Salah satu poin nasihat Ryan Holiday dari bukunya, Stillness Is the Key, yang kemudian memunculkan banyak tanya saya. Mengapa? bukankah kita bisa menambah wawasan dari melihat berita? mengetahui informasi terbaru dan banyak hal lainnya? Saya masih tidak bisa mencerna dan kemudian mengabaikannya. Wabah covid merupakan puncak keabaian saya, yang mulai mengerti maksud Ryan. Merasa kewalahan mengetahui banyaknya informasi dari berbagai media berita. Tidak jarang merasa terpancing secara emosional dan berakhir dialog dengan diri sendiri tentang apa yang telah saya rasakan.
Jessica Gold dalam tulisannya pada laman Forbes, How To Protect Your Mental Health Even While Watching The News, menjelaskan bahwa masalah dari menonton berita adalah sangat sulitnya menyeimbangkan antara menginformasikan diri kita sendiri dengan perasaan yang kita dapatkan saat menonton. Terkadang hanya sekedar menyalakan televisi bisa menjadi melelahkan atau memperburuk keadaan emosi kita. Melanjutkan tulisannya, Jessica menemukan sebuah survei yang dilakukan oleh Newsy bahwa semakin banyak jam yang dihabiskan seseorang untuk menonton berita, semakin tinggi tingkat ketakutan yang mereka miliki (meskipun tidak selalu signifikan). Hal ini mungkin berkaitan dengan kecenderungan otak kita yang lebih mengingat hal-hal buruk.
Dalam sebuah penelitian, jumlah waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi secara langsung berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder). Ketakutan juga terkait dengan peningkatan emosi lainnya ketika menonton berita negatif; kesedihan, kekhawatiran, kecemasan dan peningkatan pengaruh negatif lainnya. Secara umum, survei Newsy menunjukkan bahwa ketika menonton berita, sebanyak 13% orang Amerika setuju bahwa mereka pernah menangis dan 35% merasa lebih cemas atau stres daripada biasanya. Berita negatif memiliki dampak yang lebih kuat pada suasana hati penonton. Mungkin juga ada faktor lain mengapa berita negatif bisa sangat memengaruhi seseorang, seperti adanya riwayat trauma serupa sebelumnya atau ketakutan bahkan fobia.
Adapun dari tulisan Zaria Gorvett,berjudul How the news changes the way we think and behave, ternyata liputan berita lebih dari sekadar sumber fakta. Mulai dari sikap hingga isi mimpi kita, hal tersebut bisa menyelinap ke alam bawah sadar dan mencampuri hidup kita dengan cara yang mengejutkan. Ditemukan bukti juga bahwa dampak emosional dari liputan berita bahkan dapat memengaruhi kesehatan fisik kita, meningkatkan peluang kita mengalami serangan jantung atau memungkinkan timbulnya masalah kesehatan bertahun-tahun kemudian.
Salah satu alasan potensial mengapa berita sangat memengaruhi kita adalah apa yang disebut dengan “bias negatif”, sebuah permainan psikologis terkenal yang berarti kita lebih memerhatikan semua hal terburuk yang terjadi di sekitar kita. Hal ini sering dianggap dapat melindungi diri kita dari bahaya karena diri yang lebih awas, membantu menjelaskan mengapa kekurangan seseorang seringkali lebih terlihat oleh kita, mengapa kerugian lebih membebani daripada keuntungan, dan mengapa ketakutan lebih mendominasi daripada peluang. Berita secara tidak sengaja membelokkan persepsi kita tentang realitas yang belum tentu menjadi lebih baik.
Bias negatif ini mungkin juga bertanggung jawab atas fakta bahwa berita positif jarang menarik karena substansi yang dibahas terlalu ringan. Zaria Gorvett memberikan contoh fakta ketika satu situs web, the City Reporter, yang berbasis di Rusia memutuskan untuk melaporkan kabar baik secara eksklusif untuk satu hari di tahun 2014, hasilnya mereka kehilangan dua per tiga dari pembaca mereka. Ilmuwan telah mengetahui selama beberapa dekade bahwa masyarakat umum cenderung secara konsisten memiliki pandangan yang suram akan prospek masa depan.
Orang-orang cenderung khawatir tentang bagaimana krisis akan membuat hidup mereka buruk di masa depan dan hal ini dapat membuat mereka mengonsumsi lebih banyak berita. Menurut Zaria, pandangan bahwa masa depan selalu lebih buruk jelas salah. Hal ini juga berpotensi merusak. Jika orang berpikir mereka tidak akan memiliki pekerjaan atau uang dalam lima tahun, mereka tidak akan berinvestasi, dan ini berbahaya bagi perekonomian. Secara ekstrem, pesimisme kolektif kita bisa menjadi ramalan yang terwujud dengan sendirinya dan ada beberapa bukti bahwa liputan berita mungkin turut bertanggung jawab.
Satu tulisan You Asked: Is It Bad for You to Read the News Constantly? oleh Markham Heid menjabarkan survei terbaru bahwa lebih dari separuh orang Amerika mengatakan berita menyebabkan mereka stres, dan banyak yang melaporkan merasa cemas, kelelahan atau kurang tidur sebagai akibatnya. Tentu saja, banyak orang merasa penting untuk terus mendapatkan informasi. Dan dapat dimaklumi bahwa berita yang kita temukan dapat menimbulkan stres dan kecemasan. Namun adanya perubahan terkini pada cara setiap orang mendapatkan berita, ditambah dengan gaya berita yang mendominasi saat ini, mungkin tidak baik untuk kesehatan mental bahkan fisik kita.
Apa yang dapat kita lakukan untuk menonton berita dengan cara yang sehat?
Dalam tulisan Markham Heid, Chris Peters mengatakan bahwa kita tidak boleh berfokus pada jumlah berita yang kita konsumsi setiap hari, tetapi lebih pada cara kita terlibat dengan berita dalam kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Adapun saran dari Graham Davey, cobalah untuk menyadari bagaimana [berita] mengubah suasana hati kita atau membuat pikiran kita menjadi lebih negatif. Jika kita menyadari adanya lonjakan pesimisme yang dipicu oleh berita, beristirahatlah dengan aktivitas yang meningkatan suasana hati seperti mendengarkan musik, berolahraga, atau menonton sesuatu yang membuat kita tertawa dapat membantu menangkal perasaan gelap tersebut.
Kita juga bisa mengurangi kebiasaan berita seperti membatasi notifikasi pada pengaturan smartphone kita, sehingga dapat mengurangi ketertarikan membuka, menjadi lebih terkendali dan tidak berlebihan. Pendapat ini juga diamini oleh Loretta Breuning, dia merekomendasikan untuk membatasi konsumsi berita kita satu blok waktu setiap hari. Misalnya saat makan siang atau sebelum makan malam. Paling tidak, menurutnya jangan menonton atau membaca berita sebelum tidur. Haley Neidich, merekomendasikan total kurang dari 30 menit per hari untuk scrolling media sosial dan eksposur berita.
Teknik worry time yang dimaksud yakni waktu yang dialokasikan khusus untuk mengelola gejala terkait dengan gangguan kecemasan. Annie Miller mengatakan teknik ini juga berguna untuk mengamati dan mencerna siklus berita. Telusuri berita, akui apapun yang kita khawatirkan, dan buat rencana untuk mengatasi masalah tersebut. Kemudian pilih waktu yang cukup jauh dari jam tidur kita sehingga otak memiliki waktu untuk menenangkan diri sebelum kita beranjak tidur. Ide kuncinya adalah meminimalkan kekhawatiran dan asupan berita dengan menjadwalkannya ke dalam hari kita. Setelah worry time kita selesai, Annie mengingatkan untuk mengesampingkan berita dan mengingatkan diri sendiri bahwa sekarang bukan waktunya untuk khawatir dan beralih fokus ke hal lain.
Kedua: Ukur bagaimana perasaan kita sebelum menonton atau membaca berita
Setelah kita berkomitmen untuk membatasi jumlah berita yang kita tonton, Ashleigh Edelstein, mengatakan langkah selanjutnya adalah mengukur perasaan kita sebelum dan sesudah menonton berita untuk memahami bagaimana hal itu memengaruhi kita. Ashleigh menyarankan untuk melakukan pemeriksaan cepat dan bertanya pada diri sendiri pertanyaan berikut: “Apakah kita merasa mendapat informasi dan tenang, atau panik, marah, dan pesimis?” Jika yang terakhir, Ashleigh mengatakan untuk mempertimbangkan berapa banyak berita yang kita konsumsi dan sumber dari mana kita mendapatkannya. Putuskan untuk mengurangi konsumsi berita kita.
Ketiga: Tonton berita dari sumber terpercaya
Menurut Logan Jones, cara yang sehat untuk mendekati siklus berita adalah dengan mengandalkan media yang kita tahu dapat dipercaya, memiliki reporter berpengalaman yang melakukan penelitian, dan memberikan perspektif yang seimbang.
Keempat: Dapatkan ringkasan berita dari teman dekat atau keluarga
Jika menonton berita secara teratur memicu gejala kecemasan atau depresi, Haley Neidich merekomendasikan untuk tidak terpapar berita sama sekali. Sebaliknya, Haley menyarankan agar kita meminta teman dekat atau keluarga yang memfilter berita untuk kita. Kemudian, minta mereka untuk menghubungi kita beberapa kali per minggu tentang pembaruan paling penting.
Kelima: Berlangganan Buletin atau Podcast
Daripada mengumpulkan berita dari berbagai media, Kellie Casey Cook mengatakan banyak orang merasa terbantu karena berlangganan buletin harian atau podcast berita. Hal ini secara otomatis membatasi waktu dan konten untuk kita. Selain itu, kita dapat mendengarkan podcast sambil berolahraga, yang dapat membantu menjaga tingkat kecemasan dan kekhawatiran kita tetap rendah.
Keenam: Ucapkan mantra bermanfaat
Menurut Logan Jones, konsumsi berita yang sehat bukanlah tentang menyangkal kenyataan, tetapi tentang menciptakan batasan. Rekomendasinya untuk membuat batasan seputar berita negatif dan bencana yakni melafalkan mantra bermanfaat seperti ini: “Peliputan bencana yang toxic tidak bisa menguasai saya. Saya mengakui apa yang terjadi di dunia, tetapi saya tidak akan membiarkan hal itu menentukan hidup saya. Saya akan bertahan dan melakukan bagian saya.”
Ketujuh: Batasi paparan kita terhadap stresor lain
Hal lain yang perlu dipertimbangkan, menurut Kellie Casey Cook adalah memberi izin kepada diri kita sendiri untuk membatasi ekspos terhadap orang-orang tertentu saat ini. Jika kita memiliki teman atau anggota keluarga yang terus-menerus memposting tautan artikel meragukan dari sumber yang tidak dikenal, kita bisa berhenti mengikuti mereka untuk saat ini. Jika teman atau rekan kerja bersikeras mengadakan percakapan terkait peristiwa terkini yang tidak terasa produktif dan meningkatkan kecemasan kita, pertimbangkan untuk membuat batasan dengan mereka.
“The news is not there to inform you, the news is there to make you watch for news. The news is often the worst possible way to get inform.”
Tetap waspada dan terinformasi adalah hal yang baik. Tetapi jika menyangkut kesehatan kita, terlalu banyak berita dapat menyebabkan banyak masalah juga. Semangat berjuang di masa-masa sulit ini, kawan!
Add a comment