Antimateri (Antimatter) Adalah Bayangan Cermin Dari Materi Normal (Normal Matter)
Pada tanggal 30 Juni 1908, di area tepencil dari wilayah Siberia, jauh di sebelah timur kota Moskow, kejadian alam yang tak biasa berlangsung. Suara ledakan yang memekakkan telinga muncul begitu saja dibarengi dengan pijaran cahaya terang yang bisa dilihat dengan mata dari jarak 700 km. Panasnya ledakan mampu melelehkan perkakas yang terbuat dari perak yang berjarak 60 km dari pusat ledakan. Kejadian ini disebut dengan Tunguska Event.
Ledakan masif yang misterius ini melepaskan energi yang besarnya sebanding dengan ledakan nuklir atau hantaman meteor. Padahal di zaman tersebut, perkembangan teknologi belum memungkinkan manusia untuk membuat bom atom; selain itu, meteor pun tak ditemukan di lokasi ledakan. Lalu apa penyebab utama dari bencana misterius ini? Penulis berpendapat bahwa antimateri bisa menjadi salah satu penyebabnya. Ketika antimateri melakukan kontak langsung dengan materi normal yang ada di sekeliling kita, energi akan terlepaskan dalam skala kosmik. Hanya dengan 1 kg antimateri saja dapat memicu terjadinya reaksi yang besarnya 100 kali lebih kuat dari pada nuclear fusion.
Jadi apa sebenarnya antimateri? Kita akan menjawab pertanyaan ini dengan mengenali apa yang dimaksud dengan materi terlebih dahulu. Materi normal (normal matter) terbuat dari partikel-partikel kecil yang disebut dengan atom. Atom sendiri tersusun dari 3 bagian kecil lain yang bermuatan listrik, di antaranya adalah: proton, neutron dan electron. Di bagian inti dari sebuah atom merupakan letak dari proton, partikel bermuatan positif, dan neutron, partikel bermuatan netral. Sementara electron adalah partikel bermuatan listrik negatif yang bergerak mengelilingi titik pusat dari atom. Sebuah atom yang sederhana seperti hidrogen memiliki satu buah proton di pusatnya dan satu buah electron yang mengelilingi proton.
Simpelnya, antimateri memiliki struktur yang sama dengan materi, namun dengan susunan yang terbalik. Sebuah atom antihidrogen adalah bayangan cermin dari sebuah atom hidrogen normal. Antihidrogen memiliki satu antiproton di pusatnya, yakni sebuah proton yang memiliki muatan negatif, dan sebuah positron, electron bermuatan positif, yang bergerak mengelilingi antiproton. Untuk mempertahankan kehadirannya di alam semesta, materi dan antimeteri membutuhkan satu sama lain. Teori relativitas Einstein menjelaskan bahwa pada dasarnya segala jenis materi yang ada adalah energi yang terperangkap dalam bentuk fisik – jadi sebuah electron merupakan energi yang ditransformasikan kedalam sebuah partikel. Akan tetapi energi adalah sesuatu yang bersifat netral, walaupun ia bisa berubah bentuk, ia tak bisa diciptakan atau dihancurkan. Saat energi bertransformasi menjadi sebuah electron yang bermuatan negatif, pada saat yang bersamaan sebuah positron juga ikut terbentuk.
Keberadaan materi dan antimateri ini layaknya sebuah lubang di tanah. Agar lubang itu ada, kamu harus menggali tanah; semakin dalam kamu menggalinya, semakin banyak juga tanah yang menumpuk yang jumlahnya setara dengan lubang yang sedang digali. Saat materi dan antimateri ini berhubungan secara langsung, mereka akan memusnahkan satu sama lain; energi yang mulanya terperangkap dalam bentuk fisik terlepaskan dalam sebuah ledakan sinar gamma (gamma-ray) yang masif.
Setelah Paul Dirac Berteori Tentang Adanya Positron, Peneliti Yang Lain Menemukan Faktanya
Suatu hari di tahun 1928, Paul Dirac, yang merupakan seorang fisikawan, mengajukan pertanyaan mendasar kepada dunia fisika, yakni “Bagaimana jika energi negatif (negative energy) itu ada?”. Bertahun-tahun para ilmuan telah mengetahui tentang kemungkinan adanya energi negatif melalui teori yang dikembangkan oleh Einstein, akan tetapi hanya sedikit peneliti yang memutuskan untuk menggalinya lebih dalam. Melalui studinya yang penuh dengan perhitungan matematis, ia berpendapat bahwa ruang angkasa yang nampak vakum dan hampa sebenarnya adalah lautan tenang yang terisi dengan energi negatif; saat letupan energi normal mengganggu lautan tersebut, maka positron (electron yang bermuatan positif) dapat terbentuk dengan sendirinya. Pada awalnya, teori ini terdengar tidak masuk akal, tetapi dengan berjalannya waktu, satu per satu bukti mulai bermunculan.
Bukti pertama dari pendukung teori Dirac ditemukan oleh seorang peneliti yang bernama Carl Anderson. Beliau berupaya untuk menginvestigasi sinar gamma (gamma-ray) menggunakan sebuah alat yang bernama cloud chamber (klik di sini untuk melihat bentuk alatnya). Alat spesial ini dapat membantu peneliti untuk melihat jejak-jejak yang dibuat oleh partikel yang bergerak menyusuri udara. Anderson berpendapat bahwa sinar gamma yang bergerak melalui ruang ini (cloud chamber) akan membebaskan electron dari ikatan struktur atom; kemudian electron yang telah bergerak dengan bebas akan meninggalkan jejak-jejak yang dapat diamati. Akan tetapi, saat Anderson memperkenalkan gaya magnet kepada chamber, sesuatu yang aneh mulai terjadi. Kita tahu bahwa electron yang bermuatan negatif akan bergerak menuju ke arah kutub positif dari medan magnet. Akan tetapi jejak yang dibuat oleh partikel, yang disangka electron ini, melengkung menuju ke arah kutub negatif. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Satu-satunya penjelasan yang mungkin adalah, partikel tersebut bukanlah sebuah electron, akan tetapi ia adalah positron. Jika penjelasan ini terdengar membingungkan, silahkan lihat dua video berikut: “Antimatter – how it is made?” dan “How to identify a positron?”.
Lalu pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah bagaimana positron ini bisa terbentuk? Dua orang peneliti lain bernama Patrick Blackett dan Giuseppe Occhialini mencari jawaban nya dengan membuat sebuah cloud chamber yang dilengkapi dengan sebuah pelat tembaga di bagian atasnya: pelat ini berfungsi untuk menangkap sinar kosmik (cosmic ray) kuat yang dipancarkan oleh matahari. Saat sinar kosmik matahari menghantam permukaan pelat tembaga, serangkaian jejak-jejak yang melengkung mulai terbentuk di cloud chamber. Awalnya mereka tak memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi. Namun setelah berdiskusi dengan Paul Dirac, mereka menyadari bahwa sinar kosmik yang bertabrakan dengan tembaga menyebabkan munculnya ledakan sinar gamma (gamma ray) dalam skala kecil. Ledakan sinar gama ini “mengganggu” energi yang ada di dalam chamber dan di saat yang sama terbentuklah electron dan positron.
Ragam Dunia Partikel Subatomic
Sejauh ini, orang pada umumnya merasa tak asing dengan proton, neutron, dan electron. Namun, masih terdapat banyak partikel mikroskopis lain yang tak kasatmata. Di tahun 1950 hingga 1960-an, banyak peneliti di bidang fisika yang menggunakan teknologi akselerator partikel untuk membenturkan dua atom pada kecepatan super tinggi. Benturan dengan energi tinggi ini mampu memecahkan partikel dasar, seperti proton, menjadi bagian-bagian baru yang bahkan lebih kecil lagi. Berkat teknologi ini, pemahaman manusia tentang bagaimana cara kerja alam semesta semakin mendalam.
Pada dasarnya, alam semesta terbuat dari dua hal. Yang pertama adalah partikel yang memiliki zat fisik (physical substances) atau biasa disebut dengan fermions – mereka adalah partikel yang mempunyai massa, seperti materi (meliputi proton dan electron) dan antimateri (meliputi antiproton dan positron). Partikel pembentuk kedua tergolong sebagai partikel non-substances karena mereka tak memiliki massa. Sebutan untuk partikel ini adalah bosons. Yang termasuk sebagai bosons di antaranya: photon (satuan dasar dari cahaya yang tak memiliki muatan listrik) dan graviton (partikel dasar yang berdasarkan hipotesis memancarkan gravitasi).
Semenjak Paul Dirac menyebarluaskan teorinya mengenai antimateri, peneliti mulai mempelajari lebih jauh mengenai sinar kosmik dan positron yang menjadi kunci awal dari ditemukannya sekelompok jenis partikel baru yang tak biasa. Pertama, mereka menemukan muon yang mirip dengan electron namun memiliki massa yang sedikit lebih besar. Tak lama setelahnya, peneliti juga menemukan pion, sebuah partikel yang sangat ringan dengan ukuran lebih kecil dari proton.
Lalu di tahun 1968, dengan menggunakan akselerator partikel yang lebih kuat (Stanford Linear Collider), para peneliti di Stanford University mencoba untuk meledakkan sebuah proton dengan menembakkan serangkaian electron terhadapnya. Pantulan electron dari proses ini menunjukkan bahwa setiap proton tersusun dari tiga partikel yang lebih kecil bernama quarks yang ternyata memiliki karakteristiknya masing-masing (untuk lebih detillnya bisa dilihat di video yang berjudul “The standard model: what’s the evidence for the quark?”). Up quarks memiliki muatan positf, down quarks memiliki muatan negatif, dan strange quarks memiliki masa yang paling besar di antara dua lainnya. Mengejutkannya, teori yang dikemukakan Dirac mengenai antimateri juga berlaku terhadap quarks (yang merupakan partikel terkecil di alam semesta). Seperti proton dan antiproton, quarks juga memilik antiquarks. Anehnya, ketika quarks dan antiquarks bertemu, partikel aneh baru (yang disebut dengan kaon) akan terbentuk dalam waktu sekejap saja (sekitar satu per satu miliar detik) sebelum akhirnya mereka memusnahkan satu sama lain.
Pemahaman Kita Mengenai Antimateri Bergantung Pada Teknologi Canggih
Di bawah pemandangan indah dari negara Swiss, terkubur beberapa alat tercanggih yang pernah diciptakan manuseia seperti Large Electron Positron Collider dan Large Hadron Collider yang dimiliki oleh CERN (European Organization for Nuclear Research). Dengan peralatan yang mumpuni ini, para peneliti mencoba untuk menciptakan kembali kondisi awal saat terjadinya big bang dan perlahan mempelajari cara untuk mengendalikan antimateri. Ini bukanlah tugas yang mudah. Mengendalikan antimateri sangatlah sulit mengingat ia akan memusnahkan dirinya saat ia melakukan kontak langsung dengan materi normal (normal matter). Selain itu, pada umumnya positron dan antiproton hanya akan bertahan dalam waktu seper-sekian detik saja setelah proses benturan antar partikel terjadi.
Walaupun sulit, menangkap antimateri adalah sesuatu yang mungkin. Berikut adalah urutan dari prosesnya:
1. Akselerator partikel menyebabkan proton saling berbenturan dengan menembakkan sebuah proton yang dipercepat lajunya dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Dari benturan itulah antiproton terbentuk. Lihat kembali video “Antimatter – How it is made” untuk mendapatkan gambaran yang jelas.
2. Lalu kecepatan dari partikel-partikel ini diperlambat saat mereka bergerak melalui medan dari electron-electron yang super dingin.
3. Akhirnya, antimateri ini disimpan dalam sebuah alat yang diberi nama Penning Trap (klik video berjudul “This is the only place antimatter can survive in the universe” untuk melihat wujud dari alat). Alat ini dilengkapi dengan medan magnet kuat untuk mengisolasi antimateri sebelum ia memusnahkan diri.
Di tahun 1995, para peneliti di CERN telah menggunakan teknik ini untuk memproduksi dan menyimpan satu butir antiproton. Di tahun berikutnya, mereka menggunakan metode yang sedikit lebih canggih untuk menciptakan sebuah atom antihydrogen yang hanya bertahan untuk beberapa detik saja. Namun mereka tidak menyerah, di tahun 2011, mereka sempat memproduksi sekelompok antihydrogen dan mempertahankan kondisi stabilnya untuk beberapa menit. Sangat penting bagi peneliti untuk melaksanakan proses ini agar properties serta karakteristik dari antimateri ini bisa dipahami lebih mendalam. Diharapkan proses ini dapat membantu kita menjawab pertanyaan mendasar mengenai bagaimana alam semesta diciptakan? Dan mengapa ada lebih banyak materi dibandingkan dengan antimateri di alam semesta?
Para Peneliti Masih Mempelajari Mengapa Jumlah Materi Mendominasi Alam Semesta Jika Dibandingkan Dengan Antimateri
Di bagian sebelumnya kita telah mengetahui bahwa antimateri adalah bayangan cermin yang sempurna dari materi. Di samping dari karakteristik muatan listrik yang terbalik, antimateri memiliki perilaku yang sama dengan materi. Secara teori, saat big bang terjadi, jumlah materi dan antimateri yang terbentuk haruslah sama (a balanced fifty-fifty split). Karena kecenderungan mereka untuk memusnahkan satu sama lain, seharusnya tak ada lagi materi dan antimateri yang tersisa. Namun ternyata, saat ini alam semesta dipenuhi dengan materi. Mengapa? Adakah sesuatu yang kita lewatkan?
Partikel kaon memberikan kita sedikit petunjuk mengenai fenomena ini. Kaon adalah partikel yang relatif tak stabil dan terbuat dari satu quark dan satu antiquark dengan berat yang berbeda. Sebuah kaon hanya mampu bertahan untuk seper-sekian detik saja. Dalam keberadaannya yang singkat ini, berat yang berwujud dalam energi bergerak mondar-mandir dari quark ke antiquark secara terus menerus dalam sebuah proses yang disebut dengan oscillation (osilasi). Hasilnya, kadang kaon berwujud sebagai materi dan kadang juga berwujud antimateri. Anehnya, proses osilasi ini tak terjadi secara seimbang / merata. Penelitian menunjukkan bahwa partikel kaon berwujud sebagai normal kaon dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan antikaon. Perbedaan kecil ini masih diteliti, namun penemuan ini menyarankan bahwa ada sedikit ketidak-simetrisan antara materi dan antimateri yang memberikan kesempatan materi untuk lebih mendominasi.
Petunjuk lainnya datang dari adanya neutrino, partikel ini jumlahnya berlimpah dengan ukuran ribuan kali lebih kecil jika dibandingkan dengan sebuah electron. Neutrinos dapat berwujud sebagai materi ataupun antimateri. Menurut teori, tak lama setelah big bang terjadi, partikel yang bernama majorons terurai dan menghasilkan neutrinos materi dan antimateri.Akan tetapi, diprediksikan bahwa dalam prosesnya, majorons terurai secara tak merata yang akhirnya memberikan kesempatan kepada materi untuk lebih mendominasi.
Sejauh Ini Kegunaan Antimaterial Dalam Kehidupan Nyata Masih Terbatas
Di bulan Maret tahun 2004, Kenneth Edwards menjadi salah satu pembicara pada konferensi Advanced Concepts di Arlington, Virginia. Di sana, ia berbicara tentang bagaimana ledakan dari satu per satu miliar gram antimateri saja dapat meratakan sebuah kota. Mendengar pernyataannya, para audiens merasa khawatir mengingat Erward adalah seorang direktur dari tim Air Force’s revolutionary munitions yang membantu pemerintah AS untuk mengembangkan teknologi peperangan paling mutakhir. Tapi apakah hal ini memungkinkan? Akankah bom antimateri mengubah tatanan medan perang di masa depan? Jangan khawatir, untuk saat ini, senjata tersebut masih dalam sebatas imajinasi saja.
Reaksi nuklir hanya mampu membebaskan sekitar 1% dari energi tang tersimpan di dalam sebuah atom. Sementara, saat proses pemusnahan materi & antimateri berlangsung, semua energi yang tersimpan di dalam atom dapat dilepaskan begitu saja. Jika umat manusia mampu memanfaatkan teknologi ini, maka revolusi teknologi akan terjadi, entah itu terkait penemuan senjata ampuh ataukah penemuan alat transportasi yang dapat membawa manusia ke ujung tata surya. Lalu dengan kemungkinan yang mencengangkan ini, kenapa kita masih belum bisa memanfaatkan antimateri sepenuhnya?
Kendala pertama adalah tak ada cukup antimateri yang bisa dimanfaatkan. Seperti yang dijelaskan di bab sebelumnya, antimateri perlu diproduksi dengan menghantamkan partikel yang berkecepatan tinggi, dan hanya ada satu fasilitas di dunia yang dapat memproduksi antimateri. Ini akan membutuhkan waktu, energi dan pendanaan yang tak sedikit. Dengan teknologi yang sekarang, untuk memproduksi satu gram antimateri saja dibutuhkan waktu miliaran tahun dan uang triliunan dolar. Selain itu, setelah antimateri diciptakan, dibutuhkan energi yang besarnya sama dengan energi yang dapat dihasilkan oleh partikel antimateri itu sendiri. Sebuah institusi yang bernama Positronic Research Institute di Santa Fe New Mexico sedang dalam proses untuk mencari solusi dari teknologi penyimpanan antimateri.
Untuk membaca ini lebih detil, silahkan beli buku dari sang penulis kawan! Terima kasih!
Add a comment