Memfokuskan perhatian menjadi salah satu hal yang relatif sulit dilakukan saat ini. Beberapa produk teknologi yang terus menyita perhatian kita melalui fitur post feed, likes, mentions, dan notifikasi secara konstan membuat kita mudah sekali untuk terdistraksi dari melakukan hal yang utama. Akibatnya, frekuensi pemikiran ceroboh semakin sering muncul dan ini berakibat pada gagalnya kita dalam menjalankan gaya hidup yang lebih sehat, atau meraih tujuan yang berhubungan dengan pekerjaan, bahkan dapat mengganggu hubungan kita dengan orang-orang terdekat kita. Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan?
“Kelebihan” Informasi Dapat Mengganggu Kemampuan Berpikir
Tanpa terasa kita mengonsumsi terlalu banyak informasi yang tidak relevan dengan kondisi kita dari pagi hari hingga pagi lagi, entah itu bersumber dari sosial media, email, chatting apps, hingga portal berita. Mungkin beberapa dari kita menganggap ini sebagai gangguan minor yang tidak mempunyai pengaruh besar. Namun menurut penulis, ketika kita menghadapkan pikiran secara konstan dengan informasi yang bersifat dangkal, kita sedang mencegah otak untuk bekerja dengan kapasitas penuh.
Ada beberapa alasan yang dapat menjelaskan mengapa hal ini terjadi. Pertama, otak kita perlu nutrisi layaknya bagian tubuh yang lain; ketika kita mengalihkan perhatian kita dari satu layar ke layar lain secara cepat, atau membaca informasi secara sekilas tanpa benar-benar memahaminya, otak kita akan kehilangan nutrisi dengan cepat. Gagalnya kita mencerna informasi secara mendalam dapat melemahkan pikiran kita layaknya tubuh yang mengonsumsi soda dan popcorn terlalu sering. Alih-alih mencurahkan perhatian untuk mengerjakan sebuah tugas hingga tuntas, otak kita telah beradaptasi atau kecanduan untuk menerima rangsangan demi rangsangan yang memberikan kebahagiaan sesaat tetapi bersifat dangkal.
Glenn Wilson, seorang Profesor Psikologi dari Gresham College di London, mengestimasikan bahwa multitasking (mengalihkan perhatian dengan cepat dari satu tugas ke tugas lain) yang diakibatkan oleh distraksi teknologi dapat menurunkan IQ kita sebanyak 10 poin. Beliau juga berpendapat bahwa dengan melakukan multitasking, kemampuan kognitif kita akan anjlok lebih tajam jika dibandingkan dengan ketika kita menghirup ganja. Apakah kamu menginginkan hal ini terjadi?
Perhatian yang Terbagi Dapat Mengganggu Kemampuan Kita untuk Berkomunikasi dan Menjalin Hubungan
Ketika berkunjung ke restoran atau bar yang nyaman digunakan untuk bersosialisasi, sebarapa seringkah kamu melihat satu grup yang seluruh anggotanya asik dengan ponselnya masing-masing? Tidak jarang bukan. Tapi apa yang salah dengan fenomena ini? Toh diamnya mereka tak akan mengganggu kita. Tentu saja tidak, namun di balik fenomena ini terdapat isu penting yang jauh lebih mendasar, yakni kita telah kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif yang saling menguntungkan. Hal ini dapat dilihat di lingkungan kerja di mana terdapat banyak manajer yang kesulitan untuk berbicara dengan stafnya atau pemimpin yang tidak mampu membimbing karyawannya. Banyak juga pasangan yang mulai tak saling bicara, dan anak-anak mulai mengacuhkan orang tuanya.
Walaupun teknologi telah memberikan banyak kemudahan dalam hidup, kehadirannya juga ikut berperan dalam mengacaukan kemampuan kita untuk memberikan perhatian kepada orang lain. Obrolan ringan dengan keluarga tak lagi menarik jika dibandingkan dengan apa yang menjadi perbincangan di sosial media; dan ini terkadang menggoda kita untuk memisahkan diri dari oborlan di dunia nyata. Terlebih, efek samping ini akan dirasakan oleh anak-anak yang otaknya belum sepenuhnya berkembang. Ketika mereka secara konsisten terhubung dengan kegaduhan yang ada di dunia teknologi, tidak mustahil bahwa mereka akan sangat mudah terdistraksi dan kurang sensitif terhadap emosi yang orang lain sedang rasakan.
Salah satu lembaga pendidikan anak yang menyadari efek samping dari teknologi adalah the Waldorf School yang terletak di Silicon Valley. Walaupun sekolah ini terletak di jantung kota teknologi, murid-muridnya diajarkan untuk belajar menggunakan cara lama yang tak lepas dari pen, kertas dan diskusi antara guru dan siswa sebgai metode transfer ilmu pengetahuan. Tiga-perempat dari siswa yang bersekolah di Waldorf memiliki orang tua yang bekerja di sektor teknologi karena mereka memahami efek sampingnya. Namun ironisnya, mereka jugalah yang menciptakan teknologi agar bekerja seperti candu.
Mengatur Kesadaranmu Adalah Langkah Pertama Untuk Memegang Kembali Kendali Terhadap Diri
Jika kita ingin mendapatkan kembali kendali terhadap diri dan waktu yang kita miliki, hal pertama yang harus kita lakukan adalah menyadari bahwa perhatian yang kita berikan terhadap sesuatu adalah sebuah komoditas yang berharga. Layaknya uang di rekening bank, perhatian yang kita berikan dapat berkurang setiap saat. Oleh sebab itu, awasi dengan sekasama apa yang sebenarnya sedang menyibukkan pikiran kita, dan tanyakan pada diri “Apakah manfaat yang didapatkan dari hal ini setimpal dengan tenaga dan waktu yang telah dikorbankan? Ataukah hal ini hanya mengganggu dan tak memberikan manfaat pada kita di masa mendatang?”.
Jika kita dapat membiasakan diri untuk menanyakan hal ini sebelum bertindak, dapat dipastikan bahwa kita akan dapat mengedalikan diri sebelum akhirnya tersesat di labirin informasi tak berbobot dan hiburan tak berkualitas yang disediakan teknologi. Lalu, bagaimana caranya untuk mengetahui jika kita memerlukan manajemen perhatian yang lebih ketat?
Ini dapat kita ketahui ketika kita sedang berbicara dengan orang lain, apakah kita menaruh perhatian penuh kepada lawan bicara? Apakah kita mendengarkannya dengan seksama? Ataukah interaksi berlangsung hanya sekejap saja dan tak berbobot? Selain itu, kita juga dapat memperhatikan tingkat produktifitas ketika bekerja. Apakah kita menyelesaikan tugas yang menantang dengan tuntas? Ataukah kita meloncat dari satu tugas ke tugas lain ketika kita merasa bosan atau kewalahan? Jika kita merasa tidak puas dengan jawaban dari pertanyaan di atas, ini merupakan tanda bahwa kita memerlukan manajemen perhatian yang lebih ketat.
Kerahkan Perhatian Pada Hal Yang Paling Penting dan Acuhkan Lainnya
Di dunia yang penuh dengan “kegaduhan” ini, siapapun yang tidak memiliki tujuan yang jelas dan perencanaan kegiatan yang baik akan mudah sekali terseret oleh derasnya arus informasi. Dengan distraksi yang mengganggu kita di setiap sudut jalan, mata kita harus tetap tertuju pada sebuah tujuan spesifik di ujung jalan agar kita tetap berada pada jalur yang benar. Tapi bagaimana perumpamaan ini dapat diterapkan pada kehidupan nyata? Singkatnya, kita perlu menyederhanakan hidup dengan menghapuskan semua kegiatan dalam keseharian yang tidak selaras dengan tujuan jangka panjang; misalnya manajemen waktu yang buruk, jadwal tidur yang tidak teratur, menghabiskan uang tanpa pikir panjang, you name it. Penyederhanaan adalah kata kuncinya. Kita harus mengerjakan sedikit hal yang bersifat substansial, dari pada mengerjakan banyak hal tak berinti.
Jika kamu kebingungan untuk menentukan apa saja kegiatan yang penting dan selaras dengan tujuan jangka panjangmu, tuliskan terlebih dahulu semua kegiatan yang pernah kamu lakukan di atas kertas kosong. Tuliskan nama kegiatan, nilai berharga di balik kegiatan tersebut, dan apa yang melatarbelakanginya. Coret hal-hal yang tidak menambah nilai dalam keseharianmu. Jika sudah, kamu akan mendapatkan daftar kegiatan inti yang dapat kamu lakukan sehari-hari. Ingat, luangkan waktu yang cukup untuk menuliskannya, jangan terburu-buru.
Selanjutnya, beri tahu orang terdekatmu tentang tujuan apa saja yang akan kamu raih. Biarkan mereka menjadi pengingat dan sumber semangat ketika kamu mulai kehabisan tenaga di tengah-tengah perjalanan. Minta mereka untuk bertanya kepadamu akan pencapaian-pencapaian apa saja yang telah diraih secara berkala, dengan begitu kamu akan teringat untuk kembali ke jalur ketika kamu sempat tersesat. Pastikan bahwa kamu akan menerima masukan dari mereka dengan senang hati.
Membangun Kebiasaan Positif yang Baru Dapat Meredakan Kegaduhan dalam Hidup
Penulis menyarankan langkah pertama yang dapat diambil untuk menyederhanakan hidup adalah dengan mengurangi kepemilikan. Coba lihat di sekeliling kamarmu, di bawah kasur, atau di bagian belakang lemari, apakah kamu masih memerlukan benda-benda tersebut? Mungkin tidak semua. Jual atau donasikan semua benda yang tak lagi digunakan. Dengan melakukan ini, kamu akan membiasakan dirimu dengan penyederhanaan (decluttering). Selain itu, kamu juga dapat mengurangi polusi dunia dengan memperpanjang kegunaan dari benda yang didonasikan. Penulis yakin bahwa jika kebiasaan ini dapat dilakukan dengan baik, proses decluttering pikiran akan menjadi jauh lebih mudah.
Kebiasaan lain yang sangat dianjurkan penulis untuk dilaksanakan adalah urusi urusanmu sendiri. Sadar atau tidak, perhatian kita yang berharga ini sering kali kita gunakan untuk memikirkan dan menghakimi kehidupan orang lain yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan kita. Apa lagi kalau kegiatan menggunjing ini dilakukan dalam sebuah kelompok, akan mudah sekali pikiran kita membentuk opini-opini yang tak relevan hanya untuk membuat diri kita merasa lebih baik dari orang yang kita bicarakan. Bangun kesadaran dalam diri untuk menimbang untung dan rugi dari sesuatu yang akan dikatakan. Satu hal lagi, ketika berbicara dengan orang lain, coba dengarkan lawan bicara dengan seksama, bukan untuk mendebat atau menghasilkan solusi, tetapi untuk memahami apa yang sedang ia bicarakan.
Jika dua kebiasaan sederhana ini dapat kamu bangun dengan baik, kamu akan terkejut akan berapa banyak energi dan perhatian yang telah kita sia-siakan begitu saja.
Mempertajam Kemampuan Komunikasi Dapat Memfokuskan Perhatian dari Audiensmu yang Terdistraksi
Kita sudah banyak membahas tentang apa yang dapat kita lakukan untuk mengontrol perhatian kita masing-masing. Namun bagaimana cara untuk menghadapi dan berkomunikasi dengan orang-orang yang terdistraksi? Sebenarnya ini adalah hal yang cukup sulit untuk dilakukan mengingat pendeknya rentang perhatian (attention span) yang mereka punya. Kunci untuk menyampaikan pesan secara efektif kepada audiens modern adalah dengan menyusun dan menyampaikannya secara singkat, padat dan jelas. Jika pesan utamamu diapit dengan pembukaan yang membosankan dan konklusi yang tak berkonklusi, audiensmu akan sulit membedakannya dengan “kegaduhan” lainnya. Cobalah untuk berbicara secara to the point dan hindari penggunaan jargon dan kosakata bisnis yang jarang dipahami orang awam.
Akhir-akhir ini virtual meeting sudah menjadi bagian dari kebiasaan sehari-hari. Tak jarang kita melihat para peserta yang menguap dan mulai kehilangan perhatian di tengah-tengah presentasi. Untuk mengembalikan perhatian mereka, kamu dapat memanggil nama peserta tersebut untuk meminta pendapatnya mengenai topik yang dibicarakan. Ini akan membuat mereka tetap waspada dan memperhatikan apapun yang sedang disampaikan. Jika teknik ini tidak berhasil, mungkin meeting perlu diistirahatkan sejenak. Tak perlu lama-lama, 10 – 15 menit adalah waktu yang cukup untuk merilekskan pikiran.
Sekian ringkasan buku kali ini. Semoga bermanfaat!
Add a comment