Kita pasti pernah mendengar hal ini sebelumnya, bahkan mungkin berkali-kali, bahwa penting untuk hidup di ‘‘saat ini’’. Pikiran-pikiran seperti; “Andai saja bukan aku yang memimpin proyek ini’’ atau “Bagaimana jika nanti melakukan kesalahan?’’ sesaat sebelum kita akan melakukan suatu presentasi.
Begitu pun nasihat-nasihat seperti; ‘‘Jangan terjebak dalam memikirkan masa lalu atau masa depan, hiduplah di masa sekarang’’ atau ‘‘Yang kamu miliki hanyalah momen ini. Jangan biarkan dia hilang’’ adalah sebuah pesan dasar yang sama, yakni penting untuk kita hidup di momen ini, saat ini.
Menurut Joshua Becker dalam tulisannya, 10 Tips to Start Living in the Present Moment, menyatakan bahwa hidup di masa sekarang berarti tidak lagi mengkhawatirkan apa yang terjadi di masa lalu dan tidak takut lagi pada apa yang akan terjadi di masa depan. Itu berarti kita benar-benar menikmati apa yang terjadi sekarang dan hidup untuk hari ini.
Adapun Jay Dixit melalui The Art of Now: Six Steps to Living in the Moment menuliskan bahwa kehidupan terbentang di masa sekarang. Semakin sering kita mengkhawatirkan masa depan dan merenungkan masa lalu maka semakin kita membiarkan masa kini berlalu begitu saja, tanpa disadari dan tanpa dimanfaatkan, bahkan menyia-nyiakan setiap detik berharganya.
Ketika kita sedang bekerja, kita berkhayal tentang sedang berlibur. Namun, pada saat kita liburan, kita malah khawatir tentang pekerjaan yang menumpuk di meja kantor. Kita terlalu sibuk memikirkan ingatan masa lalu yang mengganggu atau resah tentang apa yang mungkin atau tidak mungkin terjadi di masa depan. Kita tidak menghargai hadiah hidup kita karena pikiran kita.
Hidup pada saat ini juga disebut ‘perhatian penuh’ (mindfulness) yakni keadaan perhatian yang aktif, terbuka, dan disengaja pada saat ini. Ketika kita menjadi penuh perhatian, kita menyadari bahwa kita bukanlah pikiran kita. Perhatian penuh melibatkan keberadaan dengan pikiran kita sebagaimana adanya, tidak menggenggamnya atau mendorongnya menjauh.
‘‘Instead of getting stuck in your head and worrying, you can let yourself go.’’
Langkah-langkah untuk Hidup di ‘‘Saat Ini’’
Jay melanjutkan dalam tulisannya bahwa kita hidup di zaman distraksi. Namun salah satu paradoks hidup yang paling tajam adalah bahwa masa depan kita yang paling cerah bergantung pada kemampuan kita untuk memperhatikan saat ini.
Ada baiknya untuk kadang-kadang memikirkan masa lalu dan masa depan. Courtney E. Ackerman menuliskan dalam How to Live in the Present Moment: 35 Exercises and Tools, berpendapat bahwa salah satu tujuan mindfulness dan faktor kunci dalam menjalani hidup sehat adalah untuk menyeimbangkan pikiran kita tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Memikirkan salah satu dari mereka terlalu sering, dapat memiliki efek negatif yang serius pada kehidupan kita. Namun, menjaga ketiganya tetap seimbang akan membantu kita menjadi orang yang bahagia dan sehat. Sulit memang untuk mengatakan apa keseimbangan yang tepat, tetapi kita akan tahu bahwa kita telah mencapainya ketika kita tidak terlalu khawatir, lebih sedikit stres secara teratur, dan dapat menjalani sebagian besar hidup kita di ‘saat ini’.
Dirangkum dari tulisan Jay, berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu kita:
Pertama: Untuk meningkatkan kinerja kita, berhentilah memikirkannya (unself-consciousness)
Berpikir terlalu keras tentang apa yang kita lakukan sebenarnya membuat kita melakukannya lebih buruk. Jika kita berada dalam situasi yang membuat cemas, seperti berpidato atau memperkenalkan diri kepada orang asing, maka berfokus padanya hanya akan meningkatkan kecemasan itu sendiri.
Kurangi fokus pada apa yang terjadi di pikiran kita dan lebih banyaklah fokus pada apa yang terjadi pada kenyataan. Intinya adalah fokus pada diri kita sendiri alih- alih memedulikan dialog mental dalam pikiran kita.
Dengan mengurangi self-consciousness, mindfulness memungkinkan kita untuk menyaksikan drama perasaan, tekanan sosial, bahkan saat dihargai atau diremehkan oleh orang lain tanpa mengambil evaluasi mereka secara pribadi.
Ketika kita fokus pada pengalaman langsung kita tanpa mengaitkannya dengan harga diri, peristiwa yang tidak menyenangkan seperti penolakan sosial akan tampak kurang mengancam. Berfokus pada saat ini juga memaksa kita untuk berhenti berpikir berlebihan.
Kedua: Untuk menghindari kekhawatiran tentang kehidupan masa depan, fokuslah pada saat ini (savoring)
Seringkali, kita begitu terjebak dalam pikiran masa depan atau masa lalu sehingga kita lupa untuk mengalami, apalagi menikmati, apa yang terjadi saat ini. Kita kadang menyesap kopi dan berpikir, “Ini tidak seenak yang aku minum minggu lalu.” Atau kita makan kue dan berpikir, “Semoga aku tidak kehabisan kuenya.”
Ketika subjek dalam sebuah penelitian meluangkan beberapa menit setiap hari untuk secara aktif ‘menikmati’ sesuatu yang biasanya mereka jalani dengan tergesa-gesa (makan, minum, berjalan ke bus) mereka mulai mengalami lebih banyak kebahagiaan, dan emosi positif lainnya, serta lebih sedikit gejala depresi.
Ciri khas depresi dan kecemasan adalah terlalu mengkhawatirkan sesuatu yang belum terjadi dan mungkin tidak terjadi sama sekali. Khawatir, pada dasarnya, berarti memikirkan masa depan dan jika kita mengangkat diri kita ke dalam kesadaran akan momen saat ini, kekhawatiran tersebut akan hilang.
Sisi lain dari kekhawatiran adalah merenungkan, berpikir muram tentang peristiwa di masa lalu. Dan lagi, jika kita menekan fokus kita ke saat ini, perenungan akan berhenti. ‘Menikmati’ yakni memaksa kita ke masa kini, sehingga kita tidak perlu khawatir tentang hal-hal yang tidak ada.
Ketiga: Jika kita menginginkan masa depan, jalanilah saat ini (breathe)
Hidup secara sadar dan waspada, memiliki efek yang kuat pada kehidupan interpersonal. Perhatian, mengurangi keterlibatan ego. Seseorang cenderung tidak mengaitkan harga diri mereka dengan peristiwa dan lebih cenderung menganggap segala sesuatunya begitu saja. Perhatian penuh juga membuat orang merasa lebih terhubung dengan orang lain, perasaan empatik “menyatu dengan alam semesta”.
Berfokus pada saat ini, menyalakan ulang pikiran kita sehingga dapat merespon dengan bijaksana daripada secara otomatis. Alih-alih menyerang dalam kemarahan, mundur dalam ketakutan, atau memanjakan keinginan yang lewat tanpa berpikir, kita mendapatkan kesempatan untuk mengatakan kepada diri sendiri, “Ini adalah emosi yang saya rasakan. Bagaimana saya harus merespon?”
Perhatian penuh meningkatkan pengendalian diri, karena kita tidak terancam terhadap harga diri. Kita lebih mampu mengatur perilaku kita. Menghuni pikiran kita sendiri secara lebih penuh memiliki efek yang kuat pada interaksi kita dengan orang lain.
Terdapat latihan sederhana yang dapat kita lakukan di mana saja dan kapan saja untuk mendorong perhatian penuh: Bernapaslah. Tidak ada cara yang lebih baik untuk membawa diri kita ke saat ini, selain fokus pada pernapasan kita.
Karena kita menempatkan kesadaran pada apa yang terjadi saat ini, kita mendorong diri dengan kuat ke momen saat ini pula. Bagi banyak orang, memusatkan perhatian pada nafas adalah metode yang lebih disukai untuk mengarahkan diri mereka pada saat ini. Bukan karena nafas memiliki sifat magis, tetapi karena nafas selalu ada bersama kita.
Keempat: Untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, lupakan (flow)
Mungkin cara hidup yang paling tepat saat ini adalah dengan ‘‘mengalir’’. Arus terjadi ketika kita begitu asyik dengan beban kita sehingga kehilangan jejak lain di sekitar kita. Arus mewujudkan paradoks yang nyata bahwa, bagaimana kita bisa hidup di saat ini jika kita bahkan tidak menyadari momen itu?
Kita sangat fokus pada apa yang kita lakukan sehingga tidak menyadari berlalunya waktu. Jam bisa berlalu tanpa kita sadari. Arus adalah keadaan yang sulit dipahami. Seperti halnya romansa atau tidur, kita tidak bisa hanya memaksakan diri, yang bisa kita lakukan hanyalah mengatur panggung, menciptakan kondisi optimal untuk itu terjadi.
Persyaratan pertama untuk mengalir adalah menetapkan tujuan yang menantang. Namun, bukan tujuan yang tidak mungkin dapat dicapai, melainkan sesuatu yang harus kita kumpulkan dengan sumber daya dan upaya diri untuk mencapainya. Tujuan tersebut harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan kita, tidak terlalu sulit sehingga kita tidak akan merasa stres, tetapi tidak terlalu mudah sehingga kita tidak akan bosan.
Untuk mengatur tahap dalam mengalir, tujuan perlu didefinisikan dengan jelas sehingga kita selalu tahu langkah selanjutnya. Seorang pendaki di gunung segera tahu apakah pijakannya aman, seorang pianis langsung tahu ketika dia memainkan nada yang salah.
Saat fokus perhatian kita menyempit, kesadaran diri menguap. Kita merasa seolah-olah kesadaran kita menyatu dengan tindakan yang kita lakukan. Kita merasakan penguasaan pribadi atas situasi tersebut, dan aktivitas tersebut secara intrinsik sangat bermanfaat sehingga meskipun tugasnya sulit, tindakan tersebut terasa tanpa usaha.
Kelima: Jika ada sesuatu yang mengganggu kita, bergeraklah ke arah itu daripada menjauh darinya (acceptance)
Kita semua memiliki rasa sakit dalam hidup, apakah itu seseorang yang masih kita rindukan, kehilangan pekerjaan, atau gelombang kecemasan yang muncul tiba-tiba ketika kita melakukan presentasi. Jika kita membiarkannya, gangguan seperti itu dapat mengalihkan kita dari kenikmatan hidup.
Kecenderungan alami pikiran kita ketika menghadapi rasa sakit adalah berusaha menghindarinya, dengan mencoba melawan pikiran, perasaan, dan sensasi yang tidak menyenangkan. Ketika kita kehilangan cinta, misalnya, kita melawan perasaan patah hati. Namun dalam banyak kasus, perasaan dan situasi negatif tidak dapat dihindari dan menolaknya hanya akan memperbesar rasa sakit.
Masalahnya adalah kita tidak hanya memiliki emosi primer tetapi juga emosi sekunder; emosi tentang emosi lain. Kita menjadi stres dan kemudian berpikir, “Aku berharap tidak begitu stres.” Emosi utama adalah stres atas beban kerja kita. Emosi sekunder adalah perasaan, “Aku benci stres.”
Tidak harus seperti ini. Solusinya adalah penerimaan, membiarkan emosi berada di sana. Artinya, bersikap terbuka terhadap segala sesuatunya setiap saat, tanpa mencoba memanipulasi atau mengubah pengalaman, tanpa menilainya atau menghindar. ‘‘Saat ini’’ hanya bisa seperti apa adanya. Mencoba mengubahnya hanya membuat kita frustrasi dan lelah. Penerimaan membebaskan kita dari penderitaan ekstra yang tidak perlu ini.
Dengan berfokus pada rasa sakit, sedih karena sedih, kita hanya memperpanjang kesedihan. Bantulah diri kita sendiri dengan menerima perasaan kita. Menerima keadaan yang tidak menyenangkan bukan berarti kita tidak memiliki tujuan untuk masa depan. Itu hanya berarti kita menerima bahwa hal-hal tertentu berada di luar kendali kita.
Kesedihan, stres, rasa sakit, atau kemarahan akan selalu ada, tidak peduli apakah kita suka atau tidak. Lebih baik menerima perasaan apa adanya. Penerimaan juga tidak berarti kita harus menyukai apa yang terjadi. Penerimaan tidak memberitahu kita apa yang harus dilakukan. Apa yang terjadi selanjutnya, apa yang kita pilih untuk dilakukan.
Jika kita merasa cemas, misalnya, kita dapat menerima perasaan itu, menyebutnya sebagai kecemasan, lalu alihkan perhatian kita ke hal lain. Kita dapat melihat pikiran, persepsi, dan emosi melintas di benak kita tanpa terlibat. Pikiran hanyalah pikiran. kita tidak harus mempercayai mereka dan kita tidak harus melakukan apa yang mereka katakan.
Keenam: Ketahui bahwa kita tidak tahu (engagement)
Kita mungkin pernah mengalami mengemudi di sepanjang jalan hanya untuk tiba-tiba menyadari bahwa kita tidak memiliki ingatan atau kesadaran akan 15 menit sebelumnya. Mungkin kita bahkan melewatkan jalan keluar kita. Atau mungkin hal itu terjadi ketika kita sedang membaca buku: “Padahal aku baru saja membaca halaman itu, tetapi aku tidak tahu apa yang dikatakannya.”
Saat-saat autopilot ini adalah apa yang disebut tanpa pikiran. Saat-saat ketika kita begitu tenggelam dalam pikiran sehingga kita tidak menyadari pengalaman saat ini. Akibatnya, hidup berlalu begitu saja tanpa kita sadari. Cara terbaik untuk menghindari pemadaman pikiran seperti itu adalah dengan mengembangkan kebiasaan untuk selalu memperhatikan hal-hal baru dalam situasi apa pun yang kita hadapi.
Proses itu menciptakan keterlibatan dengan saat ini dan melepaskan serangkaian manfaat lainnya. Memperhatikan hal-hal baru menempatkan kita dengan tegas di sini dan sekarang. Kita menjadi tidak punya pikiran, karena begitu kita berpikir bahwa kita mengetahui sesuatu, kita berhenti memperhatikannya. Kita melakukan perjalanan bekerja setiap pagi seperti dalam kabut, karena kita telah melewati rute yang sama ratusan kali sebelumnya. Tetapi jika kita melihat dunia dengan mata segar, kita menyadari bahwa hampir semuanya berbeda setiap saat.
Pola cahaya di gedung-gedung, wajah orang-orang, bahkan sensasi dan perasaan yang kita alami di sepanjang jalan. Perhatian mengilhami setiap momen dengan kualitas baru yang segar. Beberapa orang menyebut ini sebagai “pikiran pemula”. Dengan memperoleh kebiasaan memperhatikan hal-hal baru, kita menyadari bahwa dunia sebenarnya terus berubah.
Ketika kita menyadari bahwa kita tidak mengetahui hal-hal yang selalu kita anggap remeh, kita menjadi melihat dengan cara yang sangat berbeda. Ini menjadi petualangan dalam memperhatikan. Semakin kita memperhatikan, semakin banyak yang kita lihat, dan semakin banyak pula kegembiraan yang kita rasakan.
“The secret of health for both mind and body is not to mourn for the past, worry about the future, or anticipate troubles, but to live in the present moment wisely and earnestly.”
Menjalani kehidupan yang penuh perhatian secara konsisten membutuhkan usaha. Kita dapat menjadi penuh perhatian setiap saat hanya dengan memperhatikan pengalaman langsung kita. Kita bisa melakukannya sekarang. Apa yang terjadi saat ini? Pikirkan diri kita sebagai saksi abadi, dan amati saja momennya. Apa yang kita lihat, dengar, hirup?
Tidak peduli bagaimana rasanya, menyenangkan atau tidak menyenangkan, baik atau buruk, kita mengikutinya karena itulah yang ada. Kita tidak menghakiminya. Dan jika kita melihat pikiran kita mengembara, bawalah diri kita kembali. Katakan saja pada diri sendiri, “Sekarang. Sekarang. Sekarang.”
Perhatian penuh bukanlah tujuan, karena tujuan adalah tentang masa depan, tetapi kita harus menetapkan niat untuk memperhatikan apa yang terjadi pada saat ini. Saat kita membaca kata-kata yang tertulis di halaman ini, saat mata kita membedakan coretan hitam di atas kertas putih, saat kita merasakan gravitasi menahan kita ke bumi, bangunlah. Menjadi sadar akan hidup. Dan bernapas.
Saat kita menarik napas berikutnya, fokuskan pada naiknya perut kita pada saat napas masuk, aliran panas melalui lubang hidung kita pada saat napas keluar. Jika kita menyadari perasaan itu sekarang, saat kita membaca ini, kita hidup di saat ini. Tidak ada yang terjadi selanjutnya. Ini bukan tujuan. Ini dia. Kita sudah ada di saat ini.
Memilih untuk hidup di masa lalu atau masa depan tidak hanya merampas kesenangan kita hari ini, tetapi juga merampas kehidupan sejati kita. Hidup di saat ini membutuhkan latihan, tetapi ketika kita dapat belajar bagaimana hidup dengan cara tersebut, kita akan menjalani kehidupan yang lebih utuh dan menghargai keindahan dalam setiap aktivitas dan setiap detik kita setiap hari.
Seperti pepatah, ‘‘Hiduplah seperti tidak ada hari esok. Hiduplah seolah-olah kita akan mati hari ini. Hidupilah hari ini.”
Add a comment