Setiap orang ingin menjalani hidup dengan penuh kesenangan dan kepuasan. Namun sayangnya, kehidupan modern hanya memicu kita untuk membeli barang-barang yang tak begitu diperlukan dengan uang pinjaman dari credit card. Pikiran kita dibuat tak fokus karena kelebihan barang dan utang yang kadang juga menimbulkan rasa putus asa dalam keseharian. Paham materialisme yang dianut masyarkat modern bukanlah jalan menuju kebahagiaan. Penulis berpendapat bahwa untuk menjalani hidup yang lebih bahagia dan memuaskan, manusia justru harus melakukan pendekatan minimalis terhadap hidup.
Berlebih dalam Memiliki Barang justru Menjadi Penghambat dalam Meraih Kebahagiaan
Jason dan Jennifer Kirkendoll, pasangan suami istri yang usianya memasuki pertengahan 30 tahunan, hampir memiliki semua kenikmatan duniawi: empat orang anak, dua ekor anjing, dan sebuah rumah besar yang dipenuhi dengan pakaian ciptaan perancang ternama, perabot mewah dengan segala perlengkapan lainnya. Namun hanya satu hal yang mereka belum miliki, yakni kebahagiaan. Meskipun tak kekurangan harta, kehidupan mereka cukup menyedihkan. Mereka tak memiliki waktu yang cukup untuk satu sama lain. Mereka pun tak mempunyai energi untuk melakukan hal-hal kreatif yang dapat meredakan stres.
Muak dengan ini, mereka mulai membuat perubahan. Mereka membeli sebuah tempat sampah besar dan mengisinya dengan semua barang yang tak diperlukan. Tak disangka, di suatu hari, tempat sampah tersebut terbakar dan menjalar ke seluruh bagian rumah. Untung nya, tak ada satu orang pun yang terluka. Walaupun kehilangan materi, Kirkendolls berpendapat bahwa ini adalah hal terbaik yang terjadi pada keluarga mereka. Kebakaran ini memicu mereka untuk melepaskan diri dari rasa terikat yang berlebihan terhadap kepemilikan materi; setelah sekian lama, akhirnya mereka benar-benar bisa merasakan apa yang disebut dengan kebebasan.
Minimalism adalah seni untuk menjalani kehidupan yang lebih memuaskan dan bermakna dengan memiliki lebih sedikit barang (menyingkirkan barang yang tak memberikan nilai tambah terhadap hidup). Kita merasakan bahwa kehidupan di dunia modern menuntut kita untuk mencari kebahagian dengan mengonsumsi. Rentetan iklan yang muncul di berbagai media dan norma-norma sosial yang ada di masyarakat menciptakan kesan bahwa dengan membeli pakaian, elektronik atau barang tertentu akan meningkatkan “kualitas” hidup kita. Namun, sadar atau tidak, pembelian barang-barang ini hanya memunculkan rasa puas untuk waktu yang singkat dan berpengaruh sangat kecil terhadap apa yang kita rasakan.
Bahkan, penulis berpendapat bahwa gaya hidup consumerism merupakan akar dari banyak permasalahan modern. Pembelian yang berlebihan meninggalkan banyak orang terlilit hutang. Saat buku ini ditulis, secara rata-rata, orang Amerika memiliki utang credit card (CC) sebesar USD 6.194. Parahnya lagi, barang-barang yang dibeli menggunakan uang CC tadi, sering kali tak digunakan; dibiarkan begitu saja memenuhi rumah dan menciptakan distraksi bagi kita untuk melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat, seperti mempelajari kemampuan baru atau menghabiskan waktu dengan yang tersayang.
Untungnya, masih mungkin bagi kita untuk keluar dari siklus tak sehat ini dengan menyingkirkan segala hal yang berlebihdan dari hidup. Cara yang termudah adalah dengan memisahkan barang-barangmu ke dalam 3 kelompok berbeda. Kelompok pertama adalah untuk barang esensial, seperti makanan dan pakaian utama. Kelompok kedua adalah untuk barang- barang non-esensial: barang yang masih memiliki manfaat, namun kamu tak akan mengalami masalah berat ketika tak memilikinya seperti furnitur atau barang kenang-kenangan. Kelompok ketiga adalah junk pile (tumpukan sampah/barang yang sama sekali tak memiliki kegunaan untukmu); kamu bisa menjual, mendonasikan, atau membuang apapun yang ada pada kelompok ini.
Walaupun terlihat sederhana, proses ini tidak mudah untuk dilakukan. Mengelompokkan barang pribadi membuat kita memikirkan lebih mendalam tentang hal-hal apa saja yang kita benar-benar hargai. Berpikir secara kritis terhadap barang yang dimiliki membuka ruang bagimu untuk mengevaluasi hidup mu secara keseluruhan.
Bersiaplah Untuk Menghadapi Kenyataan yang Terasa tak Nyaman saat Kamu Mulai Menyederhanakan Hidupmu
Untuk sesaat, sang penulis buku, Joshua Fields Millburn, memiliki hidup yang sempurna. Setidaknya, itu dari sudut pandang orang lain. Bagaimana tidak? Dia memiliki perkerjaan bergaji belasan miliar rupiah pertahunnya, tinggal di sebuah rumah mewah di pinggiran kota, dan menikah dengan seorang wanita bernama Keri, yang merupakan kekasihnya di masa SMA. Namun di satu momen tertentu, jika beliau diminta untuk menilai hidup nya pada skala 1 hingga 10, beliau akan memberi nilai 6.
Ya, sang penulis memang hidup dengan nyaman; namun beliau merasa memiliki masalah dengan satu hal, yakni dengan hubungan (relationship). Walaupun Joshua mencintai sang istri, pada dasarnya mereka berdua adalah dua manusia yang sangat berbeda. Seiring bertambahnya tahun, mereka semakin menjauh dari satu sama lain. Namun, daripada mengakui kebenaran yang terasa tak nyaman ini, mereka memilih untuk mengabaikan masalah. Tak heran, masalah justru menjadi semakin runyam. Mereka berada dalam pernikahan yang tidak membawa ketentraman untuk waktu yang lebih lama. Akhirnya, mereka mengalami perselingkuhan dan harus melalui masa perceraian yang cukup sulit.
Walaupun gaya hidup minimalism berawal dengan mengeleminasi barang-barang pribadi tak penting yang dapat menahanmu untuk “melangkah maju”, filosofi ini juga memiliki aspek-aspek psikologisnya sendiri. Jika diperhatikan, pikiran kita juga dapat tertimbun oleh sampah-sampah yang tak berguna (layaknya rumah kita). Kerap kali, sampah yang mampu mengacaukan pikiran kita datang dalam bentuk kebohongan dan cerita-cerita palsu yang kita tanamkan pada diri atau ceritakan kepada orang lain. Membuang jauh-jauh ketidak-jujuran ini memang lebih sulit dari pada membuang benda-benda. Namun percayalah, manfaat yang dapat dirasakan akan setimpal dengan usahanya.
Jadi, mengapa kita berbohong? Apa alasan utamanya? Menurut penulis, berbohong lebih mudah untuk dilakukan dari pada harus menghadapi kebenaran. Kebohongan kecil dapat membantu untuk menyembunyikan siapa dirimu yang sebenarnya. Sebagai contoh, saat berbicara dengan teman atau rekan kerja, kamu mungkin lebih suka untuk menceritakan secara berlebihan terkait dengan hal-hal yang dapat menimbulkan citra baik di mata lawan bicaramu dan mengabaikan cerita yang memunculkan pandangan negatif. Selain itu, sangat mungkin untuk berbohong kepada diri sendiri untuk menghindar dari menghadapi masalah yang sulit. Contoh sederhana, kamu dapat berpura-pura bahwa kondisi rumah tangga sedang baik-baik saja walaupun sebenarnya tidak.
Ketahuilah, cerita bohong seperti ini dapat menambahkan kerumitan yang tak perlu ke dalam hidupmu. Menjaga “citra diri yang palsu” untuk orang lain sangat membutuhkan usaha dan energi yang sebenarnya dapat kamu habiskan untuk melakukan hal lain yang lebih bermanfaat. Berbohong kepada diri sendiri bagaikan menyapu kotoran ke bawah kését – menyingkirkan masalah untuk sesaat yang pada akhirnya harus dihadapi jua. Seiring dengan perjalananmu dalam menerapkan material minimalism, sisihkan waktu untuk mengidentifikasi dusta yang selama ini kamu simpan. Mungkin kebiasaan mu untuk berbelanja secara kompulsif merupakan gejala/tanda dari masalah yang lebih besar. Manfaatkan kesempatan ini untuk membuang jauh kebohongan dan mencari kebenaran.
Belajarlah untuk Menghargai Kebahagiaan-Kebahagiaan Sederhana
Rob Bell dan Sam Harris adalah dua orang yang cukup bertolak belakang. Bell adalah seseorang yang sangat spiritual, penganut agama Kristen yang taat. Sementara Harris adalah seorang ateis yang sangat terbuka, serta seorang ahli saraf yang memikirkan segala halnya secara teknis. Meskipun terdapat perbedaan yang kontras di antara keduanya, kedua pemikir ini setuju dalam satu hal, yakni, mereka meyakini kekuatan transformatif yang dihasilkan oleh being present (berada di sini di saat ini). Mereka berpendapat bahwa kunci kebahagiaan terletak pada kemampuan kita untuk menjadi sadar (mindfulness): seni dalam menghargai hidup apa adanya, dari waktu ke waktu. Tentu ini bukan hal yang mudah. Tetapi, di saat kamu mulai membersihkan sekaligus merapikan hidupmu (declutter), baik secara fisik maupun mental, tiba- tiba saja, kamu akan memiliki ruang untuk mengamati hal-hal kecil (yang dapat membawa perubahan-perubahan besar).
Salah satu efek mendasar yang dapat kamu lihat setelah mejalani gaya hidup minimalist terdapat pada perilakumu (attitude). Ketika kamu masih terjebak pada gaya hidup hedonistik dan menuntut semua keinginan untuk dipenuhi sekarang juga (instant gratification), kamu tak pernah merasa cukup dengan apa yang ada. Perhatianmu terlalu terfokus pada barang yang akan kamu beli selanjutnya sehingga kamu tak memiliki energi untuk mengapresiasi apa yang ada di hadapanmu. Kamu menjadi mati rasa terhadap kenikmatan-kenikmatan kecil yang terselip dalam setiap aktivitas.
Tetapi, setelah kamu mampu untuk melepaskan dorongan hedonistik ini, dunia dengan kesehariannya menjadi lebih hidup. Bahkan kegiatan yang terkesan membosankan seperti berjalan ke toko serba ada atau menyeduh secangkir kopi sebelum bekerja bisa menjadi sumber kebahagiaan. Terbebas dari distraksi, kamu akan menjadi lebih waspada dengan pemandangan dan suara-suara yang ada di sekelilingmu. Kamu akan lebih mampu untuk mensyukuri aroma gurih yang datang dari secangkir kopi yang baru saja kamu seduh.
Bahkan untuk para minimalist, belajar untuk menikmati seluk beluk dari makanan merupakan kemampuan yang berharga. Sering kali kita makan tanpa berpikir panjang. Seenaknya saja kita mengonsumsi makanan selama kita suka dengan rasanya. Ketidakpedulian ini membuat kita tak khawatir untuk mengisi perut dengan jajanan yang tak sehat dan tinggi akan gula, lemak serta kalori kosong. Gaya makan (diet) seperti ini adalah satu jenis kekacauan (clutter) yang kamu bebankan pada fisik; hasilnya berat badan tubuh menjadi berlebih dan bisa menjalar ke masalah kesehatan lainnya. Memang tak ada satu jenis diet yang cocok untuk semua orang. Namun, jika kamu dapat memperhatikan apa yang kamu makan dan mengamati reaksi tubuhmu terhadap makanan tersebut dengan lebih sadar, kamu akan tahu jenis makanan dan pola makan seperti apa yang memiliki efek positif terhadap tubuh. Membiasakan mindful eating dalam perjalanmu menjadi seorang minimalist akan membawamu pada makanan-makan baru yang bisa dinikmati dalam setiap gigitannya.
Pahami Nilai-Nilai Inti (Core Values) yang Kamu Percaya untuk Mengarungi Kehidupan dengan Lebih Nyaman
Bayangkan, kamu sedang bersantai di suatu malam sambil meneguk beberapa gelas wine. Sambil menyeruput chardonnay itu, jemari mu sibuk menggulirkan layar smartphone untuk menjelajah media sosial yang selalu “ramai”. Tiba-tiba, sebuah iklan ditampakkan. Dalam kondisi yang sedikit mabuk, kamu tak berpikir panjang untuk menekan tombol beli pada layar. Mungkin beberapa dari kalian merasa familiar dengan kondisi ini. Baru-baru ini penelitian menunjukkan bahwa di tahun 2020 sekitar 79% dari orang dewasa pernah mengalami fenomena “drunk shopping” dengan estimasi jumlah total transaksi mencapai USD 45 miliar. Namun alkohol bukanlah satu-satu nya hal yang memengaruhi keputusan kita; faktor lain dari luar seperti iklan di berbagai macam media, peer pressure (tekanan dari teman), dan norma sosial pun juga ikut berperan. Malangnya, tekanan-tekanan dari luar ini tak selalu selaras dengan kebutuhan internal kita.
Cara paling sederhana untuk memiliki hidup yang bermakna dan memuaskan batin adalah dengan selalu membuat keputusan berdasarkan nilai-nilai yang kamu percaya secara mendalam. Tanpa nilai-nilai tersebut, kepentingan-kepentingan dari luar dapat dengan mudah membelokkan arah hidup kita. Contohnya, mungkin saja bagimu untuk menandatangani kontrak pekerjaan yang kamu benci hanya karena diberikannya gaji tinggi, atau menghabiskan seluruh uangmu untuk membeli pakaian dan mobil mewah agar bisa bergaul dengan masyarakat kelas atas. Padahal hal yang sebenarnya kamu inginkan hanyalah pensiun dini dengan tenang. Jadi jika memiliki waktu luang, tidak ada salahnya untuk memeriksa kembali apakah hal yang selama ini kita lakukan telah selaras dengan nilai yang kita percaya.
Menurut penulis, jenis nilai terbagi ke dalam 4 kategori, di antaranya adalah: Foundational, Structural, Surface, dan Imaginary.
Foundational values adalah hal-hal umum dan mendasar yang manusia inginkan dalam kehidupan, seperti: kesehatan yang prima serta hubungan yang baik dengan keluarga, teman dan lingkungan sekitar.
Structural values adalah sifat-sifat yang kamu ingin tanamkan dalam diri, seperti: kejujuran, ketulusan, kerendahan hati, dan kemandirian.
Surface values adalah hal-hal yang kamu sukai untuk sementara, seperti seni, barang tertentu atau hobi
Imaginary values adalah kegiatan dalam keseharian yang nampaknya penting, namun sebenarnya tak begitu penting. Kegiatan ini meliputi menonton TV show kesukaan, atau membalas email
Setelah kamu benar-benar paham dengan nilai yang kamu percaya, mulai untuk evaluasi keputusan-keputusan mu, baik besar maupun kecil, berdasarkan tingkat keselarasan keputusan tersebut dengan nilai ideal mu. Contohnya, jika kamu mendapatkan tawaran kerja yang “menarik”, tanyakan kepada diri, apa saja hal yang selaras dari pekerjaan tersebut dengan nilai internal mu? Memang mungkin pekerjaan tersebut dapat membantumu untuk membeli kendaraan atau rumah mewah (surface values); namun sayangnya pekerjaan tersebut memaksamu untuk mengorbankan foundational values yang kamu percaya. Jam kerjanya yang terlalu demanding (berlebihan) sangat mungkin untuk memperburuk kondisi kesehatan atau merenggangkan hubunganmu dengan orang-orang yang tersayang.
Atur Kondisi Keuanganmu dan Hindari Menumpuk Utang yang Tak Diperlukan
Memasuki usianya yang kedua puluh, hidup penulis seperti sedang berada di puncaknya. Setelah mendapatkan pekerjaan yang prestisius, ia tak berhenti-hentinya berbelanja. Pada usia 23 tahun, ia membeli sebuah mobil Lexus. Lalu di usia ke 24, ia membeli Lexus kedua nya. Masih merasa tak puas, ia membeli Land Rover terbaru di usia ke 25. Tentunya garasi Millburn mengundang decak kagum dari orang-orang di sekitar. Akan tetapi, kondisi keuangannya berkata lain. Walaupun Millburn menghasilkan cukup banyak uang, pengeluarannya ikut mengalir deras akibat gaya hidup mewahnya. Faktanya, Millburn membeli semua mobil tersebut menggunakan utang – dompetnya berisi 14 credit card yang telah mencapai limitnya. Millburn sungguh-sungguh mengalami disfungsi finansial. Terkubur dalam utang, Millburn mengalami stres berat dalam mengatur kondisi keuangannya.
Jika kamu sedang mengalami masalah utang, solusi jangka panjang terbaik yang dapat diterapkan adalah dengan mengevaluasi kembali hubunganmu dengan uang. Daripada melanjutkan kebiasaan buruk lamamu, perkecil pengeluaran dengan tak membeli barang yang tak diperlukan dan ikuti rencana tabung menabung yang cukup ketat. Pertama-tama, sisihkan uang, dengan cara mencicil, hingga USD 1000 sebagai dana darurat. Selanjutnya, bayarkan utang mu dari yang paling kecil hingga yang paling tinggi. Saat kamu sudah terbebas dari utang, mulai sisihkan minimal 15% dari pendapatan untuk tabungan pensiun.
Untuk memaksimalkan simpanan, kita juga dapat mempelajari investasi. Investor amatir sering kali menginvestasikan uang nya pada jenis-jenis aset keuangan yang pergerakannya cukup ekstrem seperti saham dari perusahaan tertentu atau mata uang kripto; penulis menyarankan agar kita dapat menghindari jenis aset tersebut karena risiko nya yang terlalu tinggi. Sebagai altrnatif, taruhlah uangmu dalam sebuah reksa dana (mutual fund), sebuah aset keuangan yang terdiri dari gabungan saham berbagai macam perusahaan, yang terjamin. Dengan begitu tingkat risiko mu akan terdistribusi dengab baik dan kekayaan mu akan bertumbuh dengan pelan tapi pasti hingga kamu pensiun.
Tentunya, disiplin dalam menjalankan rencana keuangan semacam ini bukan tugas yang mudah. Namun pasti ganjaran yang kamu rasakan di akhir akan setimpal. Bebas dari utang adalah langkah pertama untuk mengejar impian. Akan lebih mudah untuk meninggalkan pekerjaan yang kamu benci jika kamu tak memiliki utang.
Temukan Kembali Kretivitasmu yang Terpendam dengan “Keluar” dari Dunia Digital
Siapa tokoh yang pertama kali datang di pikiran saat kata kreativitas disebut? Apakah itu Leonardo da Vinci sang pelukis Mona Lisa? Atau Jimi Hendrix yang memainkan gitarnya dengan gaya akrobatik? Tak diragukan lagi, mereka semua adalah manusia kreatif. Akan tetapi krativitas bukan hanya ranah dari seniman berbakat. Seorang ahli diet yang merancang healthy meal plan (rencana makan sehat), atau seorang account manager perusahaan yang membuat Powerpoint informatif juga bisa dikategorikan sebagai manusia kreatif di bidang nya. Semua orang yang menyelesaikan masalah atau memberikan nilai tambah kepada kehidupan orang lain bisa disebut sebagai kreatif, dan ini juga termasuk kamu. Namun jika kamu merasa api kreativitas mu mulai padam akhir-akhir ini, decluttering mungkin bisa mengembalikan kobaran api itu.
Kreativitas mungkin datang dalam bentuk yang berbeda, namun semua pencipta menemui masalah yang serupa. Membuat sesuatu yang baru, entah itu sebuah novel, rencana bisnis, atau lagu baru, membutuhkan banyak kerja keras dan dedikasi. Mengumpulkan motivasi untuk menghabiskan waktu berjam-jam dalam studio atau kantor terkesan seperti hal yang menakutkan. Namun dengan membuang “kelebihan-kelebihan” (excess) dalam hidup dapat membuat kreativitas untuk muncul dengan lebih mudah.
Salah satu cara untuk menurunkan tingkat distraksi digital adalah dengan cara “digital declutter” – sebuah metode yang ditemukan oleh professor ahli komputer bernama Cal
Newport. Bagaimana praktiknya? Sederhana, uninstall atau hindari berbagai jenis teknologi digital yang tidak benar-benar penting dalam hidup untuk 30 hari. Ini artinya kamu tak diperbolehkan mengakses media sosial, YouTube, dan berselancar mencari kanal hiburan yang menarik. Dengan beristirahat sejenak dari jasa-jasa digital ini dapat memberikan otak mu kesempatan untuk memulihkan diri dari semua over-stimulasi hiburan digital. Hasilnya, pada akhir bulan, tugas-tugas analog seperti menulis atau menggambar akan terasa lebih nikmat. Bahkan, beristirahat dari kegiatan konsumsi digital dapat mendorongmu untuk mencoba aktivitas yang tak pernah kamu pikirkan sebelumnya. Namun ingat, kamu tidak boleh kehilangan semangat saat kamu tak menjadi ahli di bidang tersebut secara mendadak. Dalam hal kreativitas, sangat dianjurkan bagimu untuk menikmati prosesnya dari pada terpaku dengan hasilnya. Hargai kesempatan untuk mengekspresikan dirimu sendiri dari pada hanya mengonsumsi konten digital saja.
Gunakan Waktu dan Energimu untuk Menjalin Hubungan yang Tulus dan Postif
Setiap minimalist tahu bahwa yang berharga dalam hidup ini bukanlah kepemilikan, akan tetapi hubungan kemanusiaan kita. Hubungan di sini tak terbatas pada romantic partnerships. Semua hubungan adalah hal yang unik dan spesial, termasuk hubunganmu dengan orang tua, rekan kerja, dan bahkan hubungan dengan hewan peliharaan kita. Penting untuk mengelola hubungan-hubungan ini dengan penuh kehati-hatian; jalin hubungan yang dapat memberdayakan kamu, dan tinggalkan hubungan yang terasa beracun.
Jadi apa yang membuat sebuah hubungan terasa saling menguatkan? Menurut penulis, ada tiga hal penting yang harus dipenuhi. Pertama, penting bagi kedua belah pihak untuk berbagi nilai yang sama – ini adalah hal dasar yang utama untuk meraih kecocokan. Selanjutnya, agar ikatan yang kuat dapat terbentuk, harus ada rasa percaya dan saling memahami. Walaupun untuk membangun kepercayaan dan pemahaman membutuhkan waktu dan tenaga, kualitas dari hubungan itu sendiri lebih penting dari jumlah hubungan yang telah kamu jalin. Dan terakhir, adanya timbal balik dalam hubungan; setiap pihak dalam hubungan tersebut harus menambahkan nilai kepada pihak lainnya.
Selain itu perlu diingat bahwa hubungan terbaik juga memiliki batasannya masing-masing. Namun tiap orang akan memiliki batasan yang berbeda, dan penting bagi kita untuk mempelajari dan menghormati batasan tersebut. Batasan pertama yang harus dihormati adalah terkait dengan fisik – ini adalah batasan terkait dengan bagaimana kamu menyentuh pihak lain dan seberapa sering. Namun ada juga batasan-batasan lain, entah itu terkait dengan mental, emosional, dan aspek-aspek spiritual. Terkadang seseorang dengan sengaja melewati batasan- batasan tersebut demi kepentingan pribadinya; perilaku ini akan memiliki efek merugikan terhadap hidup dari pihak yang dilewati batasannya. Maka dari itu, jangan takut untuk memutuskan hubungan dari orang-orang semcam ini. Lagi pula meninggalkan hubungan tersebut akan memberimu lebih banyak waktu dan energi untuk mempererat hubungan yang terasa saling menguatkan.
Istigfar
December 12, 2021 at 1:27 pmMinimalism is quite goood