Pada awalnya, teknologi blockchain dibuat khusus untuk memfasilitasi penggunaan mata uang crypto yang bernama “bitcoin”. Walaupun teknologi ini telah beroperasi selama beberapa tahun setelah peluncurannya, banyak orang masih tak begitu paham dengan potensi yang dikandung oleh blockchain yang ternyata tak hanya berhenti di bidang mata uang crypto saja. Secara sederhana, blockchain adalah sebuah jurnal umum (media untuk mencatat segala jenis transaksi) dalam bentuk digital yang tak bisa diretas dan diubah. Teknologi blockchain, dengan konsep distribusinya, menawarkan transparansi dan akuntabilitas yang tak pernah kita jumpai sebelumnya, sampai-sampai keberadaannya dapat mengancam eksistensi dari lembaga-lembaga perantara tradisional seperti perbankan, bisnis, dan bahkan pemerintah.
Blockchain Adalah Jurnal Umum (General Ledger) Yang Bersifat Revolusioner
Saat kita telusuri sejarah dari manusia lebih dalam, kita akan menemukan bahwa keberadaan jurnal adalah salah satu fondasi utama dari proses peradaban. Tanpa jurnal, kita tak akan mampu membangun kota ataupun pasar yang efisien. Melalui jurnal, kita mencatatkan semua transaksi keuangan serta bukti kepemilikan dari sebuah aset, dan bahkan jika identitas kita tak dicatatkan dalam jurnal negara, maka status kewarganegaraan kita dapat dipertanyakan.
Selama bertahun-tahun, ekonomi dunia telah bergantung pada sistem jurnal yang disebut dengan double-entry bookkeeping (pembukuan dengan pencatatan ganda). Jurnal dengan sistem ini memiliki dua kolom informasi, yakni: debit dan kredit. Selama sisi kredit dan debit untuk sebuah transaksi sesuai antara jurnal dari sang penjual dan pembeli, maka transaksi tersebut bisa dinyatakan bebas dari eror. Agar rasa percaya kepada sistem ini dapat terbangun serta memastikan bahwa sebuah transaksi itu akurat dan benar adanya, sistem pembukuan double entry ini membutuhkan perantara, entah itu makelar, perbankan ataupun pihak lainnya yang mendapatkan upah untuk menjamin keabsahan dari transaksi.
Akan tetapi, sejarah telah menunjukkan bahwa sistem ini tak selalu bisa diandalkan. Setelah krisis keuangan di tahun 2008 melanda AS, kita tahu bahwa dalang di balik penyebab krisis adalah perusahaan-perusahaan besar itu sendiri seperti Lehman Brothers, Bear Stearns, Morgan Stanley dan masih banyak pemain lainnya. Untuk bisa menjalankan transaksi-transaksi “berbahaya” ini secara tersembunyi, mereka telah mempersiapkan jurnal-jurnal ekstra sebagai media untuk mencatatkan transaksi. Selama bertahun-tahun, mereka mampu memanipulasi sistem untuk melakukan pencucian uang dalam jumlah besar. Semenjak kemunculan internet, banyak orang berharap agar pelanggaran semacam ini dapat segera diakhiri. Namun hingga sekarang, kerentanan keamanan internet terhadap serangan dari para peretas masih dipertanyakan, terlebih jika ini menyangkut transaksi keuangan dalam jumlah besar.
Namun, kemunculan teknologi blockchain dapat mengubah jalannya masa depan. Pada awalnya memang blockchain digunakan untuk memfasilitasi mata uang crypto bernama bitcoin. Namun sebenarnya blockchain juga dapat digunakan untuk mencatat setiap pembelian serta penjualan aset lain. Semua transaksi ini bersifat daring dan bisa dilihat oleh pihak-pihak yang ikut terlibat dalam menjaga keamanan jaringan. Ini dikarenakan, selain memiliki kolom informasi mengenai debit dan kredit, blockchain juga memiliki kolom ketiga, yakni verifikasi. Proses verifikasi yang dilakukan secara “tersebar” inilah yang memungkinkan blockchain untuk mengeliminasi pihak perantara dalam sistem hingga akhirnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem blockchain dapat terbentuk. Kita akan pelajari cara kerjanya lebih dalam di bab selanjutnya.
Kecil Kemungkinan Untuk Blockchain Bisa Diretas dan Diubah
Bayangkan kamu sedang memandangi langit di malam yang cerah. Pancaran cahaya dari satu bintang kepada bintang lainnya membentuk jejaring rasi bintang / konstelasi. Kurang lebih seperti itulah wujud dari blockchain: sebuah jaringan yang terhubung antara telepon, komputer, dan sejumlah perangkat lainnya yang menjadi supercomputer penjaga blockchain.
Keamanan blockchain hampir pasti terjamin berkat arsitektur kontruksi data yang berbentuk blok-blok (blocks) berisi informasi yang saling terhubung antara satu blok dengan blok yang lain. Misalkan, kamu ingin mencatatkan data tentang jumlah populasi pohon karet di hutan hujan Amazon; setelah informasi diinputkan ke dalam sistem, informasi tersebut akan disatukan dengan informasi lain dalam sebuah folder digital yang disebut dengan “block” (blok). Terdapat batas maksimal untuk jumlah informasi yang dapat dimasukkan ke dalam sebuah block. Setelah sebuah block terisi penuh, block tersebut siap untuk ditambahkan kedalam jejaring block-block yang saling terhubung yang kita sebut dengan “blockchain”.
Akan tetapi, sebelum block yang baru bisa ditambahkan ke dalam jaringan, keberadaan block tersebut harus disetujui oleh setiap node (perangkat-perangkat yang terhubung di dalam jaringan blockchain) melalui sebuah proses yang bernama “the protocol”. Inilah mengapa blockchain dikategorikan sebagai teknologi yang terdistribusi karena tiap pihak di jejaring memiliki kekuatan yang sama untuk mengambil keputusan (equal decision-making power). Salah satu metode protocol yang paling umum digunakan adalah “proof of work”. Metode ini didesain agar setiap kali sebuah block ditambahkan ke dalam jejaring blocks, pihak yang menambahkan block (disebut dengan miners) diwajibkan untuk memecahkan masalah matematika kompleks terlebih dahulu. Para miner akan berlomba dalam proses penambahan block ini; untuk miner yang berhasil memecahkan masalah matematika dengan waktu yang paling singkat, maka dialah yang berhak untuk mendapatkan penghargaan berupa bitcoin. Tak bisa dipungkiri bahwa dalam proses penambahan block, dibutuhkan energi listrik yang cukup besar mengingat banyaknya komputasi matematika yang dibutuhkan dalam waktu yang cepat. Namun kebutuhan energi yang besar ini juga dinilai mampu mencegah aktor jahat untuk memanipulasi blockchain.
Setelah teka-teki matematika dipecahkan oleh miner, block tadi akan “disegel” dengan sebuah kode yang disebut dengan hashcode yang di dalamnya terdiri dari serangkaian angka dan huruf. Selain informasi mengenai daftar transaksi dan hashcode dari block itu sendiri, data mengenai timestamp transaksi (stempel waktu yang memberi tahu kapan sebuah transaksi terlaksana) dan hashcode dari satu block sebelumnya juga tertera dalam sebuah block. Jika sebuah block memiliki informasi yang tak tepat mengenai hashcode dari block sebelumnya, maka keberadaan dari block tersebut dan block sebelumnya akan dipertanyakan oleh node-node yang ada di dalam jaringan. Skema inilah yang membuat bitcoin susah sekali untuk diretas. Kenapa? Karena mengubah informasi yang ada di dalam sebuah block akan mengubah hashcode dari block itu secara otomatis. Jika hashcode dari block satu dengan block lainnya tak selaras, maka keberadaan dari block-block tersebut akan segera dikeluarkan dari sistem dan digantikan dengan block baru yang kevalidan-nya telah disetujui oleh seluruh nodes. Jika ingin benar-benar berhasil meretas sistem blockchain, maka hackers perlu mengubah setiap hashcode dari seluruh block yang ada di jaringan; selain itu ia juga harus melakukan penyesuaian terhadap hashcode dari seluruh blockchain yang ada di setiap node yang tersebar di seluruh penjuru dunia mengingat tiap node memiliki salinan dari blockchain yang disimpan secara mandiri. Ini mustahil untuk dilakukan jika kamu tak memiliki tenaga komputasi yang sangat-sangat besar. Selain itu, dengan bertambahnya node, semakin kuat pula keamanan jaringan dari blockchain. Klik tautan video ini untuk melihat gambaran visualnya.
Secara Teori dan Praktik, Distributed Applications Yang Dikembangkan Menggunakan Teknologi Blockchain Memiliki Potensi Yang Besar
Seperti yang tertera pada judul bab, DAPPS yang merupakan kepanjangan dari Distributed Applications adalah sebuah aplikasi yang dikembangkan menggunakan konsep blockchain. Smart Contracts merupakan salah satu bentuk dari DAPPS yang sudah cukup populer digunakan. Pada dasarnya Smart Contract adalah sebuah kontrak otomatis yang dijalankan dalam sebuah blockchain yang mana syarat dan ketentuannya telah disetujui oleh kedua belah pihak. Setelah syarat dan ketentuan di dalam kontrak tersebut terpenuhi, maka algoritma di dalam kontrak secara otomatis akan melakukan pembayaran ke pihak penyedia jasa atau barang dengan menggunakan mata uang crypto dan mencatatkan transaksi tersebut di dalam blockchain. Birokrasi dari pihak ketiga yang dulunya dibutuhkan untuk memverifikasi sebuah transaksi tak lagi dibutuhkan mengingat seluruh proses verifikasi telah dilakukan secara otomatis oleh sistem.
Ethereum adalah salah satu blockchain publik yang memfasilitasi pengguna dengan fitur Smart Contracts dan mata uang yang disebut dengan Ether. Dengan Smart Contracts, kita bisa melakukan hal-hal seperti: mencatat tempat asal dari sebuah karya seni, membuat dokumen resmi untuk kekayaan intelektual yang kamu hasilkan, dan masih banyak kemungkinan menarik lainnya. Untuk saat ini, aplikasi Uber menggunakan centralized app (aplikasi yang tersentralisasi) untuk menghubungkan antara mitra pengemudi dengan pelanggan dan memastikan terjadinya pembayaran setelah jasa antar-jemput telah selesai dilaksanakan. Hal yang sama bisa dilakukan oleh DAPPS yang memungkinkan dibuatnya sebuah Smart Contract secara otomatis tanpa diperlukannya perusahaan perantara yang sifatnya terpusat. Untuk penjelasan dalam bentuk video singkat, silahkan klik tautan ini.
Coba bayangkan sebuah masa depan di mana kamu dapat menggunakan self-driving car yang kamu beli untuk mendapatkan uang tambahan. Dengan memanfaatkan Smart Contract, sangat mungkin jika kamu ingin memanfaatkan mobil mu sebagai taxi umum yang dapat dikendarai oleh banyak orang selama 24 jam. Saat mobil kehabisan bahan bakar atau daya baterai, sebuah smart contract antara kamu dengan penyedia bahan bakar dapat dibentuk secara otomatis sehingga mobilmu akan bergerak menuju ke SPBU terdekat untuk mengisi daya. Saat mobilmu mampu mencari pelanggan dan memenuhi seluruh kebutuhan operasionalnya secara mandiri, ia akan menghasilkan banyak uang, sampai-sampai kamu bisa membeli self-driving car selanjutnya dengan uang tersebut. Saat proses ini terus berjalan dengan sendirinya, akan ada armada taksi autonomous yang berfungsi dengan baik tanpa memerlukan pemiliknya. Rencana bisnis model seperti ini disebut dengan DAO (Distributed Autonomous Organization). Tak ada yang benar-benar tahu apakah model bisnis ini akan benar-benar bisa dijalankan, namun setidaknya ini bisa memberikan gambaran kepada kita mengenai potensi dari teknologi blockchain.
Blockchain Memulai Sebuah Era Yang Penuh Dengan Transparansi dan Juga Menawarkan Privasi
Kasus pemanfaatan lain dari DAPPS blockchain juga bisa kita lihat di industri berlian. Everledger dan DeBeers adalah beberapa perusahaan yang berupaya untuk memanfaatkan blockchain untuk mencegah terjadinya perdagangan blood-diamond. Blood-diamondsendiri merupakan sebuah istilah yang ditetapkan oleh PBB untuk mendeskripsikan berlian yang ditambang di wilayah konflik Afrika dengan menggunakan tenaga dari para pekerja yang tak diperlakukan secara manusiawi; selain itu, uang dari hasil penjualan berlian digunakan untuk mendanai aksi kekerasan melawan pemerintahan yang sah. Dengan teknologi blockchain, maka sejarah dari berlian tersebut dapat dilihat mulai dari hulu proses produksi hingga hilir. Dengan demikian, pembeli bisa memutuskan dengan bijak apakah mereka akan tetap membeli berlian yang dalam proses produksinya penuh dengan sejarah kelam dan ketidak-adilan. Tak hanya pembeli, para penambang berlian juga akan mampu melacak ke tangan siapa berlian tersebut terjual dan bahkan memberikan mereka kesempatan untuk berkomunikasi langsung dengan sang pembeli. Di dalam sistem ini, peran penting dari penambang pun akan semakin diakui sehingga penambang juga bisa ikut mempunyai suara yang berpengaruh terhadap bagaimana seharusnya industri berlian dijalankan, tentu dengan lebih terbuka dan manusiawi.
Blockchain juga bisa digunakan dengan menjaga privasi dari para penggunanya. Beberapa sistem blockchain didesain secara privat dan hanya mereka yang diundang saja yang dapat bergabung ke dalam platform (invitation-only platforms). Perlindungan maksimal terhadap informasi rahasia seperti ini biasanya digunakan oleh lembaga kesehatan; namun proteksi data penting ini juga mulai diterapkan oleh perusahaan di industri lain. IBM, pemain raksasa di industri komputer, telah menggunakan private blockchain dengan framework Hyperledger Fabric untuk menjalankan operasi bisnis utama mereka. Tak lama lagi, langkah ini akan diikuti oleh perusahaan lain. Untuk melihat penjelasan lebih detil mengenai Hyperledger Fabric bisa dilihat di video 1 dan video 2.
Solusi Ramah Lingkungan Untuk dan Dari Blockchain Akan Segera Datang
Sudah kita ketahui bersama bahwa teknologi blockchain dapat membawa perubahan signifikan kepada cara manusia dalam mengelola data. Namun pemanfaatan teknologi ini membutuhkan energi yang cukup besar mengingat perlu dilakukannya proses mining dengan metode proof of work yang masih kurang efisien; ini karena untuk mendapatkan reward berupa beberapa “keping” bitcoin, tiap miner harus bersaing untuk menambahkan block baru ke dalam jaringan. Saat pertama kali bitcoin diluncurkan, sangat mungkin bagi kita (orang biasa) untuk melakukan proses mining dari komputer pribadi. Hari ini, ada sangat banyak kompetisi dalam proses penambangan bitcoin, maka dari itu, dia yang mempunyai kemampuan komputasi paling canggih dan cepatlah yang memenangkan persaingan. Jika setiap miner bersaing untuk menambahkan block ke dalam jaringan, bayangkan banyaknya energi yang harus dikonsumsi. Hingga saat ini, bisnis bitcoinmining sangatlah menguntungkan sampai-sampai terdapat banyak sekali penambang yang tersebar di penjuru dunia.
Karena proof of work dinilai masih kurang efisien dalam menjalankan autentikasi terhadap penambahan block ke dalam blockchain, beberapa pihak mencoba cara lain yang lebih kreatif. Blockchain Ethereum datang dengan ide baru yang mereka sebut dengan protokol “proof of stake”. Dalam proof of stake, pihak yang menambahkan block tak lagi disebut dengan miners, tetapi mereka disebut dengan validators. Dalam proses penambahan block ke dalam blockchain, tak ada kompetisi antara validators karena Ethereum secara otomatis menentukan siapa validator yang akan memvalidasi block selanjutnya. Dalam pemilihan validator, Ethereum mengutamakan validators yang menempatkan uang terbanyak ke dalam sistem. Semakin besar uang yang ditempatkan, semakin besar kemungkinan ia terpilih menjadi validatorblock selanjutnya. Tentunya, setelah validator terpilih melakukan proses validasi block, mereka akan mendapatkan reward dalam bentuk Ether. Harapannya, dengan metode alternatif ini, konsumsi energi blockchain dapat dikurangi dengan cukup signifikan. Lihat penjelasan videonya dengan klik link ini.
Pengaplikasian blockchain untuk lingkungan di antaranya adalah memfasilitasi proses carbon-trading antar negara. Dengan menjadikan emisi carbon sebagai sesuatu yang bisa diperjual belikan, ini akan dapat memacu negara-negara untuk mengurangi emisi carbon nya sehingga mereka bisa menjual kuota carbon yang berlebihan kepada negara lain yang membutuhkan karena telah melewati batas emisi. Klik di sini untuk mengetahui mengenai perdagangan emisi carbon. Energy Blockchain Lab adalah sebuah organisasi di Beijing yang telah bekerja sama dengan IBM untuk mengebangkan platform carbon asset trading yang menggunakan teknologi Hyperledger blockchain. Dengan teknologi yang sama, diharapkan emisi gas rumah kaca dapat dilacak secara terbuka oleh pihak yang berkepentingan dan sulit untuk dimanipulasi. Jadi selama kita dapat berpikir kreatif, maka potensi penggunaan blockchain menjadi tak terbatas.
Add a comment