Mengapa beberapa orang bisa berhasil sementara beberapa orang lain gagal? Apakah resep rahasia di balik keberhasilan mereka? Banyak orang mengaitkan kesuksesan dengan kerja keras, mau belajar, mempunyai jaringan pertemanan yang luas, dan mungkin keberuntungan. Hal-hal tersebut memang benar adanya, namun ada satu hal penting lagi yang mungkin terdengar sepele namun sangat mempunyai pengaruh besar terhadap kesuksesan, yakni kemampuanmu untuk meminta pertolongan.
Banyak dari kita yang tidak melakukannya karena kita khawatir jika meminta pertolongan akan membuat kita terlihat tidak berkompetensi, atau mungkin merasa gengsi karena kita merasa lebih mampu, atau tidak siap menerima penolakan dari orang lain. Terlepas dari itu semua, hal yang harus kita sadari adalah ketika kita mau meminta pertolongan, kita membuka jalan baru kepada sumber daya dan informasi yang mungkin tidak akan pernah kita dapatkan sebelumnya.
Meminta Bantuan adalah Jembatan Antara Kita dengan Kesuksesan Suatu hari seorang bayi bernama Cristina lahir di Romania. Tak lama setelah hari lahirnya, Cristina mengalami craniosynostosis, sebuah kondisi di mana ubun-ubun sang bayi menutup lebih cepat dari seharusnya sehingga mengakibatkan kepala bayi berkembang secara tidak normal dan bentuk kepala bayi menjadi tidak sempurna. Operasi dapat memperbaiki struktur kepala Cristina, namun menemukan dokter spesialis di Romania yang mampu menjalankan prosedur tersebut sangatlah sulit.
Beruntungnya, bibi dari Cristina yang bernama Felicia dapat menemukan jawaban dari masalah ini pada sebuah kegiatan yang disebut dengan Reciprocity Ring. Di sana orang-orang dengan berbagai macam latar belakang berkumpul untuk saling meminta dan memberi bantuan. Tiap peserta akan diberi kesempatan untuk menyampaikan apa yang menjadi permintaannya yang selanjutnya akan dijawab oleh mereka yang memiliki solusi dari masalah tersebut. Reciprocity Ring memberikan anggotanya akses terhadap pengetahuan kolektif dan sumber daya dari jejaring yang lebih luas. Felicia memanfaatkan kesempatan ini untuk mendapatkan kontak dari dokter ahli bedah kranial anak. Akhirnya, salah satu dari peserta yang merupakan dokter anak bersedia untuk menghubungkannya dengan rekan dokter spesialisnya. Cristina pun mendapatkan pertolongan yang ia butuhkan.
Kunci dari kisah ini adalah kita pasti akan membutuhkan bantuan dari orang lain di satu titik kehidupan. Jika kita tidak memberi tahu orang lain akan pertolongan apa yang kita butuhkan, mereka tidak akan tahu bagaimana cara untuk menolong kita. Kita tidak akan pernah mengetahui apa yang orang lain ketahui hingga kita bertanya padanya. Penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 90 persen dari pertolongan yang diberikan di lingkungan kerja terjadi ketika permintaan pertolongan itu dinyatakan. Jadi ketika kamu merasa kewalahan dengan pekerjaanmu, jangan ragu untuk meminta bantuan.
Sering Sekali Kita Meragukan Kesediaan Orang Lain untuk Membantu Orang-orang membantu satu sama lain lebih dari yang kamu perkirakan. Sebuah survei global yang diadakan oleh Gallup menunjukkan bahwa 73% orang Amerika telah membantu setidaknya satu orang asing dalam waktu satu bulan terakhir. Gallup juga memperkirakan bahwa setidaknya ada 2,2 miliar orang di dunia yang menolong satu orang asing di setiap bulannya. Walaupun begitu, masih banyak orang mengalami kesulitan untuk meminta pertolongan dari orang yang berada di luar dari lingkar sosial terdekat mereka. Perlu diketahui jika kenalan yang kalian miliki (walaupun hubungan di antara kalian tidak begitu dekat) dapat menjadi sebuah penghubung ke lingkar sosial yang berbeda. Meminta pertolongan kepada mereka dapat membuka pintu ke informasi dan solusi baru.
Teman-teman lama yang sudah bertahun-tahun tidak kamu jumpai juga bisa menjadi jalan solusi alternatifmu. Kamu bisa saja berasumsi bahwa usahamu untuk menghubungi akan ditolak atau teman lamamu akan membencimu karena menghubunginya untuk mendapatkan pertolongan saja. Tapi ketahuilah, sebagian besar orang senang untuk mendengar kabar dari teman lamanya dan cenderung bersedia untuk menolong, kecuali jika kamu memiliki masa lalu yang buruk dengannya. Berhubung kalian telah menjalani kehidupan yang berbeda, kemungkinan besarpun jejaring sosial yang kalian miliki sudah jauh berbeda yang mana bisa menjadi jawaban untuk masalahmu.
Budaya dan Sistem dari Sebuah Perusahaan Mungkin Mencegah Kita Untuk Meminta Pertolongan Seberapa besar budaya perusahaan mempengaruhi keputusanmu dalam memilih pekerjaan? Untuk beberapa orang, budaya sama penting nya dengan peran pekerjaan yang ia akan jalani dan gaji yang ditawarkan. Menurut para peneliti di Google, bahan utama untuk membentuk budaya yang mendukung pertumbuhan karyawan perusahaan adalah keamanan psikologis. Ketika lingkungan kerja melindungi sisi psikologis dari karyawan, mereka akan merasa nyaman untuk mengjukan pertanyaan, mengakui kesalahan, dan menunjukkan masalah yang perlu dipecahkan dalam perusahaan. Kathryn Dekas, seorang manajer senior di Google, mengakui bahwa keamanan psikologis merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam proses inovasi produk yang mereka luncurkan.
Sayangnya, di beberapa perusahaan, meminta pertolongan atau menanyakan pertanyaan krusial sering memiliki konsekuensi negatif kepada para karywan. Ini akan berakibat buruk pada perusahaan kedepannya. Selain budaya yang tidak mendukung, terlalu mementingkan skill dan pengalaman individu dalam proses perekrutan tanpa mempertimbangkan karakter dan kecocokan ia terhadap tim akan mengakibatkan kebiasaan untuk saling tolong menolong antar karyawan menghilang.Rich Sheridan, CEO dari Menlo Innovations, mempelajari bahwa untuk menemukan seorang programmer yang baik, ia mencari individu yang tidak hanya memiliki pengetahuan teknis dan pengalaman yang mumpuni, tetapi ia juga harus mempunyai “good kindergarten skills” – yang berarti seseorang tersebut penuh dengan hormat, dapat menjaga hubungan baik dengan rekan kerja dan mau untuk berbagi.
Penulis juga menyampaikan bahwa pemberian peringkat untuk berkompetisi dan pemberian penghargaan secara individu tanpa memperhatikan support yang diberikan oleh orang-orang di belakangnya dapat memiliki dampak negatif terhadap kooperasi dalam tim. Jika perusahaan hanya menghargai pencapaian individu saja, justru budaya yang akan terbangun adalah budaya kompetisi yang menjadikan meminta dan memberi pertolongan sebagai sesuatu yang tabu.
Meminta Pertolongan Sama Pentingnya dengan Memberikannya “Ada kebahagiaan yang lebih besar ketika kamu memberi dari pada menerima” – kurang lebih begitulah bunyi salah satu kata bijak yang sering kita dengar. Tetapi apakah ini berarti bahwa menerima sesuatu adalah hal yang memalukan? Tidak sama sekali. Memberi dan menerima adalah satu siklus yang tidak dapat dipisahkan. Dan kehidupan harus dijalankan dengan seimbang bukan? Menurut penulis, terdapat 4 kategori umum yang dapat menggambarkan perilaku meminta dan memberi dari seseorang.
Kategori pertama adalah seorang pemberi yang berlebihan. Orang-orang dalam kategori ini sangat senang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk memberi sampai-sampai mereka mengalami apa yang disebut dengan “generosity burnout”. Mereka menikmati rasa terima kasih dari orang yang mereka beri. Sayangnya, jarang sekali mereka memberi tahu orang lain mengenai hal-hal yang dirinya butuhkan sehingga sang pemberi ini sering sekali melewatkan ide, informasi dan kesempatan yang mungkin dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan yang lebih besar.
Kategori kedua adalah sang penerima yang egois. Mereka yang tergolong dalam kategori ini hanya mementingkan kebutuhan pribadinya tanpa memiliki keinginan untuk membalas budi baik dari pihak yang membantunya. Namun menurut penelitian, ada kalanya sang penerima akan memberi sesuatu; yakni ketika perbuatannya diperhatikan oleh publik secara luas. Hal ini dilakukan karena mereka ingin melindungi reputasi baik yang dimiliki dan tidak ingin terlihat egois.
Kategori ketiga adalah mereka yang hanya bergantung pada dirinya sendiri. Mereka tidak pernah sekalipun meminta ataupun memberi pertolongan. Sebagai hasilnya, mereka cenderung terisolasi dari hubungan sosial yang ada. Menurut penulis ini adalah kategori terburuk karena sehebat apapun mereka, sangatlah diperlukan untuk menjalin hubungan dengan manusia lain pada satu titik tertentu.
Terakhir adalah kategori seseorang yang menjaga keseimbangan terhadap porsi memberi dan menerima. Orang-orang ini sangatlah populer di kalangan teman dan rekan kerjanya karena bantuan yang mereka berikan. Mereka juga tidak ragu dalam meminta pertolongan ketika mereka membutuhkannya. Menurut sebuah penelitian yang dilaksanakan di perusahaan telco, karyawan dengan kategori giver-requester adalah orang yang paling produktif dan dihormati oleh rekan kerjanya.
Belajar Untuk Meminta Pertolongan Dengan Baik Akan Membawamu Lebih Dekat ke Tujuanmu Ketika ingin meminta pertolongan kepada orang yang tepat, terkadang kita mengalami kesulitan dalam menyampaikan apa yang menjadi kebutuhan kita dengan cara yang meyakinkan dan mudah dipahami. Menurut penulis, ada tiga langkah yang harus diikuti untuk membuat permintaan yang efektif.Langkah pertama adalah ketahui dengan jelas tujuanmu. Jika terasa sulit menentukannya, tulis apapun yang akan kamu kerjakan dan beri alasan mengapa ini penting untuk dilakukan.
Setelah mengetahui apa yang menjadi tujuan, sangat disarankan agar kamu memformulasikan permintaanmu dengan metode SMART yang merupakan singkatan dari specific, meaningful, action-oriented, realistic, dan timebound. Permintaan yang spesifik memiliki efek yang lebih kuat dibandingkan permintaan yang tidak jelas. Menjelaskan alasan dan tujuan dibalik mengapa kamu memerlukan hal ini dapat membuat calon pemberi merasa tergerak untuk memenuhi permintaan, apa lagi jika permintaan tersebut terkait dengan sesuatu atau komunitas yang lebih besar dari sekedar kebutuhan pribadi. Setelah itu kamu harus memberi tahu langkah apa yang ia bisa berikan untuk membantumu mencapai tujuan tersebut. Perlu diingat bahwa permintaanmu harus bersifat realistis dan sesuai dengan kemampuan dari calon pemberi bantuan; cek latar belakang singkat darinya. Terakhir, berikan batasan waktu terhadap permintaanmu agar apa yang menjadi keinginanmu dapat terlaksana dengan baik. Hal ini penting karena manusia cenderung menunda-nunda pekerjaan ketika sesuatu tidak memiliki ujung yang jelas.
Langkah ketiga adalah, ketahui kepada siapa permintaan pertolongan ini harus ditujukan. Jangan menentukan siapa yang dapat membantu hanya berdasarkan pada pengetahuan spesifik apa yang ia punya, namun pertimbangkan juga koneksi jejaring sosial yang ia miliki. Terkadang, walaupun seseorang yang kita kenal tidak memiliki hal yang diperlukan untuk membantu, mungkin ia mengenal orang lain yang memiliki sumber daya yang kita butuhkan.
Setelah tiga langkah tersebut terpenuhi, sekarang adalah saatnya menentukan apakah permintaan ini harus disampaikan dengan cara bertemu secara langsung, melalui media telepon, atau cukup melalui pesan tertulis saja. Penelitian menunjukkan bahwa pertemuan tatap muka 34 kali lebih efektif dibandingkan request melalui email. Namun di tahap ini, kamu harus pandai menyesuaikan diri terhadap preferensi dari calon pemberi bantuan. Jika mereka sedang sibuk, akan lebih baik jika kamu dapat membuat pesan tertulis terlebih dahulu untuk menemukan waktu yang tepat. Satu hal lagi, jangan takut untuk menerima penolakan. Sebelum novel Harry Potter mencapai puncak ketenaran, J.K. Rowling ditolak 12 kali oleh pihak penerbit. Jadi, coba terus hingga kamu menemukan titik terang.
Buat Norma dan Rutinitas yang Memberi Karyawan Kebebasan untuk Meminta Pertolongan Salah satu faktor pendorong perkembangan perusahaan adalah dengan menciptakan sebuah kondisi dimana karyawan merasa nyaman untuk meminta pertolongan dan mendiskusikan kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Ada beberapa kegiatan praktis yang dapat kita manfaatkan untuk membangun lingkup kerja yang mendukung keamanan psikologis.
Cara pertama penulis sebut dengan stand-up. Cara kerjanya: Sekali dalam sehari, anggota dari tim diminta untuk berdiri membentuk lingkaran selama kurang lebih 15 menit dan secara bergiliran memberikan update singkat mengenai perkembangan dari pekerjaan masing-masing. Di sebuah perusahaan software bernama Atlassian menerapkan metode ini di pagi hari dan setiap anggota tim harus menjawab 3 pertanyaan: Apa yang saya kerjakan kemarin? Apa yang saya akan kerjakan hari ini? Apa saja hal-hal yang menghambat pekerjaan saya? Sementara, Menlo Innovations yang mengedepankan nilai tolong menolong menambahkan satu pertanyaan lagi dalam penerapannya, yakni: Bantuan apa yang saya perlukan? Cara ini mirip dengan metode Reciprocity Ring yang telah dijelaskan di awal tadi.
Cara Alternatif Memperbaiki Hubungan Antar Departemen Perusahaan yang Mulai Rapuh Efek samping jika perusahaan memiliki struktur organisasi yang begitu besar adalah munculnya jurang pemisah antar departemen atau unit kerja. Beberapa departemen bergerak mengerjakan proyek masing-masing tanpa melakukan koordinasi dengan departemen terkait; bisa jadi mereka mengerjakan proyek yang sama tanpa menyadarinya. Hal ini akan merugikan perusahaan dari segi waktu dan sumber daya.
Untuk menyambungkan kembali perpecahan struktur yang ada dalam perusahaan, program continuing-education bisa jadi solusi alternatif. Program ini didesain khusus untuk karyawan korporasi yang pesertanya dihadirkan dari departemen dan unit kerja yang berbeda, bahkan dari kantor cabang sekalipun bisa dilibatkan. Di forum ini, para peserta diajak untuk berdiskusi membahas isu tertentu yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan baik dari segi operasional maupun pendapatan. Diharapkan para karyawan dengan latar belakang berbeda ini dapat saling mengenal, bersosialisasi, dan berkolaborasi untuk memecahkan masalah.
Perusahaan juga dapat menerapkan flexible budgeting yang berarti tiap departemen memiliki kebebasan untuk memberikan sebagian dari anggarannya kepada departemen lain atau project tertentu. Mungkin praktik ini jarang sekali terjadi. Namun jika hal ini bisa dilakukan, budaya tolong menolong akan terbentuk sehingga rasa egois dari tiap departemen dapat ditekan demi kebaikan menyeluruh yang terjadi pada perusahaan.
Sadari, Apresiasi dan Beri Penghargaan Kepada Mereka yang Meminta dan Memberi Pertolongan Perusahaan yang benar-benar serius dalam menciptakan budaya tolong menolong dalam lingkup kerjanya harus membuat aksi nyata dalam proses rekognisi dan memberikan reward kepada para karyawan yang melakukannya. Agar berjalan efektif, rekognisi ini harus dilakukan secara berulang, penuh ketulusan, dan berfisat personal.
Salah satu cara kreatif yang dilakukan oleh Algentis, sebuah perusahaan outsourcing sumber daya manusia di California, dalam membudayakan tolong menolong adalah dengan menjalankan program High-5. Setiap kali seorang karyawan meluangkan waktu untuk membantu karyawan lain, peminta bantuan dapat mengirimkan High-5 virtual yang berupa voucher gift-card Amazon senilai 25 dolar AS. Terbukti, cara ini dapat meningkatkan kolaborasi antar tim dan membuat peran mereka terlihat dalam perusahaan. Tidak menutup kemungkinan bahwa pihak Human Resource dalam perusahaan juga dapat memberikan penghargaan kepada mereka yang meminta pertolongan agar dinding yang terbangun antar individu serta departemen dapat semakin tergerus.
Percayalah jika budaya tolong menolong ini dapat terbentuk, perusahaan akan mampu menghadapi berbagai macam jenis tantangan yang akan melanda di masa mendatang! Semoga ringkasan ini bermanfaat!
Add a comment