Setiap tanaman pasti akan tumbuh. Tanaman satu mungkin akan lebih subur sedangkan tanaman lainnya mungkin lebih layu dan tampak kering. Proses tumbuh tanaman akan berbeda-beda sesuai dengan lingkungan dan cara perlakuannya. Begitupun dengan proses tumbuh kita. Dari lingkungan, kita mendapat banyak hal untuk bertumbuh. Namun untuk menjadi ‘tanaman yang subur’ kita tidak bisa hanya bergantung pada ketidakpastian lingkungan. Seperti tanaman, kita butuh ‘perlakuan’ agar tidak sekadar tumbuh tapi juga dapat survive dalam hidup.
Pada satu cuplikan film berjudul About Time, ayah Tim Lake berkata, “We’re all quite similar in the end. We all get old and tell the same tales too many times.” Dalam proses tumbuh, semua manusia akan menua. Memaksa kita, mau atau tidak mau untuk siap bertambah dewasa. Adapun hal terpenting dari kedewasaan sendiri yakni kesiapan dan tanggung jawab kita atas hidup yang dijalani. Bukan lagi persoalan ‘angka’ yang terus menambahi umur, kematangan secara emosional diperlukan jika kita ingin menjadi seorang dewasa yang bijak.
“People with maturity understand a great truth; they understand that life is difficult. In being able to accept this fact about life, mature people learn to handle life in all of its difficulties, not expecting it to be different. They know for any change to happen it has to come from within themselves.”
— Sherrie Campbell; Psychologist, Author, Speaker
Menurut Roger K Allen (Psychologist), kematangan emosional didefinisikan sebagai kemampuan untuk membuat pilihan yang baik, positif, dan sehat selama menjalani kesulitan dalam hidup. Filipe Bastos (Author) menambahkan bahwa kematangan emosi berkaitan dengan kemampuan individu untuk mengelola dan memahami emosi mereka. Sederhananya, kematangan emosi membantu kita untuk mengatasi situasi sulit yang dilemparkan oleh kehidupan kepada kita. Menjadi dewasa secara emosional, menurut Filipe dapat membantu seseorang untuk menavigasi dunia yang terus maju dan menemukan kepuasan serta kebahagiaan di dalamnya.
The School Of Life (sebuah organisasi pengembangan diri di London) pada laman webnya membagikan cara bagaimana kita dapat menilai tingkat perkembangan emosional melalui satu pertanyaan sederhana yang dapat langsung sampai ke inti ‘usia’ emosional kita;
Ketika seseorang yang menjadi sandaran kita secara emosional mengecewakan kita, karena telah membiarkan kita menjadi tergantung padanya dan tidak yakin pada diri sendiri, apa cara khas kita dalam menanggapi?
Dalam kasus tersebut, The School Of Life menjabarkan ada tiga tanggapan sikap ketidakmatangan emosional yang mungkin akan terjadi:
Pertama: kita mungkin akan merajuk
Artinya, kita akan menjadi sangat kesal dan menolak menjelaskan detail masalah kepada orang yang sudah membuat kita kesal. Mempertahankan harga diri hingga terlalu lemah untuk mengungkapkan bahwa sebenarnya kita telah terpukul.
Merajuk adalah sebuah sikap tidak dewasa. Kita harus melawan pemikiran bahwa orang lain akan secara ajaib bisa mengerti perasaan kita tanpa perlu dijelaskan. Hey! kita bukan seorang bayi yang harus bisa dimengerti hanya dari rengekannya. Kita harus mengatakan apa masalah yang kita rasakan agar selanjutnya bisa mencari jalan keluar.
Kedua: kita mungkin akan marah
Tanggapan lainnya yakni kita menjadi sangat marah kepada orang yang mengecewakan tersebut. Kemarahan kita mungkin terlihat sangat besar, tetapi sebenarnya kita merasa hancur dan kehilangan. Jika bisa berkaca kita akan tampak seperti ‘harimau yang diejek’ atau ‘korban penipuan modus hipnotis’. Penghinaan dan kemarahan kita sesungguhnya merupakan pengakuan atas ketidakberdayaan. Rasa sakit kita sangat pedih; tapi jika kemarahan adalah cara kita menghadapinya, sungguh jauh lebih menyedihkan.
Ketiga: kita mungkin akan bersikap dingin
Dibutuhkan keberanian yang besar untuk mengakui kepada seseorang yang telah menyakiti kita bahwa kita peduli padanya, bahwa dia memiliki pengaruh atas kita, bahwa kunci kehidupan kita ada di tangannya. Namun kenyataannya jauh lebih mudah untuk memilih bersikap dingin dan berpura-pura tidak peduli. ‘Tidak merasakan apapun’ sepertinya telah menjadikan kita untuk tidak jujur dan menutup diri.
Dari ketiga tanggapan tersebut kita diarahkan untuk menemukan tiga penanda kematangan emosi yang masing-masing diantaranya:
Pertama: Kemampuan Menjelaskan
Kemampuan ini dibutuhkan agar kita dapat menjelaskan mengapa kita marah kepada orang yang telah membuat kita kesal, bahwa kita tidak menyedihkan dan menderita atasnya. Dengan kita mampu menjelaskan permasalahan dengan tepat dan detail, maka akan lebih mudah dipahami serta menghindari terjadinya kesalahpahaman yang memicu perpecahan.
Kedua: Kemampuan untuk Tetap Tenang
Orang dewasa tahu bahwa sebuah keyakinan diri yang kuat adalah fondasi terpenting. Hal ini memberi mereka kepercayaan untuk tidak mudah tersulut perasaan marah dan keinginan membalas orang lain dengan cara yang tidak semestinya. Menjadi orang dewasa pada kondisi ini cukup untuk tidak selalu berpikir curiga, berusaha tenang dan tetap rasional.
Ketiga: Kesadaran untuk Menjadi Rentan
Orang dewasa tahu dan telah berdamai dengan konsep ini, bahwa dekat dengan siapa pun akan membuka peluang untuk tersakiti. Menahan dan mengalami rasa sakit maupun frustrasi. Mereka tahu keterbatasannya sendiri, tidak merasa malu untuk mengatakan bahwa mereka ‘butuh bantuan’ bahkan kepada orang yang telah mengecewakannya. Percaya bahwa pada akhirnya tidak ada yang salah ketika merasa terpuruk lalu menangis.
Kita harus selalu sadar bahwa beberapa hal ada pada kendali kita, tapi jauh lebih banyak hal yang tidak. Untuk saat ini (yang merupakan satu-satunya momen yang nyata), berlakulah apa adanya dan berani menghadapi kenyataan. Agar bahagia, kita harus ‘mengakui dan menghormati’ daripada melawan kenyataan pada hidup kita.
“We don’t become more mature when the waters of life are calm and placid and everything is going our way. We grow in maturity when in turbulent, choppy waters; when tempted to act out our fears, hurts, or resentments.”
— Roger K Allen; Psychologist, An expert in personal transformation and family development
Mencapai kedewasaan emosional bukanlah suatu hal yang mudah. Kita harus bisa menangani beberapa hal dari diri kita sebelumnya, mengakui kesalahan dan jujur terhadap perasaan kita yang sebenarnya. Hal ini berarti kita mesti bersikap baik kepada diri sendiri dan melepaskan beberapa hal yang kita sesali. Tidak berhenti memperluas wawasan agar bisa melihat bahwa sudut pandang tidak hanya satu, agar kedepannya bisa semakin bijak menyikapi berbagai hal.
Tumbuh dalam kematangan emosi memiliki dampak baik untuk kehidupan kita bahkan bisa memberikan hubungan yang sehat antara kita dengan orang lain. Saya teringat pada satu kalimat John Wooden yang masih tercatat baik pada catatan tempel di sampul depan buku saya, “Kita semua akan jauh lebih bijak jika kita lebih banyak mendengarkan. Bukan hanya mendengar kata-kata, melainkan menyimak dan tidak memikirkan hendak berkata apa.”
Add a comment