pemimpin tetap bersikap ambisius dalam menentukan target dan kemana perusahaan akan dibawa, namun ia bersedia untuk menyesuaikan tujuannya dengan mendengarkan masukan dari karyawan lain mengingat ia tak mengetahui segala hal yang terjadi di perusahaan. Pemimpin tersebut juga percaya bahwa sukses adalah hasil dari kerja sama; ia, dengan ikhlas dan sadar, memberikan penghargaan kepada pihak yang berhak mendapatkan penghargaan. Ia tak mau mengeklaim hasil kerja keras dari tim sebagai hasil kerja kerasnya sendiri. Lagi pula, sehebat dan sepintar apapun pemimpin, ia tak akan mempu bersaing dengan kombinasi kekuatan yang dimiliki oleh seluruh karyawan dari perusahaan.
Tak hanya pemimpin yang merasakan manfaatnya ketika ia dapat melepaskan kakinya untuk sejenak dari pedal gas – namun seluruh perusahaan. Ini karena ide-ide cemerlang sering kali datang dari karyawan di garda terdepan perusahaan yang terlibat dengan kegiatan operasional sehari- hari secara langsung. CEO yang memahami hal ini memiliki potensi besar untuk menghadirkan kemajuan bagi perusahaan.
Salah satu contohnya datang dari perusahaan pencipta software bernama Rite-Solutions. Tim development memperkenalkan sebuah ide yang disebut dengan “Mutual Fun” – ini adalah semacam “pasar saham” untuk ide-ide yang diajukan oleh karyawan dari berbagai macam lapisan. Setiap orang berkesempatan untuk menyumbangkan ide ke pasar saham tersebut. Ide-ide ini dianggap layaknya perusahaan. Karyawan lain berhak untuk memberikan dukungannya pada ide tersebut dengan “membeli saham” dari ide. Semakin banyak pembeli ide, semakin besar peluang untuk ide tersebut diwujudkan oleh perusahaan, entah itu dalam bentuk produk fisik, jasa ataupun sekedar inovasi yang digunakan dalam kegiatan internal perusahaan. Di antara tahun 2005 dan 2009, inisiatif
“Mutual Fun” ini telah menciptakan lebih dari 50 ide yang bisa dikerjakan, dan 15 dari ide- ide tersebut telah dimasukkan ke dalam portofolio produk perusahaan. Secara keseluruhan, ide-ide tersebut memiliki kontribusi sebesar 20% terhadap total pendapatan perusahaan.
Orang-Orang yang Ada di Luar Perusahaan Sering Kali Menjadi Sumber Utama dari Inovasi
Zaman informasi di saat ini telah memberikan banyak sekali peluang bagi perusahaan untuk memanfaatkan pikiran-pikiran cerdas dari seluruh manusia yang ada di muka bumi. Perusahaan dapat bekerja sama dengan para ahli yang bekerja secara independen untuk menciptakan sesuatu yang berarti. Karena terkadang tak semua masalah bisa diselesaikan oleh sumber daya internal yang perusahaan miliki.
Netflix berkomitmen untuk memberikan hadiah uang tunai sebesar USD 1 juta kepada tim pemenang. Sebuah komunitas global tercipta dengan adanya kompetisi ini. Orang-orang mulai menyatukan segala sumber daya yang mereka punya dan saling berbagi ide maupun coding skills di forum-forum daring. Pikiran dari para ahli bersama-sama memfokuskan perhatiannya untuk memecahkan satu masalah. Lalu, siapa yang memenangkan pertandingan? Mereka adalah satu tim berisi tujuh orang yang berkolaborasi secara daring yang tak pernah bertatap muka sekalipun.
Selain dari orang asing, perusahaan juga bisa mendapatkan ide cemerlang dari orang-orang yang sudah familiar dengan bisnismu, yakni pelanggan itu sendiri. Ini adalah sesuatu yang dilakukan oleh perusahaan penjual t-shirt bernama Threadless setiap harinya. Semua produk yang mereka hasilkan didesain oleh pelanggan itu sendiri. Lalu bagaimana cara kerjanya? Orang-orang membagikan desain t-shirt mereka di website dari Threadless. Setelah itu, mereka juga didorong untuk memberikan voting terhadap desain dari para pengguna lain. Jika desain yang mereka buat mendapatkan cukup banyak voting, Threadless akan memproduksi desain tersebut. Selain itu pemenang akan mendapatkan uang tunai sebesar USD 2000 dan voucher belanja di website Threadless sebanyak USD 500. Ini adalah skema bisnis yang cukup menjanjikan; mereka hanya memerlukan 35 karyawan untuk menjual 1 juta t-shirt tiap tahunnya. Threadless bukanlah sekedar bisnis; Threadless juga merupakan sebuah komunitas yang terdiri dari pelanggan sekaligus desainer.
Semoga ringkasan ini dapat memberikan inspirasi bagi kalian yang ingin menjalankan bisnis kawan!
Add a comment