Seorang pengusaha kaya, khawatir tentang kebiasaan buruk putranya yang bernama Jack. Dia sering memberinya nasihat dan pengertian kepada Jack tapi tidak pernah berhasil. Kemudian dia mencari nasihat dari seorang master yang bijaksana.
Keesokan harinya, master bertemu Jack dan mengajaknya jalan-jalan ke dalam hutan. Master menunjukkan kepada Jack sebuah tanaman kecil dan meminta Jack untuk mencabutnya. Jack melakukannya dengan mudah, lalu mereka melanjutkan perjalanan.
Saat mereka berjalan, master meminta Jack untuk mencabut sebatang pohon kecil, Jack berhasil meski harus berjuang keras untuk mencabutnya. Master lalu meminta lagi, kali ini untuk mencabut pohon yang lebih besar, namun Jack gagal, bahkan setelah mencoba beberapa kali dengan cara yang berbeda.
Master memandang Jack, tersenyum dan berkata, “Kebiasaan buruk sama seperti tanaman dan pohon. Saat masih baru seperti pohon muda, kita dapat membuangnya dengan cepat dan mudah. Tetapi, jika kita membiarkan mereka tetap tinggal dan tumbuh, mereka akan semain kuat dan menjadi seperti pohon tua yang tidak dapat disingkirkan.”
Apa yang Menyebabkan Kebiasaan Buruk?
Menurut Nicola MacPhail melalui artikelnya, What Causes Bad Habits — And What You Can Do About Them, kebiasaan adalah hasil dari proses kecil yang rapi di otak kita yang menghasilkan efisiensi. Menanggapi ‘tanda’ tertentu, kita berperilaku dengan cara tertentu. Ketika perilaku atau ‘respon’ itu terasa baik, kita merespon seperti itu lagi saat kita menemukan tanda tersebut lagi, dan seterusnya.
Semakin banyak kita merespon, semakin sedikit kita memikirkannya, dan semakin besar kemungkinan kita merespon berulang kali dengan cara yang sama. Breaking Bad Habits, artikel pada laman News in Health, menyebutkan bahwa kebiasaan muncul melalui pengulangan. Mereka adalah bagian normal dari kehidupan, dan sering membantu.
Kita bangun setiap pagi, mandi, menyisir rambut, atau menyikat gigi tanpa menyadarinya. Kita dapat berkendara di sepanjang rute yang sudah dikenal dengan auto-pilot tanpa benar-benar memikirkan arahnya. Ketika perilaku menjadi otomatis, itu memberi kita keuntungan, karena otak tidak harus menggunakan pikiran sadar untuk melakukan aktivitas tersebut. Ini membebaskan otak kita untuk fokus pada hal-hal yang berbeda.
Namun, sementara kebiasaan seharusnya menjadi efisiensi, proses “otomatis” ini cenderung membuat kita benar-benar ‘‘kurang sadar’’ terhadap hal penting lain dan merangkul perilaku “buruk” kita. Sehingga, kita menggigit kuku setiap makan biskuit, atau kita bangun tidur lalu menatap ponsel selama setengah jam. Hal inilah yang menyebabkan kebiasaan buruk melekat begitu keras.
Nicola melanjutkan bahwa “Lingkaran Kebiasaan” (cue, response, reward) ada pada setiap orang. Namun, penelitian menunjukkan bahwa kita lebih cenderung jatuh ke dalam lingkaran kebiasaan ini ketika kita mengalami emosi negatif. Emosi ini kemudian sering menjadi tanda (cue) untuk respon (response) kebiasaan itu sendiri.
Misalnya, banyak orang mengeluhkan bahwa mereka akan makan lebih banyak saat bosan atau lelah. Orang lain minum alkohol atau merokok lebih banyak saat mereka stres. Orang menunda-nunda, karena mereka tidak merasa senang dengan tugas yang mereka hadapi. Emosi negatif ini dengan demikian bertindak sebagai tanda (cue) yang menghubungkan respon (response) dan ganjaran (reward) atas kebiasaan buruk kita.
Adapun menurut James Clear melalui tulisannya, How to Break a Bad Habit and Replace It With a Good One, bahwa kebiasaan buruk mengganggu hidup kita dan mencegah kita mencapai tujuan. Mereka membahayakan kesehatan, baik secara fisik maupun mental. Dan mereka membuang waktu dan energi kita.
Sebagian besar kebiasaan buruk kita disebabkan oleh dua hal: stres dan kebosanan. Seringkali, kebiasaan buruk hanyalah cara untuk mengatasi stres dan kebosanan. Segala sesuatu mulai dari menggigit kuku, berbelanja berlebihan, minum alkohol setiap akhir pekan, hingga membuang-buang waktu di internet, bisa menjadi respon sederhana terhadap stres dan kebosanan.
Tapi tidak harus seperti itu. Kita dapat mengajari diri sendiri cara-cara baru dan sehat untuk mengatasi stres dan kebosanan, yang kemudian dapat menggantikan kebiasaan buruk kita.
Namun, terkadang stres atau kebosanan yang muncul di permukaan sebenarnya disebabkan oleh masalah yang lebih dalam. Masalah-masalah ini mungkin sulit untuk dipikirkan, tetapi jika kita serius ingin melakukan perubahan, maka kita harus jujur pada diri sendiri. Mengenali penyebab kebiasaan buruk kita sangat penting untuk mengatasinya.
Bagaimana Menghentikan Kebiasaan Buruk?
Jika kita tahu ada sesuatu yang buruk bagi kita, mengapa tidak berhenti saja? Artikel yang sama dari News in Health memaparkan bahwa sekitar 70% perokok mengatakan mereka ingin berhenti. Penyalahguna narkoba dan alkohol berjuang untuk melepaskan kecanduan yang melukai tubuh mereka dan menghancurkan keluarga dan persahabatan.
Dan banyak dari kita memiliki kelebihan berat badan yang tidak sehat, yang bisa kita turunkan jika saja kita makan dengan benar dan lebih banyak berolahraga. Jadi mengapa kita tidak melakukannya?
Penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan berbasis kesenangan jauh lebih sulit untuk dihilangkan. Perilaku yang menyenangkan dapat mendorong otak kita untuk melepaskan zat kimia yang disebut ‘dopamin’. Jika kita melakukan sesuatu berulang kali, dan dopamin ada saat kita melakukannya, itu semakin memperkuat kebiasaan tersebut. Saat kita tidak melakukan hal-hal itu, dopamin menciptakan keinginan untuk melakukannya lagi.
Para peneliti News in Health menemukan bahwa tidak ada satu pun cara efektif untuk menghentikan kebiasaan buruk. Ini bukan satu ukuran yang cocok untuk kita semua. Namun, salah satu pendekatannya adalah fokus untuk menjadi lebih sadar akan kebiasaan tidak sehat kita. Kemudian kembangkan strategi untuk menangkalnya.
Kebiasaan dapat dikaitkan dalam pikiran kita dengan tempat dan aktivitas tertentu. Kita dapat mengembangkan rencana, misalnya, putuskan untuk menghindari pergi ke tempat-tempat di mana kita biasanya merokok. Jauhi teman dan situasi yang terkait dengan masalah minum atau penggunaan narkoba.
Teknik lain yang bermanfaat adalah memvisualisasikan diri kita dalam situasi yang menggoda. Latih secara mental perilaku yang baik daripada yang buruk. Jika kita akan berada di sebuah pesta dan ingin makan sayur daripada makanan yang menggemukkan, bayangkan diri kita melakukannya secara mental. Ini tidak dijamin berhasil, tetapi pasti bisa membantu.
Cara lainnya adalah dengan secara aktif mengganti rutinitas yang tidak sehat dengan yang baru dan sehat. Beberapa orang menemukan bahwa mereka dapat mengganti kebiasaan buruk, bahkan kecanduan narkoba, dengan perilaku lain, seperti berolahraga.
Namun sekali lagi, hal itu tidak berhasil untuk semua orang. Tetapi, kelompok pasien tertentu yang memiliki riwayat kecanduan serius dapat terlibat dalam perilaku tertentu yang ritualistik dan kompulsif, seperti lari maraton dan itu membantu mereka menjauhi narkoba. Perilaku alternatif ini dapat menangkal dorongan untuk mengulangi perilaku mengonsumsi obat.
Faktor lain yang membuat kebiasaan sangat sulit untuk dihilangkan adalah mengganti kebiasaan yang lama dengan yang baru, tidak akan menghapus perilaku asli kita. Sebaliknya, keduanya tetap ada di otak kita. Tapi, kita bisa mengambil langkah untuk memperkuat yang baru dan menekan yang asli.
Dikutip dari artikel berjudul 9 Bad Eating Habits and How to Break Them, berikut ini adalah beberapa contoh kebiasan makan yang buruk dan umum terjadi beserta cara memperbaikinya:
Kebiasaan Buruk: Melewatkan Sarapan
Kita tahu bahwa sarapan adalah makanan terpenting hari itu, tetapi dengan begitu banyak tugas lain yang bersaing untuk mendapatkan perhatian kita, pada akhirnya kita mungkin memutuskan tidak punya waktu untuk makan.
Ketika kita melewatkan sarapan, metabolisme kita mulai melambat. Ditambah lagi, sarapan memberi kita dorongan energi yang dibutuhkan untuk menjalani hari kita. Tanpa bahan bakar ini, kemungkinan besar, kita akan makan berlebihan nantinya.
Sebuah studi baru terhadap anak sekolah Cina menemukan bahwa mereka yang melewatkan sarapan mengalami kenaikan berat badan yang jauh lebih signifikan selama periode 2 tahun dibandingkan mereka yang melakukan sarapan.
Cara memperbaiki: Siapkan makanan sarapan sehat yang dapat kita konsumsi saat dalam perjalanan. Jika kita terburu-buru, cobalah makanan yang mudah seperti buah utuh, yogurt, sereal batangan buatan sendiri, dan smoothie.
Kebiasaan Buruk: Makan Emosional
Kita mengalami hari yang buruk di kantor, dan saat tiba di rumah, kita membuka kulkas dan makan, ini jelas bukan strategi diet yang baik. Kita memasukkan makanan ke dalam mulut sebagai mekanisme koping.
Sejumlah penelitian mengkonfirmasi bahwa emosi, baik positif maupun negatif, dapat menyebabkan orang makan lebih banyak dari yang seharusnya, sebuah batu sandungan penurunan berat badan yang mudah.
Cara memperbaiki: Temukan penghilang stres baru. Jika kita stres di tempat kerja, saat pulang, sempatkanlah jalan-jalan daripada makan atau telepon teman yang akan berempati. Hal ini juga akan melampiaskan dan menghilangkan stres dari bahu kita. Pilih aktivitas apa pun yang kita suka selama itu membuat kita keluar dari dapur.
Kebiasaan Buruk: Makan Terlalu Cepat
Melahap makanan, apakah kita sedang ngemil atau makan, tidak memberi otak kita waktu untuk mengejar perut kita. Otak tidak memberi sinyal bahwa kita kenyang sampai sekitar 15 sampai 20 menit setelah kita mulai makan.
Jika kita menghabiskan makanan dalam 10 menit atau kurang, kita bisa makan lebih banyak dari yang kita butuhkan. Dalam sebuah penelitian terhadap 3.200 pria dan wanita, peneliti Jepang menemukan bahwa makan terlalu cepat sangat terkait dengan kelebihan berat badan.
Cara memperbaiki: Untuk memperlambat cara makan kita, secara fisik letakkan sendok atau garpu di antara gigitan, ambil gigitan yang lebih kecil, dan pastikan untuk mengunyah setiap gigitan dengan saksama. Juga, minum air selama makan akan membantu kita melambat dan merasa lebih kenyang saat kita makan.
Kebiasaan Buruk: Tidak Cukup Tidur
Tidak cukup tidur bisa merusak upaya penurunan berat badan kita? Ya, menurut analisis para peneliti di Tokyo. Mereka menemukan bahwa pria dan wanita yang tidur 5 jam atau kurang semalam, lebih cenderung mengalami kenaikan berat badan daripada mereka yang tidur 7 jam atau lebih.
Cara memperbaiki: Tetapkan rutinitas untuk diri kita sendiri, dan cobalah tidur dan bangun pada waktu yang sama setiap hari, bahkan di akhir pekan. Jaga agar kamar tidur tetap gelap dan nyaman, dan hindari ponsel, TV atau komputer setidaknya satu jam sebelum tidur. Jika kita membutuhkan motivasi ekstra untuk mematikan lampu lebih awal, ingatlah bahwa semakin baik kita tidur, semakin baik pula angka saat kita menimbang timbangan di pagi hari.
“If you do not pour water on your plant, what will happen? It will slowly wither and die. Our habits will also slowly wither and die away if we do not give them an opportunity to manifest. You need not fight to stop a habit. Just don’t give it an opportunity to repeat itself.”
— Sri S. Satchidananda
Menjadi lebih baik selalu menjadi bagian yang paling sulit. Begitu pun menghentikan kebiasaan buruk. Kita butuh waktu dan usaha yang tidak akan mudah, dan kebanyakan membutuhkan ketekunan.
Beberapa orang yang akhirnya mencoba menghentikan kebiasaan buruk, pernah gagal berkali-kali sebelum berhasil. Kita mungkin juga akan menemui proses yang sama, tetapi hal itu tidak berarti kita tidak dapat mencapainya sama sekali.
Add a comment