Banyak dari kita tidak suka perubahan. Kita takut pada sesuatu yang belum atau bahkan tidak diketahui sama sekali. Hal-hal yang ‘‘segar’’ ini dianggap tidak memiliki peluang, mereka tidak pasti. Dan menjadi ‘‘pemula kembali’’ berarti harus siap pada perjalanan panjang yang tidak akan mudah untuk dilalui.
Tidak ada yang suka berkubang dalam ketidakmampuan mereka sendiri. Sayangnya untuk pemula dari segala hal di mana-mana, berkubang dalam ketidakmampuan diri sendiri, tidak dapat dihindari jika kita ingin belajar bahasa Inggris, atau merajut, atau bergabung dengan liga sepak bola, atau hobi baru apa pun yang ada dalam pikiran kita.
Bagi beberapa orang, mencoba hal baru mungkin terasa sangat menantang dan menyenangkan. Namun beberapa orang lainnya mungkin meyakini bahwa ketakutan terhadap hal baru dapat berubah menjadi fobia yang melemahkan kehidupannya.
Neophobia, atau ketakutan akan hal-hal baru ini adalah satu fobia yang relatif rumit. Tidak hanya ketakutan pada hobi yang ingin kita coba, hal ini mungkin juga berupa takut mencoba item baru di menu restoran favorit kita, atau mungkin takut akan kebijakan baru di tempat kerja.
Pemicu dan Faktor Risiko
Lisa Fritscher menuliskan dalam Coping With the Fear of New Things, bahwa neophobia mungkin merupakan hasil dari akumulasi sejumlah faktor yang berbeda. Memiliki kerabat dekat dengan kecemasan, meningkatkan risiko seseorang mengembangkan fobia. Pengalaman yang menjengkelkan atau traumatis juga dapat berperan.
Dalam kasus neophobia, memiliki pengalaman yang menyedihkan ketika mencoba hal-hal baru dapat berkontribusi pada timbulnya ketakutan ini. Neophobia mungkin terkait dengan kembarannya yakni ketakutan akan kesuksesan dan kegagalan.
Untuk benar-benar berhasil atau gagal, perlu mengambil risiko. Kedua hasil tersebut berpotensi mengubah hidup, memaksa orang untuk beradaptasi dengan keadaan baru. Orang dengan neophobia mungkin merasa bahwa potensi manfaat kesuksesan tidak lebih besar daripada potensi pergolakan dalam hidup mereka.
Secara umum, orang cenderung menjadi ‘‘makhluk kebiasaan’’. Mereka sering menghabiskan waktu puluhan tahun di rumah yang sama, bekerja untuk atasan yang sama, mengendarai mobil yang sama, dan bahkan makan makanan yang sama setiap Jumat malam.
Keakraban juga cenderung berdampak pada preferensi pribadi seseorang. Semakin banyak seseorang terpapar pada sesuatu, semakin mereka cenderung menyukainya. Ada kalanya berpegang teguh pada yang akrab dapat berfungsi sebagai mekanisme koping adaptif, terutama ketika seseorang menghadapi stres.
Sebagai contoh, para peneliti telah menemukan bahwa menonton ulang acara TV dapat menjadi cara untuk mengurangi perasaan cemas dan mengembalikan rasa kontrol diri. Itu alasan yang sama mengapa orang menikmati makan makanan tertentu yang menenangkan. Keakraban dapat berfungsi sebagai sumber kenyamanan ketika orang lelah dan stres.
Seiring waktu, terus-menerus memilih yang ‘‘akrab’’ mungkin berperan dalam keragu-raguan pada hal yang tidak dikenal. Beberapa ketakutan akan hal yang tidak diketahui adalah normal dan bahkan adaptif. Ketika rasa takut ini menjadi berlebihan, menyusahkan, dan membatasi kehidupan, hal itu menunjukkan masalah yang lebih serius.
Tanda dan Gejala
Lisa menambahkan dalam tulisannya bahwa neophobia dapat menyebabkan gejala fisik, psikologis, dan perilaku. Beberapa tanda fisik dari jenis fobia ini dapat mencakup perasaan:
Sesak napas
Pusing
Peningkatan detak jantung
Mual
Gemetaran
Gejala psikologis termasuk perasaan cemas, rasa tidak nyata, atau ketakutan akan kematian. Respon fisik dan psikologis yang dialami orang ketika dihadapkan dengan hal-hal baru berkontribusi pada tanda-tanda perilaku fobia, yang mungkin melibatkan menghindari pengalaman baru atau menahannya dengan tekanan ekstrem.
Neophobia menantang kebutuhan manusia akan kebaruan dengan ketakutan akan hal yang tidak dikenal. Dalam bentuknya yang paling ringan, hal tersebut bahkan mungkin tidak dikenali sebagai ketakutan. Beberapa orang adalah pengambil risiko yang lebih besar daripada yang lain, dan tidak ada yang salah dengan memilih rutinitas yang nyaman.
Cara Mengatasi
Dirangkum dari tulisan Cari Romm berjudul, A Psychologist Explains How to Conquer Your Fear of Trying New Things, memaparkan beberapa cara untuk merasa sedikit lebih baik tentang memasukkan diri kita ke dalam pengalaman baru dan membantu mengatasi kesengsaraan awal kita ke bagian di mana hal itu menjadi benar-benar menyenangkan.
Pertama: Ingatlah bahwa tidak apa-apa dan normal untuk tidak langsung menyukainya.
Tidak peduli keterampilan baru apa yang kita coba ambil, kita mungkin tidak akan bersenang-senang di awal. Faktanya, kita siap untuk mewaspadai pengalaman baru, kata Keith Rollag, dari sudut pandang evolusioner, mencoba hal-hal baru, untuk sebagian besar sejarah manusia, bisa jadi berbahaya.
Kinerja kita dapat berdampak besar pada status kita, dan status, pada gilirannya, memengaruhi kemampuan kita untuk mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan. Bagi nenek moyang kita yang jauh, tidak terlihat bodoh adalah masalah bertahan hidup.
Semua itu berarti bahwa jauh di dalam otak kita ada ketakutan awal untuk terlihat buruk, ketakutan untuk tidak tampil sebaik orang lain. Salah satu tantangan dengan hobi baru adalah kenyataan bahwa kita bertemu orang baru, grup baru, pengalaman baru, dan itu memicu banyak kecemasan yang kita miliki tentang menjadi pendatang baru.
Dengan kata lain: Tidak langsung menyukainya bukanlah tanda bahwa kita telah melakukan kesalahan besar. Itu bagian dari menjadi manusia. Kenikmatan akan datang saat kebaruan memudar.
Kedua: Ingatlah bahwa tidak ada yang memperhatikan kita.
Mungkin kita pernah mendengar tentang “efek sorotan”, kecenderungan kita untuk percaya bahwa semua mata tertuju pada kita, ketika pada kenyataannya, tidak ada yang memperhatikan. Jika kita merasa sadar diri, efek sorotan dapat menjadi pemeriksaan realitas yang berguna.
Menurut Keith, jika kita berada di lereng ski, kebanyakan orang tidak mencari-cari seorang pemula, hanya untuk menertawakan mereka dan mengevaluasi mereka. Mereka baru saja turun gunung.
Jika itu tidak cukup untuk meredakan kegugupan kita, coba pikirkan logikanya. Untuk benar-benar mempermalukan diri sendiri di depan orang lain, orang lain itu harus benar-benar memperhatikan kita. Dan itu baru langkah pertama.
Keith menambahkan bahwa orang-orang harus memperhatikan penampilan kita, mereka harus tahu bahwa itu buruk, mereka harus peduli, dan mereka harus melakukan sesuatu untuk itu, seperti tertawa secara terang-terangan atau menunjukkan kita kepada orang lain.
Atau sebaliknya. Katakanlah kita seorang pelari, misalnya: Seberapa sering, ketika kita sedang berlari, apakah kita cukup sadar untuk memperhatikan dan menilai orang asing yang terengah-engah saat mereka berlari? Tidak terlalu sering, bukan? Itu juga yang dirasakan orang lain.
Ketiga: Masuklah dengan pola pikir yang benar.
Orang cenderung mendekati keterampilan baru dengan salah satu dari dua cara: beberapa ingin mempelajarinya, sementara yang lain ingin menguasainya. Tampaknya perbedaan halus, tetapi itu penting: yang pertama seperti, ‘Saya tahu bahwa saya tidak benar-benar tahu bagaimana melakukan ini, saya akan membuat kesalahan, tetapi kesenangan dalam hal ini adalah semacam mencari tahu bagaimana melakukannya,’ sedangkan yang kedua adalah tentang ‘melakukan dengan baik, mengesankan orang lain, menemukan bakat alami kita dalam sesuatu.’
Masuk dengan kerendahan hati dari pendekatan pembelajaran memungkinkan kita untuk menikmati diri sendiri bahkan saat kita mengalami kesulitan. Bagaimanapun juga, itu hanya bagian dari proses. Menembak untuk penguasaan, di sisi lain, membuat kita siap untuk kegagalan dengan cukup cepat.
Hal itu tidak berarti bahwa ini semua tentang perjalanan, ada baiknya untuk tetap memiliki tujuan akhir dalam pikiran. Namun, dapat membantu untuk memikirkan dengan hati-hati tentang apa tujuan akhir itu, dan memulai dengan yang ramah untuk pemula. Mungkin hobi baru kita adalah maraton, misalnya; berlari satu dalam waktu kurang dari empat jam adalah tujuan, tetapi menjadi bugar dan bertemu dengan pelari lain juga merupakan hasil yang layak.
Keempat: Persiapkan sebelum kita mulai.
Mengambil pendekatan pembelajaran juga tidak berarti kita harus buta. Apa pun yang kita coba, melakukan sedikit persiapan sebelumnya dapat membuat pengalaman pertama kita jauh lebih tidak menakutkan.
Menurut Keith, sejauh orang dapat melatih sesuatu, hampir seolah-olah mereka telah melakukannya sebagian. Jadi semakin kita dapat mengurangi emosi dan perasaan itu (kecemasan), semakin besar kemungkinan seseorang akan memiliki pengalaman yang baik.
Ingin mencoba membuat kue? Sebelum kita benar-benar merusak peralatan dapur, mungkin tonton beberapa tutorial YouTube dan luangkan beberapa menit untuk mencari semua istilah yang tidak kita ketahui. Bermain golf? Tidak apa-apa untuk membaca buku tentang olahraga sebelum kita pergi ke Driving Range (tempat latihan memukul). Pengetahuan dasar akan membantu kita merasa sedikit lebih baik saat pertama kali mencoba mengayunkan tongkat.
‘‘Trying new things can inspire others to try new things’’
Jordin Kelly dirangkum dalam artikel How to Conquer Your Fear of New Things, menceritakan kisah menyaksikan seorang wanita mencoba paddleboarding selama liburan pantainya. Menyaksikan wanita pemberani ini menantang (dan lucu) saat mempelajari keterampilan baru ini, akhirnya berhasil menginspirasi Jordin Kelly untuk mencoba paddleboarding sendiri.
Disisi lain, mencoba hal baru bukanlah momok yang bisa terus dihindari. Terkadang, hal tersebut mungkin yang kita butuhkan mengingat dunia yang semakin dinamis dan tidak pasti. Mencoba hal baru penting untuk membantu kita menyesuaikan diri pada keadaan. Karena seperti yang kita tahu, hanya orang-orang yang bisa beradaptasi dengan perubahan, yang dipercaya dapat terus maju dan berkembang.
Add a comment