Lingkungan sekitar kita sudah banyak sekali berubah jika dibandingkan dengan apa yang kita saksikan 20 hingga 30 tahun yang lalu. Dahulu, ruang-ruang tempat alam liar tumbuh mudah sekali ditemukan. Namun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya ekonomi, ruang-ruang ini mulai diubah menjadi pemukiman dan gedung-gedung perkantoran. Bisa dibilang, hidup kita semakin menjauh dari alam. Padahal tubuh kita perlu untuk berinteraksi dengannya secara berkala. Melalui ringkasan buku ini, kamu akan diajak untuk menghidupkan kembali hubunganmu dengan ibu pertiwi serta mengamati lebih dalam keajaiban-keajaiban yang ada di alam liar.
Dekati Dunia dengan Menikmati Segala Misterinya
Kita semua menghadapi kesulitan dengan pekerjaan kita, tak terkecuali Albert Einstein. Tak jarang beliau menghadapi mental blocks yang berbentuk kebuntuan dalam menyelesaikan masalah-masalah penelitian. Untuk memecahkan kebuntuan ini, beliau mempraktikkan satu ritual sederhana yang berupa berjalan keluar menikmati alam. Sederhana sekali bukan?
Beliau akan menjauhkan diri dari ruangan kerja untuk berjalan menyusuri taman-taman kampus. Beliau tak berniat untuk mencari jawaban sembari menjalani ritualnya. Dalam tenang, beliau hanya ingin mengamati kejadian-kejadian yang disajikan alam dan membiarkan kerumitan ekosistem bumi untuk membuatnya terkesima. Tujuan beliau hanyalah untuk menjernihkan pikiran dengan menerima kenyataan bahwa akan selalu ada bagian dari alam semesta yang tak akan dapat beliau pahami. Astonom Carl Sagan, Fisikawan Edward Witten, dan Ilmuwan Perilaku Primata Jane Goodall memiliki pendapat yang sama tentang pentingnya untuk merangkul misteri walaupun mereka adalah peneliti fenomena-fenomena alam.
Menerima agungnya kerumitan alam semesta akan mendorong kita untuk menjalani hari-hari dengan penuh rasa penasaran. Coba bayangkan sifat-sifat dari atom. Sebagian besar dari tiap elemennya terbuat dari ruang-ruang kosong yang terbentang antara inti atom dan elektron-elektronnya. Bahkan inti dari 99,9999% segala hal yang ada di alam semesta ini adalah ruang kosong. Mengetahui fakta ini, ajaib jika kita masih bisa berjalan di atas tanah, merasakan permukaan benda-benda, atau bahkan ada di dunia.
Anak-anak adalah ahlinya dalam menghayati rasa penasaran. Seringkali mereka bermain dengan serangga, menggali tanah hingga cukup dalam, dan bertanya kepada orang tua tentang hewan dan tanaman untuk menjawab rasa penasaran mereka terhadap alam sekitar. Mungkin ini saatnya kita untuk kembali menjadi anak-anak dalam mendekati sesuatu yang tak kita pahami dengan cara meluangkan cukup waktu untuk menikmati alam dan menyalakan kembali panca indra kita. Amati pola-pola yang ada di dedaunan, cium aroma serbuk sari yang bersemayam di udara taman-taman, biarkan sinar matahari menyentuh kulitmu, dan lihat langit yang malamnya diterangi oleh bintang-bintang. Kamu mungkin tak akan paham bagaimana semua ini begitu indah dan dapat saling melengkapi, tetapi semoga rasa kagum yang muncul ini dapat mengisi kembali jiwamu yang sempat lelah menjalani hari-hari.
Semuanya Saling Terhubung dan Saling Tergantung
Dengan memegang selembar kertas putih tak bernoda di depan murid-muridnya, salah satu guru Zen yang bernama Thich Nhat Hanh meminta mereka untuk mendeskripsikan apa yang mereka lihat. Beberapa murid berkata bahwa mereka melihat kesucian dan ketenangan, sementara beberapa orang lainnya melihat awan-awan mendung yang bergerak dengan tenang. Tetapi Nhat Hanh melihat sesuatu yang lain, ia melihat dunia. Mengapa?
Beliau menjelaskan bahwa kertas terbuat dari pohon; agar dapat tumbuh, pohon membutuhkan udara, tanah dan cahaya matahari. Selain itu, untuk mengolah pohon menjadi selembar kertas dibutuhkan usaha dan ketrampilan dari penebang pohon dan para perajin. Dan tentu, para pekerja ini bergantung pada makanan yang ditanami oleh petani yang ditumbuhkan dari ibu pertiwi. Jadi, selembar kertas kosong tidaklah benar-benar kosong – ia mengandung bagian-bagian kecil dari alam semesta.
Namun, ide di balik keterkaitan & ketergantungan antara satu dengan yang lainnya pernah ditentang. Di jaman pencerahan (enlightenment), ketika para pemikir seperti Newton dan Galileo mulai meneliti fenomena alam secara empiris, terdapat sebuah kecenderungan untuk melihat segala sesuatunya sebagai hal yang terpisah dan tak saling mempengaruhi. Misalkan, ketika seorang ahli biologi meneliti tentang cara hidup sebuah hewan, mereka tak akan meneliti peran hewan tersebut terhadap lingkungan sekitar (atau dengan kata lain, mengabaikan konteks yang lebih luas).
Namun pada masa ini, para peneliti telah mengadopsi pemikiran ekologis yang menyatakan bahwa jejaring interaksi yang rumit antar makhluk hidup merupakan salah satu faktor penggerak keberlangsungan hidup yang ada di bumi. Tahukah kamu tentang pohon ek (oak)? Selain bergantung pada air dan matahari, akar dari pohon oak dililit oleh fungi mycorrhizal yang memberinya akses kepada nitrogen dan fosfor. Tak ada yang rugi dari hubungan ini, fungi mendapatkan nutrisi yang disediakan oleh pohon oak.
Lebih dari itu, melalui jejaring rhizomatic bawah tanah yang dibangun oleh fungi, pepohonan yang ada di hutan dapat saling berkomunikasi. Pohon yang mengalami kesulitan untuk tumbuh mengirimkan sinyal kimiawi untuk meminta pertolongan, dan melalui jaringan fungi ini juga nutrisi yang dibutuhkan akan dikirimkan oleh pohon oak yang tumbuh subur dalam jaringan. Tak berakhir di sana, pepohonan hutan juga memproduksi senyawa antimikroba yang bernama phytoncide. Ketika manusia menghirupnya, daya tahan tubuh akan ikut meningkat.
Terdapat dua pelajaran yang dapat kita petik dari sini. Pertama, tak ada yang namanya manusia kuat. Kita semua tak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Dan kita sebagai spesies hanya dapat bertahan ketika kita dapat saling bantu dan saling berbagi. Gaya hidup saling bantu ini diterapkan oleh orang-orang Nguni dari Afrika Selatan dan mereka menamainya dengan ubuntu. Kedua, luangkanlah waktu sejenak untuk mengunjungi hutan tanpa mencemarinya karena manfaat kesehatan yang akan kamu dapatkan.
Keberagaman Merupakan Sumber Kekuatan
Jika kamu berkesempatan untuk mendaki Pegunungan Sawtooth di Idaho pada musim semi, kamu akan dapat menyaksikan keindahan hutan rimba yang masih tak tersentuh. Lembah-lembah subur terhampar di antara puncak pegunungan diwarnai oleh berbagai macam jenis bunga liar seperti geranium, buttercup, paintbrushes, bluebell, dan lain sebagainya. Perlu diketahui bahwa tanaman ini tidak tumbuh tanpa sebab. Setiap jenisnya memiliki kelebihan yang berbeda. Ketika musim kering datang, tanaman dengan akar yang menjalar cukup dalam akan dapat bertahan. Sementara, jika muncul penyakit tanaman yang mewabah, tanaman dengan daya tahan tubuh terkuatlah yang dapat melaluinya. Spesies yang mampu bertahan secara bergiliran menjaga ekosistem lembah agar tetap hidup sampai tanaman jenis lainnya dapat menymbuhkan diri dari tiap kondisi sulit yang melanda. Keberagaman adalah jaring pengaman untuk alam.
Generasi demi generasi dari tiap jenis makhluk hidup telah mengembangkan strateginya masing-masing dalam berinteraksi dan menjalin kerjasama dengan makhluk lain. Proses evolusi tanpa henti inilah yang telah membuat planet kita dianugerahi dengan beragam spesies unik dengan kemampuan khususnya yang dapat membuat alam dapat bertahan menghadapi kondisi lingkungan yang terus berubah.
Coba lihat berbagai macam jenis obat-obatan yang apotik sediakan, sebagian besar bahan utama dari obat yang ada berasalkan dari beraneka macam tumbuhan dan hewan. Coumadin, sebuah senyawa yang digunakan untuk mengobati serangan jantung dan stroke berasal dari semanggi manis yang difermentasi. AZT, sebuat zat kimia yang digunakan untuk terapi penyakit HIV-AIDS berasal dari spons laut (marine sponges). Aspirin yang kamu teguk untuk meredakan rasa sakit dan pembengkakan diolah dari pohon willow putih. Jadi, bisakah manusia bertahan tanpa kehadiran mereka?
Keberagaman juga dapat membantu kita untuk melihat dunia dari sudut pandang baru yang mencerahkan. Pemecahan masalah, penalaran ilmiah, dan kreativitas akan berkembang ketika manusia dengan berbagai macam latar belakang yang berbeda dapat diskusi bersama untuk bertukar pikiran. Bahkan ketika para peneliti memeriksa satu juta makalah ilmiah, mereka menemukan bahwa makalah yang dikerjakan oleh tim dangan anggota yang memiliki budaya dan etnis yang berbeda menghasilkan wawasan baru yang penting dan berpengaruh besar di bidangnya. Maka dari itu, seharusnya masyarakat modern semakin dapat menghargai, menghormati dan memanfaatkan perbedaan dengan sebaik mungkin.
Energi Maskulin dan Feminin Harus Hidup Dalam Keselarasan
Taman Nasional Tsavo di Kenya merupakan rumah untuk beberapa spesies hewan langka yang ada di dunia. Dan ada sesuatu yang menarik pada komunitas hewan mamalia di Tsavo, yang mana kawanan tersebut berada di bawah kepemimpinan mamalia betina yang paling matang (atau biasa disebut dengan matriarchy), tak terkecuali kelompok gajah-gajah. Dalam mengarungi kehidupan di padang sabana, gajah betina tertua dari kerumunan memimpin dan melindungi anak-anaknya dari serangan predator menggunakan gading raksasanya dan memanfaatkan ingatan tajamnya untuk menemukan sumber-sumber air yang tersembunyi. Kelompok singa sabana juga dipimpin oleh sang betina dewasa. Sang ibu dari singa-singa kecil melatih mereka untuk berburu agar dapat bertahan hidup di kemudian hari. Wanita memegang peranan penting dalam menjaga ketahanan spesies pada tiap jenis makhluk hidup. Tanpa wanita, kehidupan tak akan dapat bertahan sejauh ini.
Lalu apa yang dimaksud penulis dengan energi maskulin dan feminin di sini? Tidak hanya sekedar tentang gender, energi yang dimaksud di sini adalah sekumpulan cara-cara dari masing-masing energi untuk mendekati dunia. Kita tahu bahwa energi maskulin cenderung menampakkan elemen-elemen yang mengandung keberanian seperti berani beraksi, mandiri, dan disrupsi. Di sisi lain, energi feminin mengandung nilai-nilai yang bersifat merawat seperti mengasuh & mendidik, kerja sama, serta menjaga keberlanjutan. Seperti yang kamu lihat, nilai-nilai ini dapat diinternalisasi oleh kedua gender dan bersifat fleksibel.
Melihat sejarah hidup manusia, banyak mitos kuno yang menjelaskan bahwa keselarasan dua energi ini merupakan sumber dari segala kehidupan yang ada di bumi. Masyarakat Sumeria kuno secara turun temurun menceritakan tentang kisah Ki, sesosok dewi bumi, yang memeluk An, sesosok dewa langit, untuk melahirkan tanah yang subur dan tanaman yang beragam di muka bumi. Cerita serupa juga dapat ditemukan di tulisan-tulisan kuno yang tersebar di Asia, Eropa dan Afrika Utara.
Tetapi, seiring waktu berlalu, jalan cerita ini mulai berubah. Keselarasan antara dua energi mulai tak dinampakkan. Menurut Joseph Campbell, seorang professor yang meneliti perihal literatur, sekitar 3000 tahun yang lalu, agama-agama yang tersebar di bumi mulai memuja-muja para dewa dan menghina para dewi. Di jaman Yunani kuno, dewa yang memiliki kekuasaan tertinggi seperti Zeus mulai diagungkan dan pola pikir yang lebih berpihak kepada energi maskulin ini mulai mendominasi. Pada saat yang sama, masyarakat di era orde baru mulai menindas para wanita dan mencegah mereka untuk mendapatkan hak-haknya. Efek inipun masih bisa kita rasakan di era modern ini baik dalam kehidupan bermasyarakat, berumah tangga dan dalam dunia kerja. Keadilan harus diberikan kepada dua belah pihak dan keselarasan antara dua energi ini harus segera dikembalikan.
Hormati Kehidupan dan Kebebasan dari Makhluk Hidup Lainnya
Di jaman Renaisans, ideologi yang disebut dengan Humanism menempatkan manusia sebagai makhluk istimewa yang dapat hidup dengan etika dan penuh makna tanpa memerlukan aturan agama. Kebahagiaan dan kesejahteraan manusia menjadi dasar dalam mereka membuat keputusan yang beretika. Ideologi ini juga menganggap bahwa manusia memiliki kecerdasan yang menakjubkan, memiliki selera seni dan kreativitas tinggi, tetapi mereka mengabaikan bahwa kecerdasan itu juga dimiliki oleh alam.
Tentunya pendapat humanism ini bisa diperdebatkan. Jika kamu coba perhatikan dengan sungguh-sungguh, alam merupakan makhluk hidup yang sungguh cerdas. Sudah pernah kah kamu melihat tarian lebah? Mereka menari di antara kawan-kawannya untuk menyebarkan informasi tentang arah dan jarak dari sumber makanan yang ia temukan. Serigala, anjing hutan, dan hewan yang termasuk dalam jenis anjing (canine) berkomunikasi melalui ekspresi wajah dan postur tubuh yang bernuansa. Tiap ikan paus dan lumba-lumba bahkan memiliki namanya masing-masing; ilmuwan mengtahui hal ini karena ikan-ikan tersebut berteriak (dengan cara mereka) dan bersiul untuk mengidentifikasi diri mereka dan anggotanya.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah hewan memiliki emosi? Banyak teori yang mendukung pendapat ini. Ketika memutuskan untuk memilih pasangan tertentu, tubuh dari hewan mamalia lain seperti kelinci dan serigala memproduksi hormon oxytocin. Hormon yang sama juga dihasilkan oleh tubuh manusia ketika sesuatu yang membahagiakan dan penuh cinta terjadi kepada kita. Selain itu, kelompok gajah-gajah juga dapat mengungkapkan rasa sedih mereka. Ketika salah satu anggotanya mati, kelompok gajah akan berkumpul bersama, menyentuh satu sama lain dengan penuh kelembutan. Ini adalah ritual untuk menyampaikan rasa duka mereka. Melihat ini kita semakin sadar bahwa manusia tak jauh berbeda dengan hewan. Maka dari itu kita perlu untuk memperlakukan mereka dengan penuh hormat. Sudah selayakknya kita mengurangi atau bahkan menghilangkan percobaan pada hewan dan praktik-praktik tak manusiawi di pusat-pusat peternakan. Sekarang juga saatnya untuk kita berhenti mencemari lingkungan karena semua hal yang kita lakukan memiliki keterkaitan.
Hemat Energimu untuk Melakukan Hal-Hal Penting Dalam Hidup
Setiap detiknya, jumlah energi yang dipancarkan oleh matahari kepada bumi dalam bentuk cahaya sungguh tak terkira besarnya. Energi yang dikonsumsi seluruh umat manusia dalam waktu enam bulan dapat dihasilkan oleh matahari dalam waktu satu jam saja. Namun kenyataannya, untuk dapat memanfaatkan energi matahari memerlukan proses yang tak mudah dan menghabiskan banyak waktu. Pertama, tanaman harus mengubah energi cahaya menjadi gula agar dapat diserap oleh akar, batang dan dedaunan untuk tumbuh. Kedua, hewan pemakan tumbuhan (herbivor) harus mengonsumsi apa yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk mendapatkan energi matahari. Ketiga, hewan pemakan daging (karnivor) harus memangsa hewan herbivor untuk bertahan hidup. Siklus ini akan berlangsung selama matahari masih bersinar dan bumi masih berputar.
Jadi energi adalah sesuatu yang sulit untuk didapatkan. Oleh karena itu, hewan telah berevolusi untuk menggunakan tenaga yang mereka punya secara bijak. Untuk menghemat energi, burung kolibri beradaptasi dengan cara membentuk tubuh yang super-ringan yang memudahkan ia untuk bermanuver di udara dengan tenaga yang sedikit. Singa-singa hanya berburu dan berlari ketika ia sangat butuh makanan. Para angsa bermigrasi ke tempat lain dengan terbang membentuk formasi V yang aerodinamis untuk mengurangi hambatan angin yang dapat menguras tenaga. Struktur heksagonal pada sarang lebah juga dapat meningkatkan area penyimpanan untuk madu yang diproduksi oleh lebah. Semua hal di alam didesain untuk meraih efisiensi.
Sayangnya kita sebagai manusia, yang mengaku-ngaku memiliki kecerdasan tinggi, justru menyia-nyiakan segala jenis sumber daya yang kita punya. Kita banyak menghabiskan energi untuk berlama-lama mengunci diri dalam pikiran negatif. Kita khawatir tentang penampilan dan apa kata orang terhadap pribadi kita. Kita mengeluh atas sesuatu yang tak sepatutnya dikeluhkan. Bukankah seharusnya kita lebih bijaksana dalam mengahbiskan energi dan waktu yang kita miliki?
Untuk memfokuskan kembali perhatian kita terhadap sesuatu yang benar-benar utama dalam hidup dan menyingkirkan distraksi yang tak nyata, penulis menyrankan kita untuk berjalan keluar menikmati alam. Peneliti bahkan menamai fenomena yang ditimbulkan oleh aktivitas jalan kaki di alam terbuka sebagai attention restoration (pemulihan perhatian). Ketika kamu merasa lemah tak berdaya, berjalanlah ke taman-taman kota sehingga emosi-emosi negatif yang muncul dapat menghilang secara perlahan.Alam mempunyai caranya sendiri untuk menyembuhkan lukamu.
Alam Menunjukkan Bahwa Bencana Adalah Momen yang Tepat untuk Memperkuat Diri
Pada tanggal 20 Agustus 1988, hujan dan petir menyambar dengan bertubi-tubi di atas Kota Cooke di Montana setelah cukup lama musim panas mengeringkan padang rumput yang terhampar di sisi-sisi kota. Tak perlu waktu lama, petir menyambar rerumputan dan api mulai menyala. Angin yang kencang meniupkan api ke segala penjuru dan mengubah padang rumput menjadi lautan api dalam semalam. Ketika api mulai reda, ratusan ribu hektar pepohonan dan rerumputan telah terbakar menjadi abu. Keindahan alam yang ada hilang dalam sekejap dan seakan tak mungkin untuk dikembalikan. Tetapi ternyata alam punya caranya sendiri untuk mengejutkan kita. Dalam waktu hanya 9 bulan, area ini kembali bermekaran dengan bunga dan tumbuhan yang bahkan lebih lebat dan subur dari pada sebelumnya.
Mungkin kita menganggap bahwa kebakaran hutan adalah bencana alam yang membawa banyak kerugian. Tetapi faktanya, kebakaran yang terjadi secara berkala merupakan salah satu proses penting untuk menjaga ekosistem. Ketika hutan atau padang rumput tumbuh subur selama bertahun-tahun, akan ada banyak sekali sisa-sisa tumbuhan mati yang tertimbun di tanah (yang disebut dengan “fuel load”) yang perlu dibersihkan oleh kebakaran berintensitas sedang. Beberapa spesies tumbuhan juga telah berevolusi agar dapat bertahan hidup dan bahkan mendapatkan manfaat dari kebakaran-kebakaran yang sifatnya alamiah. Contohnya, pohon pinus Ponderosa telah menumbuhkan kulit kayu yang lebih tebal untuk melindunginya dari api. Sementara, buah dari pohon pinus Lodgepole perlu terbakar sejenak untuk meletupkan kuit buah dan agar biji buah dapat tersebar.
Api juga mempunyai peranan penting dalam menjaga kesuburan tanah. Dengan membakar sisa tumbuhan yang telah mati, nutrisi-nutrisi yang terkunci di dalamnya dapat terlepas dan kembali memasuki ekosistem. Umumnya, setelah kebakaran alamiah berkala ini berlangsung, vegetasi hutan menjadi 30% lebih subur. Hewan-hewan juga merasakan manfaatnya karena dapat mengonsumsi tumbuhan yang lebih bernutrisi. Bisa disimpulkan bahwa bencana yang menimpa bukanlah akhir dari segalanya, justru ia adalah inisiator untuk menuju perubahan yang lebih baik.
Kita juga dapat belajar dari siklus ini. Mungkin suatu saat kita akan terjebak pada hubungan yang tak sehat, atau kehilangan orang yang kita cinta, atau kehilangan pekerjaan dalam hidup. Dalam kondisi ini, jangan biarkan dirimu untuk memandang kejadian tersebut sebagai bencana, namun lihatlah mereka sebagai batu loncatan untuk menemukan versi dirimu yang jauh lebih matang. “Pertebal kulitmu”. Fokus pada kebiasaan dan sifat-sifat baik yang telah kamu tanamkan. Pada akhirnya kamu akan menyadari bahwa kamu tidak akan menjadi kamu yang lebih baik tanpa melalui semua ini.
Kita Bisa Belajar Banyak dari Para Pendahulu Kita
Bagi makhluk hidup yang tinggal di alam liar, sumber informasi terbaik untuk belajar bertahan hidup adalah organisme yang berusia lebih tua. Proses transfer kemampuan dan ilmu inilah salah satu alasan mengapa organisme bumi dapat bertahan hingga sekarang. Meerkat dewasa mengajari anak-anaknya tentang cara-cara yang aman untuk memburu kalajengking. Serigala dewasa menunjukkan generasi mudanya jalan dan lorong rahasia untuk di lalui di habitat gunung terjal yang mereka tinggali. Orang utan dewasa membantu keturunannya untuk membangun sarang sebagai tempat berlindung dan beristirahat.
Interaksi antar generasi ini sangat penting. Menggaggu jalannya interaksi ini dapat mengancam keberadaan organisme itu sendiri dan mahluk lain yang bergantung padanya. Di Afrika, para pemburu liar membunuh gajah dewasa hanya untuk mendapatkan gadingnya. Akibatnya, banyak kelompok gajah muda yang hidup tanpa berinteraksi dengan gajah dewasa sehingga proses transfer survival skill itu tak terjadi. Hasil pengamatan para peneliti menunjukkan bahwa rombongan gajah tanpa orang tua seringkali tak menunjukkan kekompakan, lebih agresif, dan tak mampu berkembang dengan baik. Dalam satu kasus tertentu, kelompok gajah muda ini bahkan mengamuk hingga membunuh sekumpulan badak tanpa alasan yang jelas.
Kehadiran orang tua juga penting untuk para tanaman. Apakah kamu ingat dengan kisah pohon oak? Untuk dapat tumbuh tinggi mereka membutuhkan nutrisi yang tak sedikit, dan sulit bagi pohon-pohon muda untuk dapat meraih ketinggian yang sama. Beruntungnya, pohon yang lebih tua bersedia untuk membantu mereka dengan mengirimkan nutrisi yang dibutuhkan melalui jaringan rhizomatic dalam tanah. Kadang, mereka juga bersedia untuk memperpendek akar mereka agar pohon-pohon muda memiliki ruang untuk tumbuh.
Masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat juga menjadikan penduduk yang lebih tua sebagai sumber kebijaksanaan. Menua memberikan kesempatan kita untuk belajar mengarungi naik turunnya arus ombak kehidupan. Dalam sehari, coba luangkan cukup waktu untuk berbicara dengan orang tua, kakek-nenek, atau kawan yang lebih tua darimu. Mungkin cerita kehidupan mereka dapat memberimu pelajaran berharga yang dapat kamu terapkan di suatu hari nanti.
Add a comment