Manusia sudah mencapai banyak perkembangan di bidang ilmu pengetahuan maupun teknologi, namun ketika kita berbicara tentang cinta, nampaknya kita belum benar-benar paham. Kita tetap saja merasakan derita karena perselingkuhan, cemburu dan rindu. Hampir separuh pernikahan di Amerika Serikat berujung pada perceraian. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Mengapa sulit sekali untuk menjaga hubungan tetap bekerja?
Filosofi Buddha kuno dapat mengajarkan beberapa pelajaran tentang cinta yang mungkin tidak akan kita dapatkan dalam kehidupan modern. Pelajaran ini telah menyelamatkan hubungan yang dijalani oleh penulis lebih dari sekali dan kita mungkin juga dapat mengambil pelajaran darinya.
4 Kebenaran Luhur Adalah Fondasi Filosofi Buddha Empat kebenaran luhur ini diajarkan Buddha lebih dari 2.500 tahun yang lalu. Ini adalah hal pertama yang diajarkan Buddha setelah beliau mendapatkan pencerahan dan merupakan dasar dari filosofi Buddha. Mulanya, Siddharta Gautama, yang merupakan nama lahir dari Buddha, adalah seorang pangeran. Semenjak kecil hingga remaja, tak pernah sekalipun beliau menyaksikan orang sakit dan sekarat di lingkungan sekitarnya.
Beranjak dewasa, beliau mulai menyadari bahwa terdapat banyak kesengsaraan mengelilingi hidup. Merasa cemas dengan keadaan ini, beliau memutuskan untuk menjauhi kemewahan, berharap agar dapat menemukan arti sebenarnya dari hidup. Selama beberapa tahun beliau berpuasa dan menjalani hidup sederhana. Gautama mulai menemukan pencariannya ketika beliau duduk di bawah pohon Bodhi selama 49 hari sampai akhirnya beliau mendapatkan pencerahan.
Kebenaran pertama: Hidup adalah penderitaan. Ini bukan berarti bahwa segala hal yang terjadi dalam hidup adalah sesuatu yang buruk. Penderitaan yang dimaksudkan di sini terkait dengan ketidak-nyamanan tingkat dasar yang tidak pernah benar-benar dapat dihilangkan. Penderitaan ini sangat berhubungan dengan fakta bahwa segala hal yang ada dalam hidup bersifat sementara – wajah yang rupawan, harta dan hubungan. Namun bukanlah kesementaraan itu sendiri yang membuat kita menderita.
Kebenaran kedua: Penyebab penderitaan adalah keterikatan (attachment). Ketika kita berusaha menggenggam hal-hal yang bersifat sementara ini erat-erat, justru penderitaan itu akan semakin muncul karena seerat apapun kita menggenggamnya, tetap saja mereka akan lolos dari genggaman di satu waktu. Alhasil, kita sering kali gelisah memikirkan apa yang akan terjadi di masa depan, dan berduka terhadap apa yang telah ditinggalkan di masa lalu.
Kebenaran Ketiga: Mengakhiri penderitaan adalah sesuatu yang mungkin dilakukan. Yang kita perlu lakukan hanyalah menerima kenyataan apa adanya. Mengetahui bahwa segala hal dalam hidup akan datang dan pergi, kita harus sebisa mungkin melepaskan diri dari keterikatan terhadap segala hal walaupun ini sulit untuk dilakukan.
Kebenaran Keempat: Ada jalan untuk melampaui penderitaan. Jalan ini dikenal dengan jalan mulia berunsur delapan yang menawarkan berbagai macam komponen dari kehidupan moral Buddha. Empat kebenaran ini adalah struktur utama yang digunakan penulis untuk menjelaskan Noble Truths of Love.
Permasalahan adalah Bagian Penting dari Sebuah Hubungan Permasalahan bukanlah sesuatu yang bisa dihilangkan begitu saja dari sebuah hubungan. Satu masalah hilang, masalah lainnya akan datang. Pada kencan pertamamu, kamu merasa khawatir jika dia tidak menyukaimu. Atau di pernikahan yang sudah berusia 30 tahun, pasanganmu tidak bisa berhenti melakukan kebiasaan buruknya meskipun telah kamu ingatkan ribuan kali. Tak peduli sebaik apapun kalian merencanakan masa depan, atau seberapa besar rasa cintamu terhadap pasangan, kalian akan tetap menghadapi ujian.
Ujian itu dapat berupa rasa ragu terhadap hubungan, tak lagi merasa nyambung dengan pasangan, salah paham atau bosan antara satu sama lain. Dan apakah kamu tahu? Ini adalah hal yang sangat wajar! Kita harus sadari bahwa kita tidak akan pernah merasa benar-benar nyaman atau puas terhadap sebuah hungungan. Akan selalu ada bercak-bercak ketidak-nyamanan di sela-sela kehidupan nyata. Dan ini adalah inti dari Noble Truth of Love yang pertama: Sebuah hubungan tidak akan pernah sepenuhnya menetap; akan selalu terjadi gesekan-gesekan.
Mungkin ini terdengar pesimitis, seakan semua usaha untuk merawat hubungan berakhir sia-sia. Tetapi bukan itu yang dimaksud; permasalahan adalah fondasi dasar dari sebuah hubungan. Setiap masalah memaksa kita untuk saling mendekatkan diri, mendiskusikan apa yang menjadi isu, dan menemukan solusinya. Menyelesaikan masalah bersama dapat memperdalam tingkat keintiman hubungan kalian. Tiap kali permasalahan muncul, anggaplah itu sebagai gerbang untuk menuju ke level yang lebih tinggi. Jadi nikmati dan hadapi segala hal yang datang di hadapan kalian bersama-sama.
Kita Merusak Hubungan Ketika Kita Menetapkan Standar yang Tidak Realistis Perkara percintaan (love affairs) dan hubungan (relationships) adalah dua hal yang berbeda. Dalam love affairs, kita cenderung menaruh perasaan di atas segalanya dan lebih menekankan pada bagaimana pasangan kita dapat membahagiakan kita. Sebaliknya, ketika membangun hubungan, kita mempunyai niat yang jauh lebih tulus untuk mengenal satu sama lain dan hubungan tersebut tak harus selalu membuat kita merasa bahagia. Kadang kita kebingungan untuk membedakan antara keduanya karena kita mengira bahwa tingkat kemesraan dan keinginan untuk saling memiliki akan selalu konstan.
Namun inilah hubungan. Emosi, rasa sayang dan rasa ingin memiliki akan selalu datang, pergi, lalu datang kembali. Kita bisa memuja-muja pasangan kita hari ini dan jengkel padanya di esok hari. Dan sepertinya kita mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan ini. Noble Truth of Love yang kedua memberitahukan bahwa kita membuat sebuah hubungan menjadi tidak stabil ketika kita mengharapkan cinta untuk stabil. Jika ini adalah hal yang sedang kamu lakukan, berhentilah. Atur ekspektasimu. Kamu tidak akan selalu mampu untuk memandang pasanganmu dengan pandangan cinta, jadi jangan merasa bersalah jika hal itu terjadi.
Ketika kamu dapat melunakkan ekspektasimu terhadap sebuah hubungan, sebagian besar rasa khawatir dan ketegangan yang menekan diri akan menguap begitu saja. Dengan menerima bahwa tak akan ada hubungan yang tak memiliki perjuangan, kita akan bisa menjalani hubungan, yang penuh dengan cacat dan kekurangan, dengan lebih legawa.
Keterikatan Adalah Penyebab Utama Dari Terjadinya Ketidak-Puasan dalam Hubungan Kita terjebak pada keterikatan lagi dan lagi. Kita terikat pada kebahagian. Kita terikat pada rasa menggebu-gebu yang kita dapatkan ketika kita bertemu pertama kali dengan pasangan. Inilah alasan mengapa orang-orang mencoba menghabiskan begitu banyak energi untuk memperpanjang fase “jatuh cinta” di titik awal dari sebuah hubungan dan mencoba untuk membangkitkannya kembali ketika rasa itu tak lagi ada.
Namun apa yang salah dengan keterikatan? Bukankan tujuan utama dari menjalin sebuah hubungan adalah untuk menjadi terikat kepada orang lain? Jika kita menghilangkan keterikatan, bukankah kita juga akan menghilangkan cinta itu sendiri? Pastinya tanpa keterikatan kita tak dapat menjalin sebuah hubungan. Namun, keterikatan yang dimaksud dalam kasus ini adalah ketidak-mampuan kita untuk melepaskan kepergian ketika seseorang memilih untuk beranjak (move on), ketidak-mampuan kita untuk menerima perubahan dalam sebuah hubungan, atau ketidak-mampuan kita untuk mengakui bahwa waktu-waktu bahagia akan berakhir jua.
Menjadi tidak terikat bukan berarti bahwa kita mencegah diri untuk merasakan emosi dan mencintai. Arti dari menjadi tidak terikat adalah ketika tiba waktunya untuk berpisah, kita tidak melawannya. Alih-alih, kita membiarkannya pergi dengan penuh keikhlasan.
Sayangnya, terdapat bentuk lain dari keterikatan yang juga dapat meluluhlantakkan sebuah hubungan; yakni keterikatan kita pada cerita (atau lebih sering dikenal dengan istilah blame game). Kita mempunyai kecenderungan untuk mencari-cari penyebab logis dari kondisi mental negatif yang sedang dirasakan untuk membuat kita merasa lebih baik. Sebagai contoh, kita pasti pernah memiliki pemikiran seperti: “hubungan ini tidak berjalan karena dia tidak melakukan usaha yang cukup keras” atau “kehidupan saya tersendat karena dia selalu menahan saya”. Ketika pemikiran ini muncul, orang-orang terdekat kitalah yang akan menerima lukanya. Cerita-cerita ini kita buat dalam pikiran hanya untuk meyakinkan bahwa diri kitalah yang benar.
Memang benar, kadang orang yang kita cintai dapat membuat kita kecewa. Tetapi hampir dapat dipastikan bahwa kitalah yang sering menjadikan mereka sebagai sasaran. Lebih mudah untuk menyalahkan orang lain ketika alasan sebenarnya dari perasaan yang muncul adalah kombinasi kompleks dari pengalaman-pengalaman pribadi di masa lalu atau ketidakseimbangan hormon dalam tubuh.
Walaupun menyelidiki perasaanmu sendiri dapat menjadi sesuatu yang berguna dan menyehatkan, menjadi terlalu terikat terhadap cerita-cerita yang tak memiliki dasar dapat mengakibatkan perpecahan yang tak diinginkan. Jadi nasihat yang penulis berikan untuk sekarang adalah: rasakan perasaan, tinggalkan cerita buatan. Dengan kata lain, cobalah untuk tidak menerka-nerka makna di balik apa yang kamu rasakan; biarkan saja rasa itu mengalir apa adanya tanpa kamu ganggu jalannya.
Cinta Sejati Merangkul Ketidak-Stabilan dari Sebuah Hubungan Sering kali, ketika kita mengatakan bahwa kita sedang mencari cinta, tetapi yang sebenarnya kita cari adalah tempat berlindung dari tantangan hidup yang kita hadapi. Kita membutuhkan seseorang yang mau menyeka luka, memberikan kita kepuasan lahir dan batin sepanjang hidup. Tapi itu bukanlah cinta sebenarnya, itu hanyalah khayalan belaka. Tentunya, sebuah hubungan dapat memberikan kita kenyamanan, rasa aman, dan kebahagiaan dalam batasan tertentu. Namun hubungan adalah sebuah mahluk yang labil, bagaikan cuaca yang tak dapat ditebak; ia juga dapat membuatmu merasa tidak nyaman, rentan dan jengkel.
Pemaparan di atas tidak bermaksud untuk menakut-nakuti kita untuk membangun sebuah hubungan, penulis hanya ingin kita memahami bahwa perjalanan dalam sebuah hubungan memanglah terjal. Pastikan dirimu siap menghadapi segala konsekuensinya dan jangan sampai menggunakan kaca mata keterikatan untuk merespon hal-hal yang terjadi dalam hubungan. Maka dari itu, nasihat dari Noble Truth of Love yang ketiga berbunyi: Cinta adalah menghadapi ketidak-stabilan bersama-sama. Dengan kata lain, cinta adalah mengetahui bahwa perjalanan akan terasa berat dan meletihkan, tetapi kita tetap memilih untuk menjalaninya. Cinta adalah kesungguhan untuk menaiki rollercoaster emosi, ego dan kebingungan dengan manusia lain, dan mengetahui bahwa kalian akan selalu ada untuk satu sama lain.
Ujian yang ada dalam hubungan inilah yang sebenarnya membuatnya begitu sakral dan penuh dengan ganjaran. Membangun hubungan adalah tantangan yang bersifat konstan – sebuah permainan komunikasi dan interpretasi yang tak pernah berakhir. Kita akan dipaksa untuk terus belajar darinya, mengevaluasinya lagi dan lagi, dan ber-eksperimen dengannya.
Mempraktikkan Komunikasi Secara Lugas Dapat Memperdalam Keintiman Pasangan Kita dapat katakan bahwa teori Noble Truths of Love ini mudah untuk dipahami, namun kita belum tentu bisa mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama jika hubunganmu sedang menghadapi kekacauan besar. Jangan khawatir, pada Noble Truths of love yang keempat ini, kita diberi tahu cara untuk melampaui penderitaan dalam hubungan dengan cara memperdalam keintiman antara kalian.
Metode ini disebut dengan meditative conversation yang intinya adalah menggabungkan sebuah percakapan dengan kondisi pikiran berada di mode meditatif. Diharapkan dengan ini pasangan dapat menyelaraskan aliran pikiran dan merasakan percakapan yang lebih berkualitas. Yang perlu kalian persiapkan adalah sebuah tempat yang tenang dan sunyi, kemudian memutuskan siapa yang akan berbicara terlebih dahulu. Pastikan perangkat kalian berada dalam keadaan mati. Gunakan timer untuk membatasi waktu bicara karena satu sesi meditative conversation hanya berlangsung untuk 15 menit.
Mulai sesi dengan 2 menit meditasi sunyi. Setelah 2 menit berlalu, orang yang akan mendapat giliran untuk mendengarkan pertama kali bertanya “bagaimana kabarmu?” kepada ia yang akan berbicara terlebih dahulu. Sang pembicara mempunyai 5 menit untuk mengatakan apapun yang ia inginkan selama itu berhubungan dengan dirinya sambil memegang lantai. Ia dapat membicarakan tentang harinya, rasa sakit yang ia derita baik secara fisik maupun batin, atau menyampaikan kekhawatirannya akan sesuatu dalam hubungan kalian.
Dalam waktu 5 menit ini sang pendengar tidak diijinkan untuk menginterupsi sang pembicara. Peran mereka hanyalah mendengarkan apa yang sang pembicara katakan. Ketika 5 menit telah selesai, sang pendengar mengucapkan terima kasihnya kepada sang pembicara yang diikuti lagi dengan meditasi sunyi selama 2 menit. Lalu kalian bertukar peran dan melakukan hal yang sama. Di akhir sesi, kalian dapat mengucapkan harapan kalian masing-masing secara bergantian seperti “Semoga kita dapat semakin memahami satu sama lain. Semoga hubungan ini dapat terus bertumbuh.”
Sekarang kita telah memiliki ilmunya untuk memadukan keintiman dalam kegiatan sehari-hari – sebuah metode yang sederhana dan murah. Semoga kita semua dapat menerapkannya. Terima kasih telah membaca.
Add a comment