-
Topik TulisanBiografi
-
Sub Judul TulisanMengenal Peran Genghis Khan dalam Sejarah Dunia
- Berikan Komentarmu
Mitos dan legenda yang beredar menceritakan bahwa Genghis Khan adalah wujud dari seorang manusia yang brutal. Ia menghancurkan peradaban dan membunuh sesama manusia hanya sebagai olahraga sehari-harinya. Namun apakah karakterisasi dirinya yang digambarkan oleh cerita yang beredar ini akurat? Apakah Genghis Khan penghancur peradaban, ataukah justru ia pemersatu peradaban? Apakah dia terlahir begitu saja pada kejayaan, ataukah ia harus berusaha keras untuk mendapatkannya?
Masa Kecil Genghis Khan
Seorang gadis muda bersama dengan suaminya berlari kencang menyeberangi padang rerumputan di Asia Tengah. Mereka berdua dikejar oleh tiga penunggang kuda yang berasal dari suku berbeda. Suami gadis muda itu, yang bernama Chiledu, mencoba untuk mengalihkan perhatian dari 3 penunggang kuda dengan berputar-putar di sekitar kaki gunung terdekat. Namun, sang gadis, yang bernama Hoelun, tahu bahwa usaha dari sang suami akan gagal. Tanah yang mereka lalui memang milik dari para penyerang, dan muatan yang mereka berdua bawa terlalu berharga untuk dilewatkan oleh para penyerang.
Usia Hoelun mungkin tidak lebih dari 16 tahun. Tetapi di saat itu juga, ia akan membuat sebuah keputusan yang selamanya mengubah jalannya sejarah dunia. Ketika sang suami kembali kepadanya, Hoelun memberitahukan rencananya; ia akan menyerahkan diri kepada para penyerang dan membiarkan mereka menculik dirinya agar sang suami dapat melarikan diri dan melanjutkan hidup. Perlu waktu yang lama untuk meyakinkan Chiledu, namun akhirnya ia setuju dengan rencana sang istri.
Tak lama kemudian, para penunggang kuda tersebut menghampiri Hoelun yang menyerahkan diri. Dari situ, Hoelun diperistri oleh salah satu dari mereka yang bernama Yesugei; dan merupakan ayah dari anak pertama Hoelun yang lahir di tahun 1162 M. Saat lahir dari rahimnya, sang bayi mencengkeram sesuatu yang aneh di telapak tangan kanannya. Dengan perlahan Hoelun membuka jemari mungil sang anak; ternyata sesuatu tersebut adalah gumpalan darah hitam yang membeku. Hoelun merasa heran dan berusaha untuk mencari jawaban dari pertanda yang aneh ini. Apakah ini merupakan ramalan akan malapetaka atau justru keberuntungan?
Anak tersebut adalah lelaki yang nantinya dunia kenal sebagai Genghis Khan. Namun di masa kanak-kanaknya, ia dipanggil dengan Temujin oleh Ibu dan keluarganya. Sebenarnya sang ayah, Yesugei, sudah mempunyai seorang anak lelaki dan seorang istri saat ia menculik Hoelun. Kenyataan ini menempatkan Hoelun pada posisi rendah dalam takhta klan Yesugi, karenanya anak yang Hoelun lahirkan juga tak begitu berharga di mata klan. Bahkan Yesugi pernah meninggalkan Temujin muda secara tidak sengaja saat klan memutuskan untuk pindah ke lokasi perkemahan yang lain.
Keadaan semakin memburuk bagi Hoelun dan Temujin setelah Yesugei meninggal dunia. Karena Yesugei tak lagi di sana untuk membantu klan bertarung dan berburu, tak ada insentif yang signifikan bagi klan untuk tetap menaungi seluruh keluarga Yesugei yang meninggalkan dua orang istri dan tujuh orang anak. Bagi klan, membawa sembilan orang tambahan hanya akan menghabiskan sumber daya mereka. Suatu hari, saat klan memutuskan berpindah ke wilayah selatan untuk menemukan daerah yang lebih hangat, mereka setuju untuk meninggalkan seluruh keluarga Yesugei. Namun sebelum mereka berangkat, seorang pria tua dari keluarga kelas bawah menyatakan penolakannya terhadap keputusan klan. Merasa marah, salah satu dari anggota klan mendeklarasikan bahwa pria tua tersebut tak mempunyai hak untuk mengkritisi keputusan. Tanpa pikir panjang, pria tua tersebut dibunuh di depan seluruh anggota klan.
Temujin muda menyaksikan ini dan segera berlari untuk menolong Bapak tua yang sedang sekarat, namun sayangnya ia tak bisa melakukan apa-apa. Air matanya mengucur deras saat ruh Bapak tua perlahan meninggalkan tubuhnya. Pada saat itu juga, kepercayaan bahwa seseorang seharusnya dinilai berdasarkan pada perbuatan baiknya alih-alih dari status sosialnya mulai terbentuk di benak Temujin. Bapak tua yang sama sekali tak memiliki hubungan dengannya, dan datang dari takhta terendah di klan, telah berani untuk menunjukkan kebaikan di hadapannya tanpa alasan yang jelas. Ini adalah pelajaran yang Temujin tidak bisa lupakan seumur hidup.
Secara logika, keluarga Hoelun seharusnya sudah meninggal dalam waktu yang tak lama mengingat mereka tak punya apa-apa untuk membantu bertahan hidup di padang rumput yang luas dan dingin. Namun Temujin dan sang Ibu dapat bertahan. Ini semua berkat Hoelun yang pantang menyerah. Hoelun secara konsisten mengambil air dari sungai, mengumpulkan beri dan umbi-umbian untuk dikonsumsi anaknya, sementara Temujin muda mempertajam panahnya untuk memburu tikus. Kehidupan keluarga mereka kerap dihantui oleh kekurangan makanan dan hanya bisa menghangatkan diri dengan kulit-kulit tikus dan anjing. Namun ajaibnya mereka bisa bertahan hidup.
Tragedi yang dialami Temujin saat kecil telah membentuk dirinya sebagai seseorang yang tangguh dan mampu untuk merenggut kekuasaan. Salah satu kejadian yang cukup mencengangkan melibatkan anak laki-laki pertama dari istri pertama Yesugei yang bernama Begter. Kehidupan dari keluarga penggembala Mongol mengikuti hierarki yang sangat kaku. Anak-anak diharuskan untuk mematuhi perintah orang tua tanpa pertanyaan, dan saat orang tua sedang tidak ada, saudara laki-laki tertua di keluarga mempunyai hak untuk menggunakan kekuasaan atas saudara-saudaranya. Dia dapat memberi mereka tugas dan mengambil apapun yang dimiliki oleh saudaranya.
Peraturan ini mewajibkan Temujin untuk menghormati otoritas yang dipegang oleh Begter. Pernah di suatu hari, Temujin menembak dan membunuh sebuah burung lark, akan tetapi Begter menyatakan bahwa itu adalah hasil buruannya; mungkin Begter melakukan ini hanya untuk meperkokoh statusnya sebagai kepala keluarga. Tetapi di satu momen, Temujin tak dapat lagi menoleransi perilaku dari saudara tirinya. Setelah berdebat dengan Ibunya terkait dengan perilaku Begter, Temujin dan saudara kandungnya, Khasar, meninggalkan rumah dengan membawa anak panah dan busurnya untuk mencari Begter. Tak lama kemudian, mereka menemukan Begter yang sedang duduk di atas bukit kecil yang menghadap ke padang rumput.
Dalam senyap, Temujin memberikan isyarat pada Khasar untuk mengitari bukit menuju ke sisi depannya karena ia merupakan pemanah yang lebih baik. Sementara, Temujin mendekati Begter dari belakang. Kedua saudara kandung ini merayap dengan sunyi menuju ke arah saudara tirinya sambil mempersiapkan senjata mereka. Ketika sudah berada di posisi yang tepat, mereka melompat keluar dari rerumputan, panah dibidikkan kepada Begter dan ditembakkan. Seketika, anak panah menancap ditubuh Begter dan darah mulai mengucur. Dalam budaya Mongol, bersentuhan langsung dengan darah tergolong sebagai hal yang najis (kotor). Untuk menghindari luberan darah, kedua saudara itu berlari, meninggalkan Begter meninggal sendirian di bukit padang rumput.
Kejadian ini mengguncang kehidupan keluarga Temujin. Kedua saudara sekandung ini telah melakukan perbuatan tabu yang mengubah status keluarga mereka dari golongan terbuang menjadi kriminal. Akibatnya, mereka harus terus melarikan diri hingga akhirnya Temujin ditangkap dan dipenjara oleh klan lain dalam waktu yang tak diketahui banyak orang. Melalui kejadian ini, kita tahu bahwa Temujin telah memiliki karakteristik “kejam” yang kemudian dikenal oleh khalayak luas. Ketajaman taktiknya dan kemampuan kepemimpinannya terlihat jelas pada saat dia mengarahkan Khasar untuk mendekati Begter dari arah depan. Lebih dari itu, ia menunjukkan kemauannya untuk membalas dendam, bahkan jika dendam itu harus dibalaskan dengan membunuh anggota keluarganya, serta melanggar tradisi dan norma yang dianut masyarakat.
Genghis Khan Memasuki Usia Dewasa
Temujin dan teman masa kecilnya, bernama Jamuka, sedang berdiri di depan sebuah pohon yang tumbuh di tepian jurang curam. Mereka berdua datang ke sana untuk menyatakan (kembali) sumpah persaudaraan antara satu sama lain; walaupun pada masa kecil dulu, sumpah ini sudah mereka ucapkan dua kali. Namun kali ini mereka mengucapkan sumpah baru sebagai pria dewasa yang setelahnya diiringi dengan kegiatan tukar kuda dan tukar ikat pinggang emas. Melalui upacara ini, Temujin dan Jamuka seakan saling menyerahkan bagian dari jiwa dan simbol kejantanan mereka. Dan di hari itu juga mereka bersumpah untuk tidak akan meninggalkan satu sama lain.
Mulai dari situ, kelompok yang dipimpin oleh Temujin, yang tergolong kecil, mulai bergabung dengan kelompok Jamuka untuk belajar tentang cara hidup menggembala. Untuk sementara, Temujin merasa puas dengan susunan organisasi tersebut, dan mengizinkan Jamuka untuk mengambil kendali kepemimpinan. Tetapi Temujin tetaplah Temujin yang rela untuk membunuh saudara tirinya daripada harus tunduk kepada kekuasaan orang lain. Setelah beberapa bulan organisasi berjalan, Jamuka tak lagi memperlakukan Temujin sebagai seseorang yang berkedudukan setara, akan tetapi ia menganggap Temujin seperti saudara yang lebih muda. Dari situlah kebencian Temujin terhadap Jamuka tumbuh dan ia tak dapat menahannya.
Pada suatu hari, setelah Jamuka mencerca Temujin dengan cara yang menyakitkan hati, Temujin segera berkonsultasi dengan sang Ibu tentang bagaimana seharusnya ia menanggapinya. Dalam diskusi terebut, Borte, istri dari Temujin, menyela pembicaraannya. Borte menekankan bahwa sebaiknya Temujin segera memutuskan hubungannya dengan Jamuka dan semua pengikut dari Temujin harus memisahkan diri dari kelompok Jamuka. Setuju dengan masukan ini, Temujin bersama dengan para pengikutnya (yang sebagian juga merupakan pengikut dari Jamuka) kabur dari perkemahan secara sembunyi-sembunyi. Malam itu merupakan awal dari dua dekade peperangan sengit antara kawan yang telah menjadi lawan.
Seiring dengan berjalannya waktu, baik Temujin maupun Jamuka mendapatkan semakin banyak pengikut. Berbagai macam keluarga dan klan Mongol bersedia untuk menyatakan kesetiaannya kepada salah satu kelompok; membentuk persekutuan yang terus menerus berubah karena alasan-alasan pragmatis. Tahun demi tahun berlalu tanpa salah satu dari kedua kelompok ini mengungguli yang lainnya (dalam segi jumlah pengikut). Pada akhirnya, di musim panas tahun 1189, saat Temujin berusia 27 tahun, dia memutuskan untuk membuat langkah yang berani, yakni dengan menyatakan dirinya sebagai pemilik gelar khan – atau ketua dari grup etnik Mongol. Melalui langkahnya, ia berharap dapat memikat lebih banyak pengikut Jamuka sehingga ia benar-benar menjadi seorang khan yang diakui, dan tidak hanya sekedar nama.
Setelah Temujin menyatakan gelarnya, dia menyusun sebuah struktur kekuatan yang baru untuk klannya, memilih asisten, pemanah dan pengawal yang tepat. Tentunya, dalam pemilihan anggota/pasukan ini, Temujin mendasarkannya pada kemampuan dari individu yang bersangkutan alih-alih berdasarkan pada “hubungan” yang dimiliki oleh Temujin dengan individu tersebut. Bagi masyarakat Mongol pada waktu itu, penerapan kebijakan ini merupakan sebuah perubahan yang radikal. Karena kebijakan ini pula, Temujin Khan berani untuk melaksanakan serangan ke tanah asing yang tidak termasuk ke dalam klan Mongol. Perlahan, kekuasaan dan pengikutnya pun bertambah luas dan besar.
Sejalan dengan pertumbuhannya, Temujin mulai untuk membentuk perubahan-perubahan yang lebih radikal; kebijakan tentang penjarahan merupakan salah satunya. Sebelumnya, pasukan selalu bergegas untuk menjarah barang-barang dari klan yang mereka kalahkan, dan membiarkan pasukan musuh yang masih hidup untuk melarikan diri. Namun kebiasaan ini memberikan kesempatan kepada para pasukan yang kalah untuk kembali menyusun strategi dan melakukan serangan balik (counterattack). Dalam kebijakan yang baru, Temujin memerintahkan pasukannya agar tak ada satupun dari pasukan lawan yang melarikan diri. Pasukan Temujin harus menundukkan semua pasukan lawan yang bertahan untuk menjamin bahwa mereka benar-benar memenangkan peperangan. Setelah proses ini selesai, baru mereka bisa mulai menjarah barang. Semua barang rampasan harus dibawa ke hadapan Temujin sebelum itu semua didistribusikan secara adil kepada para pengikutnya.
Kebijakan menarik lainnya adalah Temujin memiliki visi untuk mempersatukan para pengikutnya dengan menerapkan kebijakan yang mendukung perkawinan silang antar klan. Temujin juga melakukan reorganisasi pasukannya ke dalam regu-regu yang berisi 10 orang yang akan memunculkan rasa persahabatan dan mengabaikan ikatan tradisional yang didasarkan pada kekerabatan, garis keturunan, dan etnik. Terakhir, dia mengeluarkan sebuah peraturan yang mewajibkan tiap orang di dalam klan untuk melaksanakan kegiatan layanan masyarakat (community service) sehari dalam setiap minggunya untuk menekankan nilai kesetaraan di antara klan-klan yang ada.
Setelah bertahun-tahun melakukan penyerangan dan menghimpun kekuatan, Temujin Khan merupakan salah satu pemimpin militer terbaik di padang rumput Mongol. Namun kekuasaan Temujin masih dibatasi oleh Ong Khan yang masih mengendalikan wilayah pusat (central territory). Ong Khan menyadari hal ini dan tahu bahwa munculnya pasukan Temujin dapat mengancam kekuasaannya. Merupakan sesuatu yang cerobah jika ia menyerang Temujin secara langsung, maka dari itu Ong Khan memilih untuk melakukan sebuah trick.
Suatu saat, Temujin telah mengirimkan proposal pernikahan antara putra nya dengan putri dari Ong Khan. Ong menerima proposal tersebut, namun dia mempunyai niat lain di balik langkahnya; Ong akan menggunakan kesempatan ini untuk membunuh Temujin dan seluruh keluarganya. Namun tak disangka, Temujin mendapatkan informasi mengenai niat pengkhianatan Ong tepat sebelum pernikahan berlangsung. Saat itu Temujin telah berada dalam perjalanan untuk melarikan diri dan jauh dari rumah; dia memerintahkan para pengikut yang mengawalnya untuk menyebar dan melarikan diri sebelum mereka dibunuh oleh pasukan Ong. Lalu apa yang akan Temujin lakukan selanjutnya? Dan apa yang akan dilakukan oleh para pengikut Temujin di saat ia tak ada?
Genghis Khan Memperluas Kekuasaannya
Setelah berada dalam pelarian sepanjang hari, akhirnya Temujin sampai di tepian Danau Baljuna. Dia dengan 19 pengawal, yang memutuskan untuk mengikutinya, sangat kelaparan mengingat area terpencil ini tak cukup ramah untuk ditinggali. Namun tak disangka, sebuah bayangan kuda liar muncul dan mendekati mereka dari arah utara. Ternyata kuda itu ditunggangi oleh Khasar, saudara Temujin, sambil ia membawa hewan hasil buruan agar bisa dinikmati oleh Temujin dan pasukannya. Dalam budaya Mongol, kuda dianggap sebagai hewan yang penting dan dihormati. Penampakan seekor kuda di waktu-waktu yang suram merupakan tanda bahwa ada campur tangan dari Tuhan; serta merupakan bentuk dukungan kepada sekelompok pejuang untuk bisa bertahan hidup.
Saat mereka selesai makan, Temujin bersulang dengan seluruh anggotanya dan berterima kasih atas kesetiaan mereka. Temujin bersumpah bahwa ia akan selalu mengingat jasa baik mereka. Sebagai balasan, para pejuangnya bersumpah untuk selalu setia kepadanya. Perjanjian ini dikenal dalam sejarah dengan “Perjanjian Baljuna”. Perjanjian yang signifikan ini merupakan awal dari cerita terbentuknya Kerajaan Mongol.
Setelah mengukuhkan perjanjian tersebut, Temujin memutuskan untuk melakukan serangan balik pada saat Ong Khan sedang merayakan kemenangannya. Pasukan Temujin yang awalnya tersebar di berbagai daerah di padang rumput mulai bersatu padu, dan serentak mereka bergerak menuju pesta yang dirayakan oleh Ong Khan. Sesampainya di lokasi, mereka langsung menerkam para pasukan yang sedang bersuka-ria; pertarungan ini berlangsung selama tiga hari berturut-turut. Pasukan Ong Khan dibuat luluh lantak oleh pendekar Temujin. Para penasihat terdekat dari Ong Khan tersebar ke berbagai arah di padang rumput. Bahkan putra dari Ong Khan sendiri diabaikan oleh para pengawalnya dan meninggal dalam keadaan kehausan di padang rumput. Sementara apa yang terjadi pada Ong sendiri tak ada yang mengetahuinya, hanya ada rumor yang beredar.
Satu tahun kemudian (1204 M), Temujin Khan melakukan pertempuran terakhirnya dengan salah satu klan yang menolak kepemimpinannya. Dengan memenangkan pertarungan ini, dia telah menguasai seluruh wilayah di Mongolia, yang di kala itu besarnya sama dengan wilayah Eropa Barat modern. Sekarang yang dia perlukan hanyalah sebuah gelar yang sesuai dengan kekuasaannya. Dia memilih untuk memberi nama rakyatnya dengan Yeke Mongol Ulus (Bangsa Mongol yang Hebat). Untuk dirinya, ia menolak untuk diberi gelar-gelar tradisional seperti Gur-Khan, atau khan dari seluruh khan. Alih-alih, dia memilih nama yang sudah digunakan oleh para pengikutnya untuk memanggilnya sejak dulu, yakni: Chinggis Khan, yang berasal dari kata chin dengan arti kuat, tangguh, tak dapat digoyahkan, dan tak gentar.
Mulai dari sini lah, Genghis Khan mulai membangun kerajaannya yang merupakan salah satu kerajaan terbesar yang pernah dilihat oleh dunia. Segera, Genghis Khan menetapkan apa yang disebut dengan Great Law – serangkaian peraturan-peraturan baru yang didesain untuk membasmi penyebab-penyebab inti dari perseteruan dan peperangan antar suku yang sudah sejak lama menjangkiti masyarakat.
The Great Law merupakan hukum yang revolusioner pada waktunya. Uniknya, hukum ini tidak bersumber pada “wahyu Ilahi” atau hal sejenisnya, akan tetapi, hukum ini mengambil inspirasi dari adat traditional masyarakat Mongol dengan menyingkirkan praktik-praktik yang dapat menghambat kemajuan masyarakat baru. Misalkan, ia menghapuskan kebiasaan penculikan wanita, melarang penculikan dan perbudakan rakyat Mongol, dan membuat kegiatan mencuri hewan milik orang lain sebagai tindak kriminal. Selain itu, ia juga menyatakan bahwa khans (ketua grup etnik Mongol) harus selalu dipilih oleh khuriltai – sebuah majelis tradisional Mongol. Dan yang paling penting, hukum-hukum yang telah ditetapkan tetap berlaku untuk para khans sekalipun. Akan tetapi The Great Law ini bukanlah sesuatu yang sifatnya kaku; ia adalah “dokumen hidup” yang terus berkembang mengikuti zaman hingga dua dekade terakhir masa hidup Genghis Khan.
Pada titik ini, Genghis Khan telah berhasil menyatukan seluruh masyarakat nomadik yang ada di padang rumput Asia Tengah. Lalu apa yang menjadi tujuannya sekarang? Di tahun 1207 M, Genghis Khan mengirim anak tertuanya, yang bernama Jochi, untuk mengampanyekan kerajaan Mongol di daerah yang mereka sebut dengan Sibir (atau Siberia). Sepulangnya Jochi ke tanah Mongol, ia membawa ribuan anggota baru, pemimpin-pemimpin klan, dan juga barang-barang berharga seperti buah-buah langka dan burung-burung dengan kemampuan berburu. Walaupun banyak kemenangan yang diperoleh oleh Khan, wilayah utara tak dapat memberikan banyak hal untuk bangsa Mongol. Mereka menilai bahwa harta karun yang sebenarnya terletak di wilayah selatan, tempat di mana para pengrajin mampu membuat tekstil-tekstil indah dan metal-metal kokoh.
Era Keemasan hingga Kematian Genghis Khan
Pada abad ke-13, wilayah selatan Mongolia (Cina modern) memiliki banyak negara-negara merdeka dan kerajaannya masing-masing. Secara keseluruhan, mereka mewakili sepertiga dari populasi yang ada di dunia. Di antara tahun 1207-1209, Genghis Khan menaklukkan orang- orang Tangut, dan di tahun 1211, ia memutuskan untuk menyerang satu kelompok yang dulu pernah menjadi sekutunya, yakni Jurched. Invasinya terhadap Jurched berubah menjadi peperangan yang berlangsung selama 15 tahun dan daratan yang diambil dari Jurched akan diwariskan kepada generasi-generasi penerusnya.
Setelah Genghis Khan dan pasukannya berhasil mengalahkan Jurched, mereka membawa pulang karavan demi karavan yang penuh dengan orang, hewan, barang-barang (terutama kain sutra). Saking berlebihannya, mereka menggunakan tekstil tersebut sebagai bahan untuk kemasan. Selain itu, mereka juga mendapatkan banyak furnitur yang sudah di-pernis, kipas kertas, mangkuk-mangkuk porselen, baju besi logam, permainan papan, parfum dan alat-alat rias, perhiasan berharga, dan pelana berukir. Tak hanya barang, mereka juga mendapatkan orang-orang dengan berbagai macam latar belakang, entah itu pangeran, pendeta, apoteker, penerjemah, astrolog, artis, dan pandai emas.
Sisi negatif dari berlimpahnya kekayaan yang baru ditemukan ini adalah hasrat mereka akan barang-barang mewah semakin menjadi-jadi. Setiap karavan yang dibawa pulang oleh pasukan selalu diborong habis oleh permintaan yang ada, dan mereka masih menginginkan lebih. Contohnya, para perajin baru membutuhkan lebih banyak bahan mentah untuk dapat terus bekerja, dan untuk memberi makan para perajin ini, mereka membutuhkan pasokan gandum dan jelai secara kontinu. Melihat fenomena ini, Genghis Khan tahu bahwa ia harus mulai mengatur jalur-jalur pasokan, menjaga produksi, dan mengkoordinasikan seluruh gerakan.
Di tahun 1219, usia Genghis Khan mendekati 60 tahun. Dia sendiri sudah merasa puas untuk menjalani hidupnya dalam kedamaian dan ketenangan. Dia memiliki begitu banyak barang yang ia sendiri sudah tak tahu lagi harus diapakan. Dan sekarang, ia ingin menggunakan barang-barang tersebut untuk menstimulasi terjadinya perdagangan. Khususnya, ia tertarik dengan barang- barang yang sedang ditawarkan di daerah Timur Tengah (sebelah barat dari pangkalan kerajaan Mongolia) di mana para perajinnya banyak memproduksi peralatan besi dan kaca yang berkualitas. Wilayah yang luasnya meliputi Afghanistan modern hingga Black Sea berada dalam kekuasaan kerajaan yang bernama Khwarizm yang dipimpin oleh sultan Turki bernama Muhammad II.
Genghis Khan berencana untuk mengadakan kerjasama perdagangan dengan sultan dan Khwarizm; untuk mengawalinya, Genghis Khan mengirimkan utusannya untuk mengajukan perjanjian damai. Saat Sang Sultan telah setuju dengan perjanjian ini, Khan mengirimkan kembali perwakilannya yang terdiri dari 450 pedagang beserta pembantunya dengan karavan yang penuh barang. Mereka berangkat dari bagian barat laut Khwarizm melalui provinsi Otrar; namun sayangnya, gubernur dari wilayah tersebut tak mengizinkan mereka melewati provinsinya dengan tenang dan justru melakukan penyerangan. Semua barang dirampas dan seluruh pedagang serta pengemudi Mongol dibunuh oleh sang gubernur. Ketika berita ini sampai di telinga Genghis Khan, dia marah besar. Khan mengirimkan utusan lain yang meminta sang Sultan untuk menghukum Gubernur Otrar karena telah melakukan penyerangan. Alih-alih menyetujui permintaannya, sang sultan justru mempertegang kondisi dengan membunuh beberapa utusannya dan memutilasi wajah beberapa dari mereka sebelum mengirimkannya kembali ke Khan.
Dipenuhi dengan amarah, Khan segera mengasingkan diri ke puncak gunung terdekat, yang bernama Burkhan Khaldun. Di sana ia berdoa dan meminta untuk diberi kekuatan agar dapat memberikan balasan yang setimpal. Setelah menghabiskan waktu 3 hari 3 malam di sana, dia menuruni bukit dan bersiap untuk berperang. Di tahun 1219, ia berkelana ke barat dan melakukan kampanye selama empat tahun. Di saat itu, kerajaan Mongol telah menundukkan dan menguasai kota-kota besar di Asia tengah dengan mudah. Dalam waktu 4 tahun, mereka telah berhasil mengalahkan pasukan dari Himalaya hingga Caucasus, dari Sungai Indus ke Volga. Daratan dari orang-orang Muslim yang ia taklukkan merupakan daratan terkaya, baik dari segi teknologi maupun ilmu pengetahuan, yang ada di dunia pada zaman itu. Kemanapun pasukan Mongol menginjakkan kaki, mereka menjanjikan keadilan bagi mereka yang menyerahkan diri, dan menghadirkan kehancuran bagi mereka yang melawan.
Bagi banyak orang yang telah diluluh-lantakkan, kerajaan Mongol merupakan simbol dari kekejaman. Penulis sejarah pada zamannya sering menggambarkan Genghis Khan dengan istilah apokaliptik. Khan sendiri mendukung adanya narasi seperti ini: membesarkan berita tentang berapa banyak orang yang telah dibunuh oleh pasukannya dalam peperangan. Mengingat kemampuan baca umat Muslim yang tergolong baik pada waktu itu, banyak diantara mereka yang membaca kisah-kisah tentang Genghis Khan dengan eksploitasinya; dari situ perlahan mereka menakutinya.
Pada titik ini, Genghis Khan sudah memasuki usia 60-an dan tak berada pada kondisi kesehatan terbaiknya. Dalam masyarakat Mongol, terdapat sebuah tabu yang melarang untuk mendiskusikan atau mempersiapkan diri menghadapi kematian. Meskipun begitu, ia tahu bahwa kerajaannya segera membutuhkan seorang pengganti. Tak lama kemudian, dia memanggil majelis (khuriltai) untuk mendiskusikan secara mendalam mengenai ini. Khan memutuskan untuk menunjuk putra ketiganya yang bernama, Ogodei, sepagai penerus resminya dan membagikan tanah serta pengikutnya kepada tiap putranya. Sebelum ia meninggal, Genghis mengadakan kampanye terakhir untuk melawan Klan Tangut yang merupakan sebuah klan pertama yang ia serang di tahun 1207. Khan masih menyimpan dendam kepada mereka karena kegagalan mereka dalam membantu kerajaan Khan untuk melawan Khwarizm. Walaupun begitu tetap saja panjangnya usia Khan tak bisa ditawar lagi. Beberapa hari sebelum Mongol meraih kemenangan melawan Tangut, Khan meninggal dunia.
Tubuhnya dibersihkan dan dipakaikan jubah putih polos, felt boots (sepatu salju), dan sebuah topi, kemudian diselimuti dengan sebuah selimut putih yang diisi dengan kayu cendana. Peti ini kemudian diamankan dengan tiga golden strap (tali pengaman emas). Sebuah prosesi sesuai adat dilaksanakan saat membawanya ke tempat peristirahatan terakhirnya. Wilayah pemakaman Khan dijaga ketat oleh tentara untuk memastikan bahwa tak ada orang lain yang dapat memasuki wilayah pemakaman selain anggota keluarganya dan beberapa prajurit tertentu.
Setelah kematiannya, anak-anak dari Genghis Khan mengambil alih mantel kepemimpinan dari sang ayah. Mereka dan keturunannya bertanggung jawab untuk membawa kemenangan bagi Kerajaan Mongol. Pada masa puncaknya, kerajaan Mongol mempunyai bentangan seluas benua Afrika. Dan kerajaan ini juga memiliki berbagai macam musim serta budaya. Dalam peta modern, besar kerajaan mongol dapat mewakili 30 negara dan dihuni oleh 3 miliar penduduk yang tersebar mulai dari daerah tundra yang dingin menggigil di Siberia hingga dataran-dataran panas di India.
Yang tak kalah menakjubkannya adalah kemampuan kerajaan mongol untuk mempertahankan keberadaannya melawan waktu. Keturunan langsung Genghis Khan memegang kepemimpinan di beberapa wilayah Asia dan Eropa selama 7 abad, dan tentara masih terus menjaga pemakamannya hingga 8 abad. Bahkan, keturunan terakhirnya yang bernama Alim Khan dari Uzbekistan, baru digulingkan oleh Uni Soviet di tahun 1920.
Menariknya, tak seperti kerajaan lain, Mongol tak memperkenalkan terobosan teknologi, agama, buku, atau metode agrikultur baru. Tetapi hadiah terbesar yang mereka bawa adalah kemampuan mereka untuk menyebarkan semua hal ini dari satu budaya ke kebudayaan lainnya. Tak bisa dibantah bahwa Genghis Khan telah membangun lebih banyak jembatan-jembatan dalam bentuk fisik dari pemimpin manapun yang tertulis di sejarah. Tentunya kerajaan Genghis Khan pernah menyebabkan kehancuran dan goncangan di tanah-tanah yang mereka taklukkan. Tetapi mereka juga berkontribusi dalam membangun komunikasi budaya, memperluas terjadinya perdagangan, dan meningkatkan peradaban manusia. Bagaimana jadinya bentuk dunia yang sekarang jika Genghis Khan tak pernah ada?
Semoga bermanfaat kawan!
Joko
June 13, 2022 at 9:27 amIni sumbernya dari mana ya, Kak?
Syihabuddin Alfikri
June 13, 2022 at 9:44 amHalo Kak. Sumber nya dari buku ini Kak “Genghis Khan and the Making of the Modern World” oleh Jack Weatherford. https://www.goodreads.com/book/show/40718726-genghis-khan-and-the-making-of-the-modern-world
Silahkan bisa dicek Kak