Semenjak awal dari tahun 1980-an, Haruki Murakami telah mengguncang dunia dengan novel-novel nya yang tidak biasa yang bahkan sering mengundang kritik dari para pembacanya. Meskipun begitu, beliau tidak menghabiskan sebagian besar waktunya di balik meja tulisnya. Di sela-sela waktu yang ada, Murakami selalu menyempatkan diri untuk berlari. Begitu cintanya dengan lari, Haruki juga mengikuti ajang maraton bergengsi yang diadakan di beberapa negara.
Mungkin ini terdengar aneh untuk seorang penulis, namun beliau merasa bahwa ritual berlari, yang penuh dengan rasa lelah dan terengah-engah ini, mempunyai hubungan yang sangat erat dengan sisi artistik dari Murakami. Pada tahun 2005, ketika beliau mulai berlatih untuk mengikuti New York City Marathon, Murakami memutuskan untuk menuliskan jurnal yang berisi pemikiran dan observasinya ketika berlari. Dari situ dihasilkanlah memoar ini yang membicarakan tentang bagaimana mental Murakami juga dibentuk oleh olahraga secara teratur.
Berlari Adalah Sarana Untuk Membersihkan Pikiran Murakami mulai menekuni menulis dan berlari ketika usia beliau memasuki usia 30 tahun. Sebelum itu, beliau sibuk mengurusi bisnis bar yang bertemakan jazz dan belum memiliki niat untuk terjun ke dunia menulis. Namun keinginan beliau berubah ketika musim gugur di tahun 1982 tiba. Beliau menjual barnya dan menjadikan menulis sebagai profesi tetap. Tidak lama kemudian berlaripun menjadi bagian dari keseharian beliau. Walaupun dedikasinya terhadap berlari mengalami pasang dan surut, beliau tidak pernah berhenti dalam menjalankannya. Beliau telah menyelesaikan sebanyak 23 maraton yang tersebar di seluruh dunia semenjak itu; satu marathon ia lakukan tiap tahunnya.
Momen-momen sunyi yang Murakami rasakan ketika berlari menjadi salah satu alasan mengapa beliau mengulanginya lagi dan lagi. Motivasi beliau untuk berlari tidak muncul dari keinginannya untuk memenangkan kompetisi melawan pelari lain. Begitupun dengan cara pendekatan beliau terhadap menulis. Tidak ada niatan baginya untuk membuat pembaca terkesan. Beliau hanya ingin memuaskan hasratnya untuk menulis. Inilah alasan yang membuat beliau tidak merasa lelah dengan berlari dan menulis, bahkan ketika tubuhnya sudah mulai menua.
Seketika beliau menapakkan kakinya di jalanan, pikirannya mulai jernih walaupun terkadang muncul ingatan atau emosi yang menggoda hanya untuk sesaat. Dengan berlari, Murakami dapat memasuki zona yang penuh dengan ketenangan yang beliau sebut dengan “the void”. Kedamaian yang muncul membantu Murakami untuk menghaluskan sisi-sisi kasar dari kehidupan. Bagi beliau, rasa sedih, marah atau kecewa yang timbul akibat hal-hal duniawi dapat meleleh begitu saja dengan hanya melangkahkan kaki.
Berlari adalah Fondasi Utama dari Perjalanan Sastra Murakami Murakami tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang novelis. Dia cukup bahagia menjalakan bisnis barnya di jantung kota Tokyo. Namun ketika beliau sedang menyaksikan tim baseball bermain di Stadion Jingu pada tahun 1978, ide untuk menulis sebuah novel muncul secara tiba-tiba. Beberapa bulan setelah momen pencerahan ini berlalu, buku pertamanya yang berjudul “Hear the Wind Sing” pun terbit dan mendapatkan sambutan yang hangat dari para pembaca. Dari situ, Murakami memutuskan untuk terus menulis. Tetapi perubahan profesi ini datang dengan biaya. Proses menulis yang mewajibkan Murakami untuk duduk berlama-lama membuat berat badannya bertambah dengan cepat. Berlari adalah upaya beliau untuk menjaga kondisi mental dan tubuh tetap sehat.
Sebagai pemilik dari klub jazz, beliau sering sekali menghisap sebanyak 60 batang rokok dalam sehari. Tidur larut malampun sudah menjadi kebiasaan. Situasi ini membuat beliau kelelahan. Agar dapat berkonsentrasi dalam proses kreatifnya, beliau mulai meninggalkan kebiasan buruk tersebut dengan meninggalkan kota Tokyo bersama istrinya. Kota kecil bernama Narashino di Prefektur Chiba dipilihnya sebagai tempat untuk mengubah gaya hidup karena suasana pedesaan yang cenderung membawa ketenangan. Tak lagi minum alkohol dan merokok di malam hari, Murakami memindah jam tidurnya lebih awal agar dapat bangun di fajar hari. Sebagai pelengkap gaya hidup sehatnya, berlari menjadi olahraga pilihan beliau.
Murakami mengalami penyesuaian yang lumayan berat pada saat menjalani kebiasaan berlarinya pertama kali. Jogging pelan selama 20 menit saja sudah membuat beliau terengah-engah. Meskipun begitu, beliau tetap saja melanjutkannya. Seperti halnya dengan menulis, ada sesuatu di balik berlari yang membuat Murakami nyaman. Hari demi haripun berlalu dan tubuh beliau mulai bisa deradaptasi. Secara alami, stamina beliau ikut meningkat dan postur tubuhnya sebagai seorang pelari perlahan terbentuk.
Sebagian besar orang mungkin menganggap perubahan drastis ini sebagai hal yang aneh. Tetapi bagi Murakami ini adalah hal yang masuk akal. Kadang tiba-tiba saja kamu dipertemukan dengan sebuah aktivitas yang sangat sesuai denganmu dan hidupmu dengan cara yang tak dapat kamu bayangkan. Untuk Murakami dua aktivitas itu adalah berlari dan menulis.
Pelari Harus Mengajarkan Tubuhnya untuk Mematuhi Perintah Pada musim salju di tahun 2001, Murakami mengikuti maraton tahunan yang diadakan oleh Prefektur Chiba. Separuh jalan terlalui, Murakami masih dapat mengatur langkah kakinya dengan baik. Tubuhnya masih bertenaga meskipun udara dingin terasa menusuk. Pada mil ke-18, bencana melandanya seketika. Betisnya kram dan kaku. Pahanya bergetar hebat. Bahkan setelah berhenti untuk melakukan peregangan, rasa kakunya tak kunjung reda. Karena semangatnya yang tinggi, rasa sakit beliau acuhkan. Murakami menyelesaikan maraton ini dengan berjalan pada beberapa mil terakhir. Dalam langkah-langkah terakhirnya, beliau menegur dirinya sendiri dengan berucap, “Aku seharusnya berlatih lebih giat lagi.”
Kejadian ini membawa pesan bahwa untuk mendapatkan manfaat dari berlari, seperti kebugaran fisik dan kejernihan pikiran, dibutuhkan kebulatan tekad dan disiplin fisik untuk melakukannya secara teratur. Alasan utama mengapa Murakami gagal berlari sepenuhnya menyusuri seluruh rute maraton tidaklah terletak pada tekadnya yang lemah, tetapi ini dikarenakan stamina tubuhnya yang tidak mendukung. Agar kondisi tubuh jauh lebih optimal pada maraton selanjutnya, beliau sadar bahwa tubuh perlu dipersiapkan beberapa bulan lebih awal sebelum maraton dimulai. Metode pelatihan yang lebih ketat juga belaiu terapkan dengan cara berlari sedikit lebih jauh dari hari sebelumnya. Dengan begitu ototnya akan lebih dapat beradaptasi dalam kondisi sulit. Ini memang hal yang berat, namun beliau percaya jika buahnya akan dapat dirasakan di kemudian hari.
Menulis Novel dan Berlari Maraton Membutuhkan Kegigihan Pada sesi wawancara, sering kali orang bertanya kepada Murakami mengenai apa yang menjadi kunci sukses dari seorang novelis. Jawaban pertama beliau adalah bakat. Bakat yang dimaksud di sini adalah keterampilan dalam menggunakan kata-kata, kemampuan untuk menggambarkan peristiwa, serta sepercik imajinasi untuk membawa para penikmat cerita ke dunia lain. Tetapi bakat tidak akan pernah mencapai potensi optimalnya tanpa dibarengi dengan dua sikap lainnya: fokus dan ketahanan(endurance).
Bagi Murakami, menulis, layaknya berlari, memerlukan pelakunya untuk memusatkan perhatian pada tujuan utamanya. Seorang pelari yang fokus pada tujuannya akan dapat menyusun strategi yang sesuai dengan jenis perlombaan, memanfaatkan kekuatan dan meminimalisir efek negatif dari kelemahan yang ia punya. Begitupun dengan seorang Novelis; agar pesan yang ia kemas dalam sebuah cerita dapat diterima oleh para pembaca, memerlukan fokus yang tajam agar tiap karakter dan peristiwa dapat tersusun dengan begitu selaras melalui rangkaian kata-kata.
Ketika penulis ataupun pelari sudah dapat memfokuskan perhatian, yang mereka butuhkan selanjutnya adalah ketahanan. Pelari yang berdedikasi akan mempunyai keteguhan untuk melakukan jadwal latihan regulernya. Kedisiplinan ini akan mereka jaga bahkan ketika tubuh mereka meminta untuk beristirahat. Walaupun penulis tidak melalui beban fisik yang sama, mereka harus mampu untuk duduk dan menuliskan cerita demi cerita secara berjam-jam setiap harinya hingga novel tersebut terselesaikan. Jika mereka tidak mempunyai ketahanan ketika mengalami hambatan dalam proses penulisan, mereka akan menyerah begitu saja di tengah jalan.
Maka dari itu Murakami berpesan bahwa selama kamu memiliki dua sikap terakhir, potensi yang sebelumnya tidak ada dalam dirimu akan dapat dibangun selama kamu mau belajar dan berlatih secara konsisten; tujuan yang awalnya terkesan tidak memungkinkan untuk diraih menjadi mungkin.
Menjaga Kesehatan sangat Vital untuk Memahami Lembah Emosi yang Lebih Dalam Banyak orang berpikiran bahwa agar seorang penulis dapat mengakses ide-ide kreatif untuk membuat cerita yang berbeda, sang penulis harus menjalani hidup yang penuh dengan kesengsaraan dan konflik. Mereka membayangkan bahwa dengan kemampuan bertahan dalam melalui semua kesusahan itu, para penulis dapat menangkap sisi estetisnya dan menerjemahkan ulang pengalamannya kedalam sebuah cerita baru. Hal ini mungkin benar adanya untuk beberapa penulis, namun ini adalah stereotip yang ditampakkan oleh film-film dan media TV saja.
Gambaran ini kontras sekali dangan apa yang Murakami lakukan. Beliau berpendapat bahwa dirinya tidak dapat menjalani kehidupan yang “liar” dan menyimpang karena menurutnya kegiatan menulis itu sendiri dapat memunculkan efek negatif pada kesehatan. Beliau percaya bahwa ide artistik yang paling kaya dan menyentuh bersumber pada sisi terdalam dari sang penulis; tetapi setelah sisi ini dikunjungi, “kegelapan” dan perasaan yang bersifat merusak dapat menghantui sang penulis. Agar beliau dapat menghasilkan karya terbaiknya, beliau harus bertatap muka dengan pikiran-pikiran beracun tersebut secara berkala. Ini adalah hal yang sangat berbahaya dan dapat menghabiskan banyak energi.
Untuk melawan efek buruk yang dihasilkan dari emosi negatif ini, sangat penting bagi Murakami untuk menjaga gaya hidup sehat. Kebiasaan berlari dan tidur awalnya di malam hari cukup untuk menguatkannya menghadapi luka dan derita yang timbul pada saat proses kreatif berlangsung. Tanpa keseimbangan ini, sangat mungkin bagi Murakami untuk merasa kewalahan dan jenuh dengan dunia karya sastra. Untuk melengkapi gaya hidup sehatnya, beliau juga meluangkan waktu untuk bersantai di taman sembari memperhatikan apa yang orang lain lakukan. Mendengarkan musik dari Eric Clapton juga menjadi alternatif lain untuk memperbaiki suasana hati beliau.
Berlari Ultramaraton adalah Pengalaman yang Sangat Tidak Biasa Dapat menyelesaikan sebuah ultramaraton merupakan sebuah pencapaian yang patut dibanggakan. Bahkan untuk seorang pelari terlatihpun, ultramaraton adalah salah satu tantangan terberat yang ada. Kompetisi manapun yang memiliki rute yang panjangnya lebih dari 26 mil (42 km) dapat dikategorikan sebagai ultramaraton.
Murakami pernah mengikuti sebuah ultramaraton yang panjang rutenya mencapai 62 mil (100 km). Para pelari mengawali langkahnya dari Yubetsu, sebuah kota kecil di ujung barat dari Danau Saroma di Hokaido, dan mengakhirinya di Wakka Natural Flower Garden yang terletak di ujung timur danau. Ultramaraton ini dapat beliau selesaikan tanpa berjalan sedikitpun. Akan tetapi pencapaiannya ini mengakibatkan beliau lemah tak berdaya beberapa bulan setelahnya.
Pertandingan ini memberikan kesan yang sangat unik terhadap Murakami. Setengah jalan pertama dapat beliau lalui dengan lancar. Namun 24 mil terakhir menuju titik finis adalah detik-detik dimana determinasi benar-benar diuji. Tubuh beliau diperas energinya hingga tetes terakhir. Telapak kakinya membengkak hingga beliau harus mengganti sepatunya dengan ukuran yang lebih besar. Satu satunya jalan agar beliau dapat menghilangkan rasa sakitnya untuk sejenak adalah dengan cara mengacuhkannya. Beliau menembus sebuah batas yang tak kasatmata dan meninggalkan alam sadarnya begitu saja. Tak lagi merasa seperti manusia, Murakami adalah sebuah mesin yang diprogram untuk berlari hingga mencapai tujuan terakhirnya. Momen “kekosongan total” ini bagaikan momen pencerahan spiritual yang menuntunnya melewati garis finis.
Anehnya, sejenak setelah ultramaraton berlalu, Murakami tak dapat lagi merasakan kenikmatan berlari seperti dahulu. Kebahagiaan dan kepuasan yang beliau rasakan dengan berlari tak muncul lagi ke permukaan. Emosi ini beliau sebut dengan “runner’s blues”. Membutuhkan waktu bertahun-tahun agar Murakami dapat melepaskan diri dari jeratan ketidakpuasan ini. Percayalah bahwa segala sesuatu ada batasnya.
Murakami Akan Tetap Berlari Selama Ia Menginginkannya Ini adalah hari pertandingan di mana New York City Marathon dimulai. Semua latihan fisik, mental, penyusunan strategi dan antisipasi mendetail yang telah dilakukan Murakami dipersiapkannya untuk menghadapi hari ini. Sekarang adalah saatnya beliau untuk memberikan usaha yang terbaik dan menerapkan apa yang telah direncanakan. Lalu bagaimana hasilnya? Tak buruk, tetapi tak begitu baik juga.
Murakami sangat menanti-nanti maraton ini. Di minggu terakhir mendekati hari pertandingan, Murakami sering sekali membayangkan gemuruh suara hentakan kaki dari pelari-pelari lain, kaki yang memanas ketika melintasi jembatan-jembatan kota, dan riuh suara penonton dari sisi jalan. Sayangnya, pertandingan ini tidak berjalan sesuai dengan rencana. Murakami kesulitan untuk mengatur langkah kakinya. Ketika mencapai tanjakan-tanjakan landai nan panjang di Central Park, kaki beliau terasa kram dan goyah. Pada akhirnya, beliau menyelesaikan maraton ini dalam waktu lebih dari 4 jam. Meskipun beliau agak kecewa, inilah hasilnya. Mungkin Murakami berlatih terlalu keras. Mungkin juga usia yang semakin menua telah menunjukkan efek sampingnya.
Kadang begitulah hidup. Imbalan dari apa yang kamu usahakan tidak terasa setimpal. Yang kamu bisa lakukan hanyalah menjalani hal yang kamu pilih dengan sepenuh hati dan tetap melangkah kedepan. Meskipun performa Murakami perlahan menurun, tak ada alasan baginya untuk berhenti berlari. Bagaimanapun juga Murakami sangat menikmatinya dan berlari sudah menjadi bagian dari kepribadiannya yang akan selalu ia bawa. Berbahagia dalam melakukannya merupakan alasan yang cukup untuk tetap melakukan apa yang kamu lakukan.
Hidup Adalah Sebuah Proses Panjang untuk Menemukan Potensimu Murakami mempunyai sejarah yang kelam dengan triathlon karena berenang dan bersepeda bukan merupakan keunggulan terbaiknya. Berenang menjadi sumber masalah terbesar ketika mengikuti triathlon karena beliau tidak pernah belajar berenang dengan benar. Pada perlombaan triathlon sebelumnya, Murakami hampir tenggelam di lautan terbuka karena rasa panik yang melanda. Kehilangan kendali terhadap tubuhnya, Murakami harus mengakhiri pertandingan tersebut.
Beliau absen untuk berpartisipasi pada beberapa musim triathlon karena rasa trauma yang kerap hadir di benaknya. Sambil meredakan ketakutannya, Murakami mencari instruktur renang untuk mengajarinya menguasai beberapa teknik penting. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menemukan pelatih yang mempunyai pendekatan yang ideal. Setelah menemukannya, sang pelatih mengoreksi cara berenang Murakami secara perlahan hingga beliau merasa nyaman dan percaya diri dengan setiap gerakan.
Telah merasa percaya diri denga kemampuannya, Murakami kembali mengikuti triathlon di tahun 2006. Melesat ia melaju membelah lautan. Separuh jalan telah Murakami lalui dan kaca mata renangnya mulai mengembun. Rasa panikpun mulai menyelimuti dirinya. Teringat dengan apa yang telah diajarkan, Murakami menarik beberapa nafas panjang. Seketika ketenangan pun kembali ia rasakan. Sesampainya di bibir pantai, beliau segera berlari untuk mengayuh sepeda.
Kali ini beliau mampu menyelesaikan seluruh bagian dari triathlon dengan sempurna. Walaupun Murakami tidak memenangkan pertandingan, beliau sangat puas dengan pencapaian barunya. Beliau berhasil melakukan sesuatu yang beliau kira tak akan pernah bisa dilakukan sebelumnya. Murakami membuktikan pada dirinya bahwa masih ada kekuatan dan kemampuan yang tersembunyi dalam dirinya yang menunggu untuk disingkap. Jika kamu melihat kaca, mungkin kamu dapat melihat seluruh kekuranganmu, namun dengan sedikit usaha, kekurangan itu dapat dipahat dan dibentuk menjadi sesuatu yang berharga. Jadi, fokuslah untuk memperbaiki alih-alih menyesali.
Add a comment