Memiliki hubungan yang bahagia, sehat dan dekat dengan orang yang kita sukai adalah impian bagi setiap orang. Namun apakah kunci untuk mewujudkannya? Selama ini kebanyakan orang mengira bahwa jika kita dapat berbagi tentang perasaan, pemikiran dan pengalaman yang paling dalam dan personal mengenai diri kita kepada orang yang kita cintai merupakan kuncinya. Namun setelah penulis melakukan penelitian ulang, mereka menemukan hal lain.
Nilai Istimewa di balik Percakapan Biasa
Di tahun 1986, psikolog Dr John Gottman dan koleganya dari University of Washington mendirikan sebuah pusat penilitian ilmiah yang tidak biasa yang mereka beri nama “the Love Lab”. Di bagian dalamnya terlihat seperti apartemen biasa dilengkapi dengan dapur, ruang makan, ruang tamu dan balkon dengan pemandangan sebuah kanal. Pada tiap akhir pekan, mereka mengundang satu pasangan yang sudah menikah untuk menghabiskan waktu di apartemen yang nyaman ini. Instruksi yang diberikan kepada 60 pasangan tersebut sangat sederhana: jalani kehidupan seperti biasa.
Untuk memonitor kondisi emosional para pasangan, apartemen juga dilengkapi dengan empat kamera pengawas serta sebuah cermin dua arah yang memungkinkan para peniliti untuk mengamati pasangan selama 12 jam dalam sehari. Tiap perkataan, detak jantung dan tingkat keringat juga diukur dengan sensor tubuh yang ditempelkan ke tiap peserta.
Setelah mengemati ratusan jam video dari tiap pasangan yang berinteraksi secara mendetil, Dr Gottman hampir tidak menemukan sebuah percakapan mendalam yang bersifat membuka rahasia atau pemikiran terdalam, yang biasa disebut psikolog dengan “self-disclosure”, dari pasangan masing-masing. Justru, percakapan yang banyak terjadi adalah percakapan-percakapan sederhana seperti:
“Sayang, bisa tolong ambilkan secangkir kopi untuk ku?” “Iya, sayang.”
Atau:
“Hei, coba lihat lihat komik ini!” “Ssst, aku lagi coba baca (sesuatu yang lain) nih.”
Percakapan yang sangat biasa bukan? Bahkan pada awalnya, Dr Gottman berpikir bahwa penilitian ini percuma dan hanya menghabiskan waktu. Namun setelah memeriksa ulang rekaman demi rekaman, beliau menyadari bahwa kunci untuk membangun hubungan dekat memang terletak pada percakapan-percakapan sederhana itu. Menurut beliau, apa yang dibicarakan pasangan tidak begitu berarti, namun hal yang perlu menjadi perhatian kita adalah bagaimana cara kita membicarakannya.
Bids adalah Satuan Dasar dari Komunikasi Emosional
Sebuah bidadalah sebuah usaha untuk membangun koneksi emosional dengan seseorang melalui komunikasi verbal maupun non-verbal. Memulai percakapan dengan ucapan “Cuacanya cerah ya hari ini”, atau menampakkan gestur sederhana seperti tersenyum atau menawarkan kursi terhadap orang lain merupakan sebuah bid. Walaupun tiap bid dibungkus dengan cara yang berbeda, pada dasarnya pesan yang ingin disampaikan adalah sama “Hei, aku ingin menjalin hubungan dengan mu”. Pada saat seseorang mengirimkan bid, lawan bicara dapat mengirimkan sinyal balasan berupa: ketertarikan, tidak begitu tertarik, atau menolaknya.
Sebagai contoh, kamu sedang membaca sebuah artikel yang menarik dan ingin memberi tahu temanmu mengenai hal ini dengan berkata “Hei, coba baca artikel ini”. Mungkin temanmu bisa menjawab dengan:
1. “Apa yang menarik?”. Ini menandakan bahwa temanmu tertarik dengan bid-mu dan merespon secara positif terhadap usahamu untuk menjalin hubungan.
2. Temanmu justru fokus memandangi telpon genggamnya, berpura-pura tidak mendengar dan mengubah subjek pembicaraan dengan bertanya “Jam berapa sekarang?”. Dalam kasus ini, temanmu tidak tertarik dengn bid-mu dengan tidak menghiraukannya.
3. Dia merespon dengan ucapan “Kamu nggak lihat kalau aku lagi ngerjain sesuatu?!”. Ini adalah pernyataan yang jelas menolak bid-mu.
Bid dan respon terhadap bid dapat menentukan apakah sebuah hubungan dapat terbentuk atau terhenti di tengah jalan.
Bids biasanya Mengandung Pesan Tersembunyi
Bayangkan Mary dan Jeff, sepasang kekasih, yang sedang duduk di sofa ruang tamu. Mary sedikit menyandarkan tubuhnya kepada Jeff dan berkata “kamu merasa kedinginan nggak Jeff?”. Mari coba kita uraikan makna sebenarnya di balik ucapan Mary. Melalui bid ini, secara gamblang Mary ingin memberi tahu Jeff bahwa dia kedinginan. Lebih dari itu, tujuan yang tidak diucapkan oleh Mary adalah dia berharap jika Jeff dapat memberinya pelukan hangat.
Jika itu adalah keinginan Mary yang sebenarnya, mengapa Marry tidak mengucapkan, “Jeff, maukah kamu mememlukku?” Menurut penulis, di waktu tertentu kita cenderung untuk mengirimkan bid yang tujuan utamanya disamarkan. Dengan menyembunyikan keinginannya untuk dipeluk di balik pertanyaan tentang suhu ruangan, Mery tidak akan merasa terluka dan malu jika Jeff menolaknya.
Dengan pertanyaan yang samar, Mary juga memberikan Jeff ruang untuk menolak apa yang ditawarkan Mary secara halus. Walaupun sebenarnya Jeff tahu bahwa Mary ingin dipeluk, Jeff tidak harus merasa tidak enak ketika dia memutuskan untuk tidak memeluknya. Dia dapat menginterpretasikan apa yang dikatan Mary secara harfiah dan merespon seperlunya.
Jadi, kemampuan kita untuk menyamarkan tujuan kita dalam berbicara merupakan sebuah keistimewaan, bukan sebuah kesalahan. Sayangnya, di saat tertentu, kecenderungan ini dapat menimbulkan masalah.
Berhati-hatilah dalam Merespon Pesan Tersembunyi
Cara seseorang menyampaikan keinginannya untuk berkomunikasi dapat terdengar seperti kritik dan keluhan ketika mereka sedang berada dalam keadaan marah, sedih ataupun takut. Ketika menghadapi keadaan ini, tidak jarang kita ikut terbawa emosi mereka dalam merespon bid yang mereka kirimkan. Agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam berkomunikasi, akan sangat berguna jika kita tetap bisa tenang dan mencoba memahami hal sebenarnya yang ingin disampaikan.
Ketika seorang istri bertanya kepada suami pertanyaan yang cukup berat seperti “Kenapa kamu nggak pernah telpon aku waktu kamu lagi kerja?!”. Ini bukanlah sekedar tuduhan biasa. Ini adalah bid seorang istri yang meminta perhatian dan komunikasi lebih dari seorang suami. Untuk meredakan api, sang suami harus memadamkan ego untuk mengeluhkan bahwa dia terlalu sibuk di kantor. Sang suami perlu mengakui bahwa tingkat komunikasinya dengan istri memang jarang dan akan meluangkan waktu untuk menghubungi istri walaupun sebentar kedepannya.
Dengan memperhatikan apa yang menjadi pesan tersembunyi, kamu akan dapat memberikan respon yang tepat terhadap bid, sehingga hubungan yang sehat tetap dapat terjalin.
Pahami Background dari Orang-Orang yang ingin Kamu Dekati
Kita semua pernah memiliki hubungan dengan seseorang di masa lalu. Suka atau tidak, hubungan tersebut masih memiliki efek terhadap kepribadian kita. Kadang secara tidak sadar, kita membawa kebiasaan dalam hubungan lama ke dalam hubungan-hubungan baru. Ini yang penulis sebut dengan “emotional heritage”. Akan sangat masuk akal jika semakin kita memahami latar belakang dari seseorang (seperti dengan siapa dia pernah berteman dan bagaimana kondisi keluarganya), maka akan semakin sukses kita dalam mengartikan setiap bid yang ia kirimkan ke pada kita.
Pahami Kebutuhanmu sebelum Mengutarakannya
Ingat, ketika kamu akan berargumen atau mengeluh mengenai sesuatu terhadap seseorang, ada baiknya jika kamu berhenti sejenak dan bertanya kepada diri sendiri: kebutuhan emosional apa yang belum terpenuhi sekarang? Ini penting untuk dilakukan agar kamu dapat menjelaskan kebutuhanmu dengan jelas tanpa menyinggung perasaan lawan bicara. Kebutuhan ini biasanya masih berkaitan dengan impuls manusia seperti kebutuhan untuk bercengkrama dengan orang terdekat dan rasa aman dalam hidup.
Penulis pernah melakukan kesalahan dalam mengutarakan kebutuhannya untuk bercengkerama. Pada saat jam makan malam bersama keluarga, istri dari penulis masih sibuk bekerja di ruangannya. Karena merasa tidak sabar, Penulis berteriak kencang kepada istri “Hai Julie! Berhenti bekerja, ini waktunya bersama keluarga!”. Secara natural sang istri tersinggung dan merespon dengan “Nggak bisa, aku harus menyelesaikan ini sekarang!”.
Saat itu penulis sadar bahwa dia dapat meminta sang istri dengan cara yang lebih halus seperti “Julie, kami merindukanmu. Segera kemari jika kamu sudah selesai dengan pekerjaanmu.” Dengan kalimat seperti ini, Julie akan merespon permintaan sang suami dengan jauh lebih baik. Kesempatan untuk terhubung secara emosional akan lebih terbuka ketika bid awal dan respon dari bid dapat disampaikan dengan cara yang tepat.
Tidak Masalah jika Kamu Ingin Menolak Ajakan
Kali ini Jim ingin mengajak Linda untuk makan siang di luar saat jam istirahat tiba. Namun Linda sedang memiliki banyak pekerjaan yang ia harus selesaikan sore ini juga. Lalu bagaimanakah cara yang terbaik untuk menolak ajakan Jim?
“Jim, aku pengen banget makan siang sama kamu sekarang, tapi aku lagi banyak banget kerjaan. Gimana kalau kita ganti jadi besok? Atau ngopi setelah jam kerja nanti mungkin?” Melalui kalimat ini, Linda mencoba memperlihatkan ketertarikan terhadap tawaran yang diajukan oleh Jim walaupun dia menolaknya untuk sekarang. Bahkan untuk membuktikan niat baiknya, Linda menawarkan solusi alternatif agar mereka dapat menjalankan rencananya. Linda mengembalikan semua pilihan kepada Jim tanpa menyinggung perasaannya.
Respon bid yang baik dari Linda tentunya memacu Jim untuk membalasnya dengan positif. “Oke kalau gitu, kita ngopi bareng aja nanti malam ya. Kalo kamu lagi sibuk, aku bisa beliin kamu makanan sekarang. Kamu mau apa? Jangan sampai nggak makan.” Jadi mohon diingat, jika kamu ingin menolak tawaran, berikan alternatif lain yang menunjukkan bahwa kamu juga memiliki keinginan untuk menjalin hubungan dengannya.
Pola Kita dalam Merespon Bid Memiliki Pengaruh dalam Hubungan Kita
Respon terhadap bid juga memiliki pesan tersembunyi seperti halnya bid. Ketika kamu tertarik terhadap sebuah bid, secara implisit kamu menyatakan bahwa “Aku menghargaimu dan aku suka menghabiskan waktu denganmu.” Sebaliknya, jika kamu menolak sebuah bid, kamu secara tidak sengaja mengirmkan pesan berbunyi “Aku tidak menghargaimu” atau “Aku ingin menyakitimu”.
Jika respon tertentu kamu sampaikan secara berulang-ulang, maka pola tersebut yang akan terbentuk dalam pikiran seseorang mengenai dirimu. Jika respon tersebut positif, mereka akan melihat dirimu sebagai seseorang yang memiliki niat baik dan ini tentunya akan membantumu di saat kamu memiliki konflik dengannya. Sementara, ketika responmu lebih sering negatif terhadapnya, maka mereka akan merasa bahwa kamu membenci mereka dan pada akhirnya dia akan menyerah dalam menjalin hubungan ini.
Menurut penulis, respon terhadap bid juga dapat dijadikan sebagai perkiraan apakah sebuah pernikahan akan mengalami banyak masalah. Dalam pernikahan yang berujung perceraian, sang suami merespon negatif terhadap bid yang dikirimkan oleh istri sebanyak 82% dari keseluruhan. Sementara pada pernikahan yang relative stabil, angka tersebut turun menjadi 19%. Jadi, selama responmu dapat menunjukkan bahwa kamu juga ingin menjalin hubungan dengan orang tersebut secara konsisten, maka hubungan akan tetap terjaga.
Sekian yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat. Jika ada kritik dan saran, silahkan kirimkan ke email saya. Terima kasih
Add a comment