Kita pasti tahu siapa Adolf Hitler. Jika kita sesaat saja menghapus kengerian moral darinya, dia adalah salah satu orang paling sukses dalam sejarah dunia. Dia berubah dari seniman yang bangkrut dan gagal, menjadi komandan seluruh negara dan militer paling kuat di dunia dalam hitungan dua dekade.
Dia memobilisasi dan menginspirasi jutaan orang. Dia tak kenal lelah dan lihai serta sangat fokus pada tujuannya. Dia bisa dibilang memengaruhi sejarah dunia. Tetapi semua pekerjaannya itu mengarah pada tujuan-tujuan yang gila dan merusak. Dan puluhan juta orang meninggal secara mengerikan karena nilai-nilainya yang sesat dan bengkok.
‘‘Personal values are the measuring sticks by which we determine what is a successful and meaningful life.’’
Personal Values: How to Know Who You Really Are, artikel yang ditulis oleh Mark Manson menyebutkan bahwa ketika seseorang berkata, “Saya ingin menjadi baik,” definisi tentang apa yang “baik” itu adalah cerminan dari apa yang mereka hargai.
Kita tidak dapat berbicara tentang peningkatan diri tanpa juga berbicara tentang nilai-nilai. Tidak cukup hanya “tumbuh” dan menjadi “orang yang lebih baik.” Kita harus mendefinisikan apa itu orang yang lebih baik. Kita harus memutuskan ke arah mana kita ingin tumbuh. Karena jika tidak, kita bisa kacau.
Banyak orang tidak menyadari hal ini. Banyak orang yang secara obsesif berfokus untuk menjadi bahagia dan merasa baik sepanjang waktu. Tidak menyadari bahwa jika nilai-nilai mereka buruk, merasa baik akan lebih menyakiti mereka daripada membantu mereka.
Misalnya, mungkin kita menghargai kejujuran. Kita percaya untuk menjadi sejujur mungkin dan penting untuk mengatakan apa yang sebenarnya kita pikirkan. Ketika kita tidak mengungkapkan pikiran kita, mungkin kita merasa kecewa pada diri sendiri.
Atau mungkin kita menghargai kebaikan. Kita mengambil kesempatan untuk membantu orang lain, dan murah hati dalam memberikan waktu dan sumber daya kita untuk tujuan yang berharga atau untuk teman dan keluarga.
Itu hanya dua contoh dari sekian banyak nilai-nilai pribadi kita. Setiap orang memiliki nilai pribadi mereka sendiri, dan mereka bisa sangat berbeda. Beberapa orang kompetitif, sementara yang lain menghargai kerja sama. Beberapa orang menghargai petualangan, sementara yang lain lebih menyukai keamanan.
Setiap orang berbeda, dan apa yang membuat satu orang bahagia mungkin membuat orang lain merasa cemas atau tidak terlibat. Mendefinisikan nilai-nilai pribadi kita dan kemudian menjalankannya dapat membantu kita merasa lebih terpenuhi. Menentukan pilihan yang membuat kita bahagia, bahkan jika itu tidak masuk akal bagi orang lain.
‘‘Our values are constantly reflected in the way we choose to behave.’’
Kita Melakukan Apa yang Kita Nilai
Melanjutkan apa yang ditulis Mark, bahwa setiap saat setiap hari, apakah kita menyadarinya atau tidak, kita membuat keputusan tentang bagaimana kita menghabiskan waktu, tentang apa yang harus diperhatikan, ke mana harus mengarahkan energi kita.
Saat ini, kita memilih untuk membaca artikel ini. Padahal ada banyak hal yang dapat kita lakukan, tetapi saat ini, kita memilih untuk berada di sini. Mungkin dalam satu menit, kita memutuskan untuk buang air kecil. Atau mungkin seseorang mengirimi kita pesan dan kita berhenti membaca.
Ketika hal-hal itu terjadi, kita membuat keputusan sederhana yang sarat nilai: ponsel kita (atau toilet kita) lebih berharga bagi kita daripada artikel ini. Dan perilaku kita mengikuti penilaian itu.
Nilai-nilai kita terus-menerus tercermin dalam cara kita memilih untuk berperilaku. Ini sangat penting, karena kita semua memiliki beberapa hal yang kita pikir dan mungkin kita hargai, tetapi kita tidak pernah mendukungnya dengan tindakan kita.
Banyak dari kita menyatakan nilai-nilai yang kita inginkan sebagai cara untuk menutupi nilai-nilai yang sebenarnya kita miliki. Alih-alih menghadapi siapa diri kita sebenarnya, kita kehilangan diri kita sendiri di dalam siapa kita ingin menjadi.
Dengan kata lain: kita membohongi diri karena kita tidak menyukai beberapa nilai kita sendiri, dan karena itu, kita tidak menyukai bagian dari diri kita. Kita tidak ingin mengakui bahwa kita memiliki nilai-nilai tertentu dan berharap memiliki nilai-nilai yang lain. Perbedaan antara persepsi diri dan kenyataan inilah yang biasanya membawa kita ke dalam berbagai masalah.
Itu karena nilai-nilai kita adalah perpanjangan dari diri kita sendiri. Merekalah yang mendefinisikan kita. Ketika sesuatu yang baik terjadi pada sesuatu atau seseorang yang kita hargai, kita merasa baik. Ketika ibu kita mendapat mobil baru, atau pasangan kita mendapat kenaikan gaji, atau tim olahraga favorit kita memenangkan kejuaraan, maka kita merasa senang seolah-olah hal ini terjadi pada diri kita sendiri.
Kebalikannya juga benar. Jika kita tidak menghargai sesuatu, kita akan merasa baik ketika sesuatu yang buruk terjadi padanya. Orang-orang turun ke jalan bersorak ketika Osama Bin Laden terbunuh. Orang-orang mengadakan pesta di luar penjara di mana pembunuh berantai Ted Bundy dieksekusi. Kehancuran seseorang yang dianggap jahat terasa seperti kemenangan moral besar di hati jutaan orang.
Kita adalah Apa yang Kita Hargai
Kita semua tahu cerita tentang kelas menengah, orang terpelajar dengan pekerjaan yang layak, memiliki sebuah “ketakutan” kecil dan memutuskan untuk mengambil seminggu atau sepuluh hari (atau sepuluh bulan), memutuskan semua kontak dengan dunia luar, lari ke beberapa bagian dunia yang terpencil dan tidak jelas, melanjutkan untuk “menemukan diri mereka sendiri.”
Menurut Mark, inilah yang orang-orang maksud ketika mereka berkata bahwa mereka perlu “menemukan diri mereka sendiri”: mereka menemukan nilai-nilai baru. Identitas kita, atau hal yang kita rasakan dan pahami sebagai “diri”, adalah kumpulan dari semua yang kita hargai. Sehingga, ketika kita melarikan diri untuk menyendiri di suatu tempat, yang sebenarnya kita lakukan adalah mengevaluasi kembali nilai-nilai kita.
Begini cara kerjanya:
Kita mengalami banyak tekanan dan/atau stres dalam kehidupan sehari-hari.
Karena tekanan dan/atau stres tersebut, kita merasa seolah-olah kehilangan kendali atas arah hidup kita sendiri. Kita tidak tahu apa yang kita lakukan atau mengapa kita melakukannya. Kita mulai merasa seolah-olah keinginan atau keputusan kita sendiri tidak lagi penting. Mungkin kita ingin minum boba dan bermain musik, tetapi tuntutan sekolah/pekerjaan/keluarga/pasangan kita yang luar biasa membuat kita merasa seolah-olah tidak mampu mewujudkan keinginan tersebut.
Ini adalah “diri” yang kita rasa telah “hilang”, perasaan bahwa kita bukan lagi orang yang menavigasi keberadaan kapal kita sendiri. Sebaliknya, kita dihempaskan bolak-balik melintasi lautan kehidupan oleh angin tanggung jawab kita.
Dengan melepaskan diri dari tekanan dan/atau stresor ini, kita dapat memulihkan rasa kendali atas diri sendiri. Kita, sekali lagi, bertanggung jawab atas keberadaan kita sehari-hari tanpa campur tangan dari sejuta tekanan eksternal.
Tidak hanya itu, dengan memisahkan diri dari kekuatan-kekuatan yang bergejolak dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat melihat kekuatan-kekuatan itu dari jauh dan memiliki perspektif apakah kita benar-benar menginginkan kehidupan yang kita miliki. Apakah ini siapa kita? Apakah ini yang kita pedulikan? Kita mempertanyakan keputusan dan prioritas kita.
Kita memutuskan bahwa ada beberapa hal yang ingin kita ubah. Ada hal-hal yang kita yakini terlalu kita pedulikan dan ingin kita hentikan. Ada hal-hal lain yang menurut kita harus lebih kita pedulikan dan berjanji untuk memprioritaskannya. Kita sekarang sedang membangun “kita yang baru.”
Kita kemudian bersumpah untuk kembali ke “dunia nyata” dan menjalani prioritas baru kita, untuk menjadi “diri baru” kita.
Seluruh proses ini, apakah dilakukan di pulau terpencil, kapal pesiar, atau di hutan di suatu tempat, pada dasarnya hanyalah sebuah petualangan dalam menyesuaikan nilai-nilai seseorang.
Kita pergi, mendapatkan perspektif tentang apa yang penting dalam hidup kita bagi kita, apa yang seharusnya lebih penting, apa yang seharusnya tidak terlalu penting, dan kemudian (idealnya) kembali dan melanjutkannya. Dengan kembali dan mengubah prioritas, kita mengubah nilai-nilai, dan kita kembali sebagai “orang baru.”
Nilai adalah komponen fundamental dari susunan psikologis dan identitas kita. Kita ditentukan oleh apa yang kita pilih untuk dianggap penting dalam hidup kita. Kita ditentukan oleh prioritas kita. Jika uang lebih penting dari segalanya, maka itu akan menentukan siapa kita. Dan jika kita merasa buruk tentang diri kita sendiri, percaya bahwa kita tidak pantas mendapatkan cinta atau kesuksesan, maka itu juga akan menentukan siapa kita. Melalui tindakan, kata-kata, dan keputusan kita.
Setiap perubahan dalam diri adalah perubahan dalam konfigurasi nilai-nilai kita. Ketika sesuatu yang tragis terjadi, itu menghancurkan kita karena kita tidak hanya merasa sedih, tetapi karena kita kehilangan sesuatu yang kita hargai. Dan ketika kita kehilangan cukup banyak dari apa yang kita hargai, kita mulai mempertanyakan nilai kehidupan itu sendiri.
Kita menghargai pasangan kita, tapi sekarang mereka pergi. Dan itu menghancurkan kita. Ini mempertanyakan siapa kita, nilai kita sebagai manusia, dan apa yang kita ketahui tentang dunia. Itu melemparkan kita ke dalam krisis eksistensial, krisis identitas, karena kita tidak tahu lagi apa yang harus dipercaya, dirasakan, atau dilakukan. Jadi, sebagai gantinya, kita duduk di rumah dengan pacar baru kita, alias, semangkuk gelato.
Perubahan komposisi identitas ini juga berlaku untuk peristiwa positif. Ketika sesuatu yang luar biasa terjadi, kita tidak hanya mengalami kegembiraan karena menang atau mencapai suatu tujuan, kita juga mengalami perubahan penilaian untuk diri kita sendiri. Kita melihat diri kita lebih berharga, lebih pantas. Makna ditambahkan ke dunia. Hidup kita bergetar dengan intensitas yang meningkat. Dan itulah yang sangat kuat.
Mendefinisikan Nilai dan Menemukan Diri Kita
Andrew melanjutkan bahwa ‘‘apa yang membuatmu merasa baik?’’ Itu adalah tempat yang baik untuk memulai ketika mencari tahu apa nilai-nilai kita.
Tidak, “es krim” bukanlah nilai. Apa yang kita bicarakan di sini adalah karakteristik atau cara berperilaku di dunia. Seseorang yang menghargai kejujuran akan merasa senang ketika mereka mengatakan yang sebenarnya.
Sebaliknya, orang yang sama akan merasa buruk tentang diri mereka sendiri ketika mereka tidak mengatakan yang sebenarnya. Jadi emosi negatif juga bisa menjadi panduan yang baik untuk nilai-nilai kita. Kapan kita pernah merasa kecewa pada diri sendiri atau seolah-olah kita adalah seorang penipu? Perilaku apa yang menyebabkan itu?
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang ditulis Andrew untuk membantu kita memulai:
Apa yang penting bagi kita dalam hidup?
Jika kita dapat memiliki karier apapun, tanpa mengkhawatirkan uang atau kendala praktis lainnya, apa yang akan kita lakukan?
Saat kita membaca berita, cerita atau perilaku, seperti apa yang cenderung menginspirasi kita?
Jenis cerita atau perilaku apa yang membuat kita marah?
Apa yang ingin kita ubah tentang dunia atau tentang diri kita sendiri?
Apa yang paling kita banggakan?
Kapan kita paling bahagia?
Ambil selembar kertas kosong dan cepat lakukan brainstorming beberapa jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di atas. Kemudian gunakan jawaban tersebut sebagai panduan untuk mencari tahu nilai-nilai pribadi kita.
Dalam beberapa kasus, nilainya akan mudah diketahui. Jika kita menulis “hubungan cinta” sebagai jawaban atas pertanyaan tentang apa yang penting bagi kita, maka “cinta” adalah nilai pribadi yang penting bagi kita. Jika kita menulis “menjadi bahagia,” maka kita menghargai kebahagiaan.
Namun, yang lain mungkin memerlukan sedikit lebih banyak pekerjaan. Misalnya, jika kita terinspirasi oleh kisah pengusaha sukses, mungkin kita menghargai tekad atau pencapaian, atau mungkin kekayaan dan kesuksesan. Jika kita terinspirasi oleh para aktivis yang mencoba mengubah dunia, mungkin kita menghargai keberanian atau integritas, atau mungkin keadilan atau perdamaian. Cobalah untuk memeriksa apa sebenarnya cerita atau pengalaman yang kita hubungkan.
Ketika kita selesai melakukan brainstorming, kita mungkin memiliki setengah lusin nilai, atau kita mungkin memiliki daftar lusinan yang sangat banyak. Jika kita berada di kubu kedua, cobalah untuk memotong daftar nilai tersebut menjadi sesuatu yang dapat dikelola, mungkin sepuluh nilai yang paling berarti bagi kita. Jika kesulitan, coba berikan skor untuk masing-masing dan kemudian urutkan daftar secara berurutan.
Mengapa penting untuk memprioritaskan nilai-nilai kita? karena memprioritaskan dapat membantu kita lebih dekat dalam menentukan apa yang penting bagi kita.
Daftar nilai kita secara keseluruhan mungkin menyertakan nilai yang cukup berbeda. Jika kita menghargai kejujuran, kesehatan, kebaikan, petualangan, dan hal lainnya, itu tidak memberi kita arah yang jelas. Tetapi jika kita menempatkan “kesehatan” tepat di bagian atas daftar, kita akan tahu bahwa menetapkan rutinitas olahraga harian dan mengurangi makanan cepat saji harus menjadi prioritas bagi kita.
Sebaliknya, jika “petualangan” berada di puncak, mungkin merencanakan perjalanan ke negara-negara impian akan menjadi yang utama. Idealnya, tentu saja, kita akan hidup sesuai dengan semua nilai dalam daftar kita. Tetapi karena waktu dan tenaga kita terbatas. Memprioritaskan, membantu kita memastikan bahwa kita mengalokasikannya untuk hal-hal terpenting yang akan memberikan hasil terbesar dalam hidup kita.
Menjalani Hidup yang Baik
Dikutip dari tulisan Mark, berikut panduan empat langkah untuk menghayati nilai kita:
Pilih nilai. Hal ini bisa berupa nilai yang sudah kita miliki, atau nilai baru yang telah kita putuskan untuk diwujudkan.
Tetapkan tujuan yang selaras dengan nilai itu.
Buat keputusan sedemikian rupa sehingga membawa kita lebih dekat ke tujuan tersebut.
Rasakan manfaat emosional dan fisik dari nilai itu. Hal ini akan menginspirasi kita untuk mengejarnya lebih jauh.
Pilih nilai berikutnya dan ulangi. Keempat langkah ini sederhana, tetapi tidak mudah. Mereka kemungkinan akan meminta kita untuk keluar dari zona nyaman kita, melakukan sesuatu yang belum pernah kita lakukan sebelumnya, mungkin meninggalkan karier yang telah kita habiskan setengah hidup kita untuk membangun, atau bahkan membuat marah beberapa orang yang kita sayangi.
Tetapi jika kita tidak melakukannya, tidak ada gunanya menemukan kembali diri kita sendiri. Kita mungkin juga terus hidup dengan autopilot, mengejar kebahagiaan yang selamanya menghindari kita karena kita tahu apa yang seharusnya kita inginkan tetapi terlalu takut untuk mengejarnya.
Ketika kita benar-benar mengumpulkan keberanian untuk menghayati nilai-nilai baru kita, sesuatu yang gila terjadi: rasanya menyenangkan. Kita merasakan manfaatnya. Ini seperti kelegaan yang kita rasakan setelah mengatakan yang sebenarnya kepada seseorang.
Seperti melompat ke kolam yang dingin, teror dan kejutan berlalu dan kita pergi dengan perasaan lega yang luar biasa, dan pemahaman yang lebih baru dan lebih dalam tentang siapa kita sebenarnya.
‘‘Your personal values are a central part of who you are and who you want to be.’’
Mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai kita adalah latihan yang menantang dan penting. Dengan menjadi lebih sadar akan faktor-faktor penting dalam hidup, kita dapat menggunakannya sebagai panduan untuk membuat pilihan terbaik dalam situasi apapun.
Beberapa keputusan hidup benar-benar tentang menentukan apa yang paling kita hargai. Ketika banyak pilihan tampak masuk akal, akan sangat membantu ketika mengandalkan nilai-nilai kita dan menggunakannya sebagai kekuatan penuntun untuk mengarahkan kita ke arah yang lebih baik.
Add a comment